Sabtu, 25 Mei 2019

Mengintip Pergantian Bregada Jaga di Pura Pakualaman Yogyakarta



Oleh: Bayu Aditya Rahman/ 2017015145
Abstrak
Mengenal kebudayaan daerah sendiri adalah hal yang mungkin kurang menarik bagi sebagian orang. Kebudayaan sekitar kadang lebih berbobot daripada kebudayaan hura-hura dan individualistis orang barat. Pergantian bregada jaga atau Upacara Ganti Dwaja adalah kegiatan budaya yang dilaksanakan di Pura Pakualaman Yogyakarta yang rutin diadakan setiap 35 hari sekali pada hari Sabtu Kliwon. Pergantian jaga dilakukan oleh pasukan penjaga Bregada Lombok Abang dengan Bregada Plangkir. Bregada Lombok abang adalah pasukan khas pakualaman dengan sragam dominan warna merah, merupakan pasukan garis depan dengan senjata tombak. Bregada Plangkir adalah pasukan khas pakualaman dengan seragam dominan warna hitam, merupakan pasukan garis belakang karena bersenjatakan senapan laras panjang. Prosesi utama dari upacara ini adalah upacara mengganti Dwaja oleh kedua pasukan di dalam Pura Pakualaman dilanjutkan kirab mengelilingi Beteng Pakualaman. Pergantian Bregada Jaga atau Upacara Ganti Dwaja mengandung berbagai makna filosofis dan budaya karena mengusung perlengkapan Legiun Pakualaman yang masih otentik sejak lebih dari satu abad silam. Sekarang pergantian bregada jaga didukung oleh dinas kebudayaan untuk menarik minat wisatawan untuk datang ke Pura Pakualaman. Kegiatan dibuat sebuah serangkaian dan disediakan panggung kesenian dan pasar kaget supaya lebih meriah.

Keywords: Pakualaman, Bregada, Ganti Dwaja, Lombok Abang, Plangkir


PENDAHULUAN
Gajah di pelupuk mata tidak tampak sedangkan semut diseberang lautan tampak. peribahasa tersebut bukan hanya berlaku bagi kesalahan, namun juga dalam berbagai hal. Budaya dan kesenian disekitar kita kadang lolos dari pengamatan padahal mungkin lebih bagus dan berbobot daripada kebudayaan dari luar. Hingar bingar budaya hedonisme orang barat kadang lebih menarik daripada budaya daerah kita yang dianggap kuno. Pura Pakualaman adalah istana yang jarang dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Istana ini juga jarang diliput oleh media cetak maupun elektronik karena biasanya hanya pada saat grebeg atau jika ada acara besar lainnya. Pergantian Bregada Jaga adalah acara rutin yang dilaksanakan setiap 35 hari sekali yang bersifat intern. Saat ini pengelola Pura Pakualaman bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Yogyakarta dalam memeriahkan acara Pergantian Bregada Jaga. Tujuan ditulisnya artikel ini adalah agar kegiatan kebudayaan di sekitar kita dapat menggaung dan menarik orang-orang untuk memeriahkan kegiatan kebudayaan dalam hal ini tentang Pergantian Bregada Jaga Pura Pakualaman Yogyakarta. Mengetahui sisi filosofis dari acara Pergantian Bregada Jaga Pura Pakualaman Yogyakarta. Serta melihat arti perlengkapan Pasukan Bregada Jaga Pakualaman Yogyakarta.



PEMBAHASAN
Pura Pakualaman adalah cagar budaya yang berada di sebelah timur laut dari Kraton Yogyakarta. Pergantian bregada jaga atau upacara tradisi Ganti Dwaja berarti pergantian pasukan jaga yang secara simbolis menjaga istana/ pura pakualaman. Pergantian dilakukan setiap tiga puluh lima hari sekali berdasarkan kalender jawa yaitu setiap Sabtu Kliwon. Semisal sebelumnya dijaga Bregada Lombok Abang maka akan digantikan oleh Bregada Plangkir sampai 35 hari selanjutnya. Dilaksanakan hari Sabtu Kliwon dikarenakan hari tersebut merupakan pasaran lahir Adipati Pakualam X, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Pakualam X. hal ini berkaitan dengan mitos weton atau pasaran lahir merupakan hari sial atau hari dimana si pemilik weton memiliki pertahanan batin yang melemah. Oleh karena itu Ganti Dwaja ini dilakukan karena pada saat pergantian adalah saat pertahanan terlemah sekaligus terkuat karena ada banyak orang yang menjaga. Bahwa pasukan penjaga akan selalu siap siaga menjaga keselamatan rajanya. Makna Bregada Jaga sendiri yaitu pertanda siap dalam melakukan penjagaan secara sungguh-sungguh
Ada dua prajurit jaga di Pura Pakualaman yang masing-masing memiliki sebanyak 50 prajurit yaitu Bregada Lombok Abang dan Bregada Plangkir. Dibentuk pada tahun 1813 pada masa pemerintahan Pakualam I sebagai pasukam tempur bernama Legiun Pakualaman. Pada saat itu juga berfungsi sebagai prajurit cadangan bagi tentara Inggris dan Belanda sehingga pasukan Legiun Pakualaman dilatih dengan gaya, taktik perang, persenjataan, dan perpangkatan gaya Eropa.

Bregada Lombok Abang
Bregada Lombok Abang berseragam merah-merah sebagai ciri khasnya, merupakan kesatuan yang berbeda dari pasukan berjuluk Lombok Abang (Wirabraja) Keraton Yogyakarta yang bertopi lancip seperti cabai. Bregada Lombok Abang membawa senjata tombak yang juga diberi warna merah. Berbaris empat banjar dengan diawali satu orang pemimpin membawa pedang komando, satu orang pembawa panji lalu barisan serdadu terdiri dari empat orang pembawa pembawa tambur, empat orang pembawa seruling, dua orang pembawa bendhe, dan satu orang pembawa kempyeng, dan sisanya tentu pasukan pembawa tombak. Secara filosofis warna merah diartikan keberanian mutlak, begitu juga dengan bregada lombok abang adalah pasukan paling pemberani. Pasukan  Lombok Abang merupakan pasukan pengawal pribadi raja yang senantiasa melindungi raja. Bregada Lombok Abang memiliki Dwaja/ bendera berwarna merah warna merah juga melambangkan karakter api yang membawa makna garang. Tombak memiliki makna filosofis menghindarkan segala mara bahaya, selalu lurus atau fokus dalam berpikir serta menjalani kehidupan senantiasa di jalan yang benar.

Bregada Plangkir
Bregada Plangkir berseragam dominan hitam dengan ornamen emas mirip dengan seragam pasukan serdadu Eropa terutama Inggris. Banyak sejarawan berpendapat bahwa bregada ini dulunya adalah hadiah dari kerajaan Inggris untuk menekan atau mengintimidasi Kesultanan Yogyakarta. Merupakan prajurit garis belakang karena bersenjatakan senapan laras panjang. Istilah Plangkir mirip dengan kata Flanker bahasa inggris untuk istilah yang berada pada sisi belakang. Barisan Bregada Plangkir juga dipimpin oleh komandan dengan pedang komando, dilanjutkan dengan satu orang pembawa Dwaja lalu empat orang pembawa tambur sisanya empat banjar pembawa senapan laras panjang/ bedhil beserta bayonetnya. Dwaja Bregodo Plangkir berwarna hitam dengan simbol pakualaman di tengahnya. Warna hitam identik dengan kuat dan tegas karena tidak bisa dinodai oleh warna lain, sedangkan warna putih pada celana tentu untuk menyeimbangkan dengan filosofi warna hitam pada baju dan topi pasukan. Bedhil dan bayonet adalah simbol dari satunya hati pemikiran dan ucapan akan membawa serta tindakan yang menimbulkan konsekuensi tersendiri dan harus diterima. Karena dalam menarik pelatuk harus menyiapkan pikiran dan hati, sehingga peluru akan melesat menuju sasaran dan kita tidak bisa menariknya kembali dan menerima konsekuensi pilihan kita. Pangkat dalam prajurit bregada dari yang paling rendah adalah jajar mas, mas bekel, mas lurah, dan tertinggi mas ngabehi.
Acara dimulai sudah sejak Jumat malam yaitu sarasehan dan karawitan. Kemudian dari pagi hari stand-stand makanan (pasar kaget) akan memenuhi pinggir jalan dan alun-alun depan Pura Pakualaman. Pada Sabtu (20/04) nampak disediakan panggung kesenian  dan atraksi berupa Jathilan atau tarian tradisional dari Kulonprogo bahkan kadang ada juga atraksi Jemparingan atau seni memanah ala Jawa untuk memeriahkan acara. Diawali dari prajurit berbaris keluar dari Masjid Pura Pakualaman menuju halaman istana. Lalu upacara di pura pakualaman, memancang bendera kebesaran dan membaca janji dan dilanjutkan kirab keliling beteng pakualaman. Lalu malamnya kadang diadakan pertunjukan wayang di panggung yang telah disediakan.

PENUTUP
Pergantian Bregada Jaga pada Pura Pakualaman merupakan kegiatan rutin setiap 35 hari sekali yang diadakan di kompleks Pura Pakualaman untuk menandai pergantian tugas jaga pasukan penjaga. Dilaksanakan dengan kegiatan inti berupa upacara, mengganti bendera (Ganti Dwaja) dan kirab mengelilingi Beteng Pura Pakualaman. Dilaksanakan oleh Bregada Lombok Abang dan Bregodo Plangkir untuk saling bergantian dalam menjaga Pura Pakualaman.
Pergantian Bregada Jaga merupakan simbol kesiap-siagaan prajurit Pura Pakualaman untuk senantiasa menjaga keselamatan dan keamanan rajanya yaitu Sri Pakualam X. dilaksankan tiap pasaran lahir Sri Pakualam X karena disimbolkan hari pasaran lahir adalah hari dimana melemahnya pertahanan fisik dan bathin orang tersebut. Pergantian berarti titik kelemahan sekaligus kekuatan disaat bersamaan.
Atribut Bregada Lombok Abang didominasi warna merah agar terkesan berani, garang dan kuat. Senjata tombaknya berarti perlindungan dari segala marabahaya dan ketetapan hati dalam hidup di jalan yang lurus. Sedangkan atribut Bregada Plangkir didominasi warna hitam yang terkesan tegas dan kuat serta pendirian yang kokoh serta warna putih pada celana sebagai penetral bahwa hidup selalu seimbang jika ada keburukan pasti ada kebaikan. Bedhil dan bayonet artinya satunya hati dan ucapan akan membawa serta tindakan dan konsekuensi yang harus diterima seseorang.


SUMBER/ REFERENSI
Artikel ini bersumber dari observasi penulis di cagar budaya Pura Pakualaman pada hari Sabtu Kliwon 20 April 2019 pukul 15.12 WIB
Rochmana, Fatma. 2015. Makna Simbolik Atribut Prajurit Kadipaten Pakualaman Yogyakarta. Skripsi. Pendidikan Seni Rupa Fakultas Budaya dan Seni. Universitas Negeri Yogyakarta: Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TRADISI NYADRAN DI MAKAM SEWU DIWIJIRWJO PANDAK BANTUL

Oleh : Febriana SiskaWati (2017015260) Febrianasiska123@gmail.com Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa ABSTRAK Tulisan ini m...