Oleh
: Handika Saputra (2016015065)
Pendahuluan
Kebudayaan di Indonesia merupakan
suatu hal yang tidak bisa lepas dari tradisi kebiasaan. Tradisi tidak akan
berhenti akan terus berkembang mengikuti perkembangan Indonesia merupakan salah
satu negara yang mempunyai banyak suku bangsa. Dengan banyaknya suku bangasa
tersebut, maka banyak pula tradisi yang ada di Indonesia ini. Namun karena
berkembangnya jaman banyak tradisi-tradisi yang sudah mulai ditinggalkan oleh
masyarakat.
Di daerah Bantul Yogyakarta,
terdapat suatu tradisi yang dilakukan oleh hampir semua lapisan masyarakat
untuk menghadapi Bulan Ramadhan yakni dengan Padusan. Dilihat dari segi bahasa
padusan merupakan kata keterangan yang berasal dari kata adus kemudian mendapat
imbuhan an. Secara etimologis padusan berarti adus yang dalam Bahasa Jawa
berarti mandi. Adus merupakan kata kerja yang artinya membersihkan diri dengan
perantara atau media air, agar tubuh kita terbebas dari noda-noda. Secara
istilah padusan ialah suatu ritual membersihkan diri sebelum melaksanakan
Ibadah di Bulan Ramadhan. Padusan ini dilakukan sehari sebelum datangnya Bulan
Ramadhan. Tradisi Padusan yang dilakukan warga Bantul dilakukan di berbagai
tempat yang memiliki air yang banyak yakni di kolam, embung, pantai atau sumber
air lainnya. Akan tetapi yang paling banyak anggota masyarakat yang melakukan
Padusan dilakukan di Pantai seperti Pantai Parangtritis, Pantai Depok, Pantai
Goa Cemara, Pantai Pandansari, dan pantai-pantai lainnya.
Prosesi Padusan yang dilakukan masyarakat
Bantul pun tidak memiliki pakem yang ada. Salah satu masyarakat mengatakan
prosesi padusan dilakukan dengan menceburkan diri seluruhnya ke dalam air atau
membasahi kesemua badan. Atau bisa dikaitkan dengan mandi besar. Ritual padusan
ini dilakukan sebagai rasa syukur, rasa senang, dan penghayatan akan datangnya
Bulan Ramadhan. Karena Bulan Ramadhan dianggap suci, maka masyarakat melakukan
padusan untuk mensucikan diri dari segala kotoran baik kotoran tubuh maupun
hati sehingga ketika menjalankan berbagai ibadah di Bulan Ramadhan bisa
maksimal.
Pembahasan
Ramadhan
merupakan bulan yang penuh rahmat dan barakah menurut pandangan umat Islam.
Begitu juga dengan kalangan umat Islam di daerah Bantul Yogyakarta. Ramadhan
merupakan bulan dilipatkannya pahala dan dibukanya pintu ampunan. Oleh karena
itu, di kalangan umat Islam, Bulan Ramadhan merupakan bulan yang sangat dinanti
kedatangannya dengan penuh dengan suka cita.
Di
daerah Bantul Yogyakarta, terdapat suatu tradisi yang dilakukan oleh hampir
semua lapisan masyarakat untuk menghadapi Bulan Ramadhan yakni dengan Padusan.
Dilihat dari segi bahasa padusan merupakan kata keterangan yang berasal dari
kata adus kemudian mendapat imbuhan an. Secara etimologis padusan berarti adus
yang dalam Bahasa Jawa berarti mandi. Adus merupakan kata kerja yang artinya membersihkan
diri dengan perantara atau media air, agar tubuh kita terbebas dari noda-noda.
Secara istilah padusan ialah suatu ritual membersihkan diri sebelum
melaksanakan Ibadah di Bulan Ramadhan. Padusan ini dilakukan sehari sebelum
datangnya Bulan Ramadhan.
Tradisi
Padusan yang dilakukan warga Bantul dilakukan di berbagai tempat yang memiliki
air yang banyak yakni di kolam, embung, pantai atau sumber air lainnya. Akan
tetapi yang paling banyak anggota masyarakat yang melakukan Padusan dilakukan
di Pantai seperti Pantai Parangtritis, Pantai Depok, Pantai Goa Cemara, Pantai
Pandansari, dan pantai-pantai lainnya.
Prosesi Padusan yang dilakukan
masyarakat Bantul pun tidak memiliki pakem yang ada. Salah satu masyarakat
mengatakan prosesi padusan dilakukan dengan menceburkan diri seluruhnya ke
dalam air atau membasahi kesemua badan. Atau bisa dikaitkan dengan mandi besar.
Ritual padusan ini dilakukan sebagai rasa syukur, rasa senang, dan penghayatan
akan datangnya Bulan Ramadhan. Karena Bulan Ramadhan dianggap suci, maka
masyarakat melakukan padusan untuk mensucikan diri dari segala kotoran baik
kotoran tubuh maupun hati sehingga ketika menjalankan berbagai ibadah di Bulan
Ramadhan bisa maksimal.
Ada juga masyarakat yang
melakukan padusan di rumah masing-masing yakni dengan mandi sendiri. Hal ini
dilakukan karena ada juga anggapan di masyarakat ketika mengikuti padusan di
tempat umum dengan bercampurnya laki-laki dan perempuan, maka niatan
membersihkan diri dalam jasmani dan rohani tidak maksimal dan tidak bisa
diterima karena dalam Islam laki-laki dan perempuan memiliki batas-batas dalam
hubungