Penyusun :
Aditya Putra
2016015053
Kelas 6B
ABSTRAK
Aditya Putra Upacara Adat Maras
Taun Sebagai Budaya Perayaan Masyarakat Belitung. Artikel. Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas
Keguruan Dan Ilmju Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta.
April 2019.
Artikel ini disusun guna mempromosikan salah satu kebudayaan asli
masyarakat Pulau Belitong Maras Taun dan untuk menjaga kelestarian seni dan
budaya Pulau Belitong yang dituangkan dalam bentuk tulisan sebagai kajian
literatur yang nantinya diharapkan dapat bermanfaat baik untuk keperluan
penelitian maupun sebagai sumber informasi.
Artikel ini disusun berdasarkan informasi yang didapat dari hasil
wawancara bersama beberapa mahasiswa Belitung yang sedang menempuh studi
Etnomusikologi di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dan juga pengkajian dari
beberapa artikel dari penelitian – penelitian relevan.
Upacara Adat Maras Taun merupakan upacara adat yang
dilakukan oleh masyarakat Pulau Belitong sebagai wujud rasa syukur atas
keberhasilan panen. Seiring berjalannya waktu upacara adat ini menjadi tradisi
dan dilakukan tidak hanya oleh petani tapi juga oleh nelayan dan profesi lain.
Kini tradisi Maras Taun
sudah mengalami banyak perkembangan dan perubahan, rangkaian kegiatannya pun
lebih beragam. Umumnya rangkaian kegiatan maras taun diselenggrakan selama 3
hari, namun ada juga yang menyelenggarakan selama satu minggu sesuai dengan
banyaknya rangkaian kegiatan yang dilaksanakan. Rangkaian kegiatan maras taun
terdiri dari pembukaan dengan doa, penampilan tarian khas belitong, kesenian
daerah belitong, dan berbagai hiburan lainnya. Kemudian pada hari terakhir
diselenggarakan acara puncak yakni ritual pembersihan kampong dan ditutup
dengan doa.
BAB
I
PENDAHULUAN
Indonesia
mempunyai berbagai macam budaya, suku, adat-istiadat, dan agama. Setiap daerah
mempunyai budaya, suku, adat-istiadat dan agamanya masing-masing.Banyak cara
yang dilakukan dalam melaksanakan kegiatan adat istidat. Kota menjadi salah
satu tempat yang tidak melaksanakan upacara adat istiadat. Kebanyakan
masyarakat kota sudah terpengaruh dengan budaya asing, sehingga tidak peduli
dengan budaya asli Indonesia. Sedangkan daerah yang masih melaksanakan adat istiadat
ada di desa terpencil. Masyarakat desa terpencil sangat menghormati adat
istiadat yang ada di desanya.
Indonesia adalah
negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu
tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki corak dan
ragam berbeda yang akan menunjukkan identitas dan ciri daerah masing-masing.
Tradisi dan kebudayaan umumnya sudah mengakar kuat dalam praktik kehidupan
masyarakat setempat yang merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan.
Begitu juga dengan kebudayaan yang ada di propinsi Bangka-Belitung. Propinsi
BangkaBelitung terdiri dari dua pulau yaitu pulau Bangka dan pulau Belitung.
Salah satu kebudayaan yang menarik di daerah Bangka-Belitung, tepatnya di
Belitung yaitu Upacara Adat Maras Taun.
Maras Taun
adalah ucapan syukur atas limpahan rezeki dari hasil panen bagi para petani
padi ladang di pulau Belitung dengan cara sedekah pada kekuatan alam ketika
masyarakat masih menganut kepercayaan animisme. Namun ketika Islam masuk maka
ucapan syukur tersebut ditujukan kepada Allah SWT. Padi ladang hanya dapat
dipanen setelah ditanam sembilan bulan sehingga peringatannya dilakukan setahun
sekali yaitu minggu awal di bulan April.
Namun pada
perkembangannya saat ini, peringatan panen padi itu berkembang menjadi
peringatan syukur bagi semua penduduk pulau, baik yang berprofesi sebagai
petani padi maupun nelayan. Jika petani merayakan panen, maka nelayan merayakan
musim penangkapan ikan dan laut yang tenang. Pada intinya, semua bersyukur
untuk hasil panen pada bidang masing-masing selama setahun yang telah lewat.
Masyarakat
Belitung berharap dengan dilaksanakannya adat Maras Taun, desa menjadi aman,
tenteram, damai serta dijauhkan dari segala macam musibah. Untuk para petani,
nelayan dan buruh diberikan kemurahan rezeki serta di berikan keselamatan
selama bekerja. Bagi masyarakat Belitung Adat Maras Taun harus tetap
dilaksanakan, karena adat ini merupakan adat peninggalan nenek moyang yang
harus di lestarikan dan dijaga.
Adat istiadat
sudah ada sejak zaman dahulu kala, sebelum adanya agama. Adat istiadat
merupakan peninggalan dari nenek moyang yang harus dijaga dan dilestarikan.
Nilai moral yang terkandung didalam adat Maras Taun setiap manusia saling
tolong menolong, saling menghormati setiap perbedaan, dan menambah tali
silahturahmi antar sesama.
Sebagaimana
halnya daerah-daerah lain, adat istiadat Belitung sebagai salah satu unsur
kebudayaan daerah yang tentunya aset kebudayaan nasional juga terancam musnah.
Sesuai kodratnya, tiap kebudayaan yang ada di muka bumi ini pasti mengalami
perubahan, cepat atau lambat. Perubahan ini tidak hanya terbatas pada bentuk
lahirnya saja tetapi juga tidak jarang pula pada maksud atau makna yang
terkandung di dalamnya. Demikian juga halnya dengan upacara-upacara adat yang
ada dalam suatu masyarakat, cepat atau lambat pasti mengalami perubahan, bahkan
mungkin mengalami kepunahan.
BAB
II
PEMBAHASAN
Salah
satu budaya khas di Belitung yang melegenda dan menarik untuk telusuri yakni
Tradisi Maras Taun. Maras Taun sendiri berasal dari dua kata yakni “Maras” yang
berarti memendekkan atau memotong dan “Taun” yang berarti tahun. Maras Tahun
sendiri digelar untuk memperingati agenda satu tahunan pesta rakyat yakni
merayakan masa penen raya.
Munculnya
tradisi Maras Taun (Maras Taon) ini bermula dari masyarakat Desa Selat Nasik,
Pulau Mendanau, Kabupaten Belitung. Masyarakat Desa Selat Nasik yang berprofesi
sebagai petani ini setiap tahunnya memperingati hari panen padi ladang. Padi
ladang sendiri memang berbeda dengan padi-padai lainnya karena hanya bisa
dipanen setelah 9 bulan masa tanam. Dari sini maka perayaan panen padi ladang
dilakukan masyarakat Desa Selat Nasik setiap satu tahun sekali.

