Sabtu, 25 Mei 2019

BUDAYA PADUSAN UNTUK MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN




Devi Puspitasari
2017015040
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Abstrak: Dalam rangkaian menyambut Bulan Suci Ramadhan, ummat islam di Nusantara memiliki beraneka ragam cara dan tradisi. Khususnya bagi masyarakat Jawa. Tujuan artikel ini untuk mengupas lebih dalam tentang kebudayaan di beberapa daerah yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menyambut bulan Bulan Suci Ramadhan. Indonesia kaya akan variasi tradisi/budaya, baik keagamaan, kedaerahan, maupun perpaduan antara keagamaan dan kedaerahan. Zaman dahulu, tradisi padusan ini dilakukan dengan mendatangi sumber mata air murni yang dipercaya warga dapat mendatangkan berkat. Selain itu, Dahulu acara ini sangat sakral karena diadakan di kolam-kolam masjid atau mata sir tertentu yang ditunjuk dan dilakukan terpisah antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman dan pergantian generasi, tradisi sudah banyak mengalami perubahan atau pergeserang dari makna sosiologisnya yang asli. Tradisi padusan bisa dilakukan di sungai, kolam, tempat wisata atau bahkan rumah sendiri. Namun demikian, pada suatu wilayah tertentu masih tetap mempertahankan dan mempercayai adatnya sebagai peninggalan nenek moyang. Pada puncaknya budaya tersebut akan bisa menjadi ciri dan kebanggaan daerah, bahkan prosesi ritualnya kemudian menjadi aset wisata. Zaman dahulu, tradisi padusan ini dilakukan dengan mendatangi sumber mata air murni yang dipercaya warga dapat mendatangkan berkat. Mereka pun akan mandi besar, yakni dengan membersihkan badan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Filosofi dari padusan adalah membersihkan diri sehingga ketika kita melakukan harus benar-benar sesuai dengan ajaran agama.
Kata kunci : Bulan Suci Ramadhan, Padusan.


Pendahuluan
Bagi umat Islam berkewajiban untuk menyempurnakan rukun islam, salah satunya dengan berpuasa di bulan Ramadhan. Berpuasa di bulan Ramadhan dengan tujuan agar umat Islam bertambah ketaqwaannya kepada Allah, mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu berpuasa juga bertujuan untuk menahan hawa nafsu manusia.
Tujuan artikel ini untuk mengupas lebih dalam tentang kebudayaan di beberapa daerah yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menyambut bulan Bulan Suci Ramadhan.
Para ahli kesehatan berpendapat bahwa berpuasa di bulan Ramadhan memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah: menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah, mengurangi kegemukan, sehat bagi ginjal, membantu melawan penyebaran sel-sel kanker dan tumor, mengeluarkan racun melalui aliran darah, memperlambat penuaan, mencegah diabetes dan mencerdaskan otak. Dengan memahami manfaatnya, umat Islam akan semakin mantap untuk menunaikan ibadah puasa.
Namun, sebelum berpuasa umat Islam perlu mensucikan batin dan raga. Mensucikan batin dengan membangun niat dan motivasi yang kuat dalam berpuasa. Mensucikan raga dengan membersihkan sekujur tubuh dengan air suci. Salah satunya dengan padusan.
Tradisi padusan merupakan tradisi sambut bulan puasa yang dilakukan oleh masyarakat umat Muslim yang berada di Jawa Tengah dan juga DIY. Tradisi ini dilakukan dengan cara mandi atau berendam di kolam masjid, laut atau di sumber-sumber air yang dianggap keramat.
Pembahasan
Bulan puasa adalah bulan yang penuh berkah sekaligus mempunyai keistimewaan sendiri. Karena menurut filosofi Jawa khususnya, puasa merupakan laku prihatin dan sarana untuk mendekatkan diri pada tuhan, demi mencapai derajat. Tradisi merupakan suatu ritual yang dianggap penting dan dilakukan rutin dalam jangka waktu tertentu di tanggal dan bulan tertentu. Bukan hanya padusan, ada ritual lain yaitu nyadran.
Setelah melaksanakan nyadran, masyarakat Jawa biasanya melakukan pencucian diri melalui ritual yang disebut padusan. Prosesinya dimulai dengan mengguyurkan kepala dengan satu gayung air kembang. Setelah itu, sebuah wadah dari tanah liat yang juga berisi air dan kembang dibanting di depan kolam tempat padusan, sebagai penutup ritual.
Tradisi padusan merupakan tradisi sambut bulan puasa yang dilakukan oleh masyarakat umat Muslim yang berada di Jawa Tengah dan juga DIY. Tradisi ini dilakukan dengan cara mandi atau berendam di kolam masjid, laut atau di sumber-sumber air yang dianggap keramat.
Padusan berasal dari kata adus, yang berarti mandi. Padusan dalam hal ini bermakna proses proses aktivitas mandi. Dalam pengertian budaya, tradisi padusan yang berasal dari Wali Songo ini merupakan tradisi masyarakat untuk membersihkan diri atau mandi besar dengan maksud mensucikan raga dan jiwa dalam rangka menyambut datangnya hari ataupun bulan istimewa, seperti bulan Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, dan Hari Raya Idul Adha.
Sukijo Utomo (29/04/19), warga daerah setempat mengemukakan bahwa tujuan dari padusan yang dilaksanakan sehari sebelum puasa Ramadhan yaitu untuk membersihkan diri dan hatinya dari kotoran-kotoran / dosa yang selama manusia hidup agar sewaktu berpuasa mereka dalam keadaan yang bersih dan semakin bertambah keimanannya.
Dalam Agama Islam, tradisi padusan atau balimau sebenarnya tidak ada. Di dalam Al-Quran atau Hadist tidak tercantum perintah untuk melakukan padusan sebelum puasa. Ini adalah murni tradisi yang berkembang di masyarakat Jawa. Karena padusan adalah sebuah tradisi, maka tidak ada keharusan untuk melakukan padusan sehari sebelum memasuki bulan Ramadhan.
Sejarah Zaman dahulu, tradisi padusan ini dilakukan dengan mendatangi sumber mata air murni yang dipercaya warga dapat mendatangkan berkat. Mereka pun akan mandi besar, yakni dengan membersihkan badan dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, tradisi padusan sudah ada semenjak pemerintah Hamengku Buwono I. Tradisi ini dulu rutin diadakan sehari sebelum puasa di kolam-kolam masjid dan sumber mata air yang ditentukan oleh Keraton. Biasanya yang melaksanakan padusan pun hanya laki-laki dengan menceburkan diri mereka ke kolam dengan bermain air di dalam kolam tersebut. Sedangkan wanita dewasa tidak melakukan tradisi padusan bersama laki-laki di kolam tersebut.
Makna simbolis padusan, sebagai persiapan fisik dan batiniah agar hati menjadi bening, bersih dan suci, sehingga ketika berpuasa tidak digoda nafsu jahat dan hina. Filosofi dari padusan adalah membersihkan diri sehingga ketika kita melakukan harus benar-benar sesuai dengan ajaran agama. Misalnya, berpakaianlah yang sopan serta tidak bercampur dengan lawan jenis. Dengan demikian, makna tradisi padusan tetap terjaga meski zaman sudah berubah.
Biasanya warga mendatangi sumber mata air yang ditunjuk sebagai mata air bersih sebagi simbol pembersihan badan tersebut sebagai cara untuk mensucikan diri sehingga bersih secara lahir dan batin. Tradisi ini dilakukan dengan berendam atau mandi di sumur-sumur atau sumber mata air.
Faktanya, pada zaman yang modern ini, tradisi padusan berubah drastis. Seminggu sebelum Ramadhan, sudah penuh dengan pengunjung. Hal ini karena Pemda setempat (Jawa Tengah dan DIY) biasanya mengagendakan tradisi ini sebagai acara rutin setiap tahun. Bahkan untuk menambah semakin meriahnya acar padusan, berbagai acarapun digelar seperti pasar rakyat dan pentas dangdut.
Pada golongan orang tua, mereka telah melaksanakan padusan setiap tahunnya, dari kecil hingga usia matang mereka. Dan pada umumnya, mereka telah benar-benar memahami dan menghayati nilai-nilai yang terselubung dibalik pelaksanaan ritual padusan. Namun, tidak semua golongan pertama ini benar-benar mengerti akan tradisi ini, tujuan yang terkandung di dalamnya, juga kearifan lokal dalam tradisi tersebut.
Sedangkan pada golongan muda, umumnya telah pudarnya nilai-nilai adat istiadat pada ritual-ritual nenek moyang termasuk padusan. Sebagai contoh anak muda lebih cenderung melakukan ritual padusan di tempat-tempat ramai, unsur ikut-ikutan dan mengutamakan unsur rekreasi dan main-main lebih dominan dibanding dengan menghayati nilai-nilai dan kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi ini.
Dahulu acara ini sangat sakral karena diadakan di kolam-kolam masjid atau mata air tertentu yang ditunjuk dan dilakukan terpisah antara laki-laki dan perempuan. Namun sekarang bisa dilakukan di sungai, kolam, tempat wisata atau bahkan rumah sendiri.
Serangkaian tradisi Jaawa menjelang puasa itu memiliki kearifan yang dalam. Pertama, sebagai sarana menciptakan relasi sosial kemasyarakatan (horizontal) yang harmonis. Nyadran misalnya, tidak sekedar gotong royong membersihkan makam leluhur, selamatan dengan kenduri, dan membuat kue apem. Tetapi lebih menjelma ke ajang silaturahmi, wahana perekat sosial, sarana membangun jati diri bangsa dan rasa kebangsaan. Itu terlihat dalam prosesi nyadran, dimana kelompok-kelompok keluarga atau trah tertentu, berkumpul menjadi satu, saling mengasihi satu sama lain.
Kedua, wujud penghargaan kepada leluhur atau pendahulu. Mereka yang pulang dari rantau mengaitkan nyadran dengan sedekah, beramal kepada para fakir miskin, membangun tempat ibadah. Kegiatan tersebut sebagai wujud balas jasa atas pengorbanan leluhur, yang sudah mendidik hingga menjadi orang yang sukses.
Ketiga,budaya membersihkan jasmani dan rohani ketika hendak beribadah atau mendekatkan diri kepada Tuhan. Kebersiahan jasmani melalui ritual padusan diharapkan akan menyucikan hati dari segenap perasaan iri, dengki, dan takabur.
Tradisi Jawa menjelang pelaksanaan patut dipertahankan. Bukan hanya berbagai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya, lebih dari itu sebagai wujud pelestarian budaya peninggalan nenek moyang.
Pada tanggal 5 Mei 2019 kemarin, masyarakat Jawa, khususnya Klaten, melakukan tradisi padusan di Umbul Brintik. Lokasi Umbul Brintik tak jauh dari pusat wisata Umbul Pluneng yang hanya berjarak kira-kira 3-4 kilometer saja. Umbul Brintik terletak di Desa Malangjiwan, Kecamatan Kebonarum, yang bisa ditempuh dengan mudah dari pusat kota Klaten.
Masyarakat hanya perlu menempuh jarak 5 kilometer saja setelah melewati Pabrik Gula Gondang. Dan hanya dikenakan biaya senilai 5 ribu rupiah per orang untuk melakukan tradisi padusan sekaligus menikmati momen bersama keluarga.
Kesimpulan
Tradisi padusan merupakan tradisi sambut bulan puasa yang dilakukan oleh masyarakat umat Muslim yang berada di Jawa Tengah dan juga DIY. Tradisi ini dilakukan dengan cara mandi atau berendam di kolam masjid, laut atau di sumber-sumber air yang dianggap keramat.
Sejarah Zaman dahulu, tradisi padusan ini dilakukan dengan mendatangi sumber mata air murni yang dipercaya warga dapat mendatangkan berkat. Mereka pun akan mandi besar, yakni dengan membersihkan badan dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Makna simbolis padusan, sebagai persiapan fisik dan batiniah agar hati menjadi bening, bersih dan suci, sehingga ketika berpuasa tidak digoda nafsu jahat dan hina. Filosofi dari padusan adalah membersihkan diri sehingga ketika kita melakukan harus benar-benar sesuai dengan ajaran agama.
Tradisi Jawa menjelang pelaksanaan patut dipertahankan. Bukan hanya berbagai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya, lebih dari itu sebagai wujud pelestarian budaya peninggalan nenek moyang.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
Daftar Pustaka
Widyastutik, Retno. 2010. Pandangan Masyarakat Mengenai Tradisi Padusan. Universitas Sebelas Maret.
Hasan, Djafar. 1993. Sejarah Keudayaan Jawa. Jakarta: CV. Manggala Bhakti. Hal.37-38

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TRADISI NYADRAN DI MAKAM SEWU DIWIJIRWJO PANDAK BANTUL

Oleh : Febriana SiskaWati (2017015260) Febrianasiska123@gmail.com Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa ABSTRAK Tulisan ini m...