Dalam
perkembangannya, peringatan masa panen padi ladang di masyarakat Desa Selat
Nasik ini meluas menjadi peringatan ungkapan syukur semua penduduk Pulau
Mendanau. Pelakunya juga bukan hanya petani saja, tapi juga seluruh profesi
seperti nelayan dan lainnya. Jadi nelayan juga ikut merayakan peringatan
ungkapan rasa syukur ini setelah musim penangkapan ikan tenggiri yang disertai
keadaan laut yang tenang. Tidak hanya pada masyarakat Pulau Mendanau saja, tapi
tradisi Maras Taun ini kemudian meluas lagi perkembangannya pada masyarakat
seluruh Pulau Belitung. Dari sinilah kemudian Maras Taun menjadi tradisi dan
budaya masyarakat Belitung.
Rangkaian acara tradisi maras taun

Dalam
tradisi Maras Taun ini ada serangkaian acara yang akan digelar. Bahkan begitu
banyaknya acara dalam Maras Taun, membuat tradisi ini harus dilaksanakan selama
tiga hari. Nantinya dihari ketiga atau hari terakhir akan ada puncak perayaan
Maras Taun yang ditunggu-tunggu masyarakat. Pada hari pertama dan kedua, Maras
Taun akan ada beberapa pertunjukan kesenian yang digelar. Kesenian yang
dipertunjukkan ini sendiri kebanyakan berasal dari Desa Selat Nasik yang
merupakan tempat awal mula munculnya tradisi Maras Taun. Beberapa kesenian yang
dipertunjukkan pada hari pertama dan kedua Maras Taun ini antara lain Stambul
Fajar, Teater Dulmuluk, Tari Piring khas Minang, dan lainnya. Tidak ketinggalan
juga ada pentas musik organ tunggal yang dihadirkan untuk semakin memeriahkan
tradisi Maras Taun.
Sebelum
puncak Maras Taun ini digelar dihari ketiga, masyarakat akan menyiapkan
berbagai hal seperti tepung tawar, garu/dupa, dan juga air. Tidak lupa juga
sebelum puncak ritual diselenggarakan, akan ada prosesi pembersihan kampung
yang dipimpin oleh dukun kampong. Ritual pembersihan kampung sendiri dilakukan
dengan menggunakan daun neruse dan air.

Puncak perayaan maras taun
Pada
hari ketiga, perayaan Maras Taun mencapai puncaknya. Pada puncak perayaannya
ini, juga digelar beberapa acara seperti pertunjukkan Tari Tumbuk Lesung dan
lagu Maras Taun. Tari Tumbuk Lesung dan lagu Maras Taun ini sendiri dibawakan
oleh 12 gadis remaja dengan menggunakan kebaya khas petani perempuan beserta
topi capingnya. Tarian yang dibawakan sendiri menggambarkan petani yang bekerja
menggarap dan memanen sawah. Sembari menari, para 12 gadis remaja ini juga
menyanyikan lagu dengan lirik yang menyiratkan rasa syukur atas hasil panen
yang diperoleh.

Setelah tarian dan lagu Maras Taun ini dipentaskan, maka
acara puncak dilanjutkan dengan kesalan. Dalam kesalan ini digelar lantunan doa
syukur atas panen yang telah diperoleh. Dalam kesalan juga dilantunkan doa
untuk permohonan keberkahan untuk panen di tahun depan. Lantunan doa dalam
kesalan sendiri dipimpin oleh 2 orang tetua adat. Nantinya setelah doa
dipanjatkan maka tetua adat akan menyiramkan air yang telah dicampur dengan
daun Nereuse dan Ati-ati. Ritual penyiraman ini dilakukan sebagai simbol
membuang kesialan bagi warga desa. Secara umum, puncak ritual Maras Taun ini
terdiri dari beberapa rangkaian acara yakni doa awal, tepong taw Belitung dan
doa penutup.
Berebut lepat
Setelah pembacaan doa dan ritual penyiraman maka kemudian
dilanjutkan dengan acara berebut lepat. Lepat sendiri adalah makanan yang
dibuat dari beras ladang dengan warna merah dengan isian daging cingcang atau
potongan ikan. Nantinya lepat-lepat berukuran kecil yang dibuat dengan jumlah
ribuan ini akan dibagi kepada warga masyarakat. Nah saat lepat kecil dibagi,
masyarakat akan berebut untuk mengambilnya. Acara berebut lepat sendiri menjadi
simbol kebahagiaan dan kegembiaraan masyarakat atas hasil panen yang diperoleh.

Pemotongan lepat besar

Selain lepat kecil, dalam puncak acara Maras Taun ini kita
juga akan menjumpai lepat berukuran besar dengan berat sekitar 25 kg. Jadi
sebelum lepat kecil dibagikan kepada warga maka terlebih dahulu akan dilakukan
pemotongan lepat besar oleh pemimpin setempat ataupun tamu kehormatan. Setelah
dipotong-potong, lepat besar kemudian akan dibagi-bagikan kepada warga.
Pemotongan dan pembagian lepat besar ini sendiri juga memiliki makna yaitu
pemimpin yang selalu melayani rakyatnya.
Makna maras taun
Dari hakikat namanya, maka akan
didapatkan makna dari tradisi Maras Taun yakni masyarakat yang meninggalkan
tahun lalu dengan ucapan penuh rasa syukur dan juga permohonan agar di tahun
depan banyak hal baik yang diperoleh. Meski Maras Taun ini sudah menjadi budaya
seluruh Belitung, tapi perayaan rutin setiap tahunnya hanya diagendakan di Desa
Selat Nasik yang memang merupakan tempat pertama kali munculnya tradisi Maras
Taun.
.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Maras Taun
adalah ucapan syukur atas limpahan rezeki dari hasil panen bagi para petani
padi ladang di pulau Belitung dengan cara sedekah pada kekuatan alam ketika
masyarakat masih menganut kepercayaan animisme. Namun ketika Islam masuk maka
ucapan syukur tersebut ditujukan kepada Allah SWT. Padi ladang hanya dapat
dipanen setelah ditanam sembilan bulan sehingga peringatannya dilakukan setahun
sekali.
Maras Taun berasal dari kata
“maras” yang artinya Memendekan. Sedangkan “Taun” berasal dari kata Tahun.
Maras Taun diadakan setahun sekali oleh masyarakat desa di Belitung sebagai
wujud rasa syukur setelah melewati musim panen padi. Maras Taun merupakan
pertanggungjawaban dukun kampung kepada masyarakat.
Sumber/referensi:
Wawancara dengan beberapa mahasiswa
Belitung yang menempuh studi Etnomusikologi Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
www.belitungisland.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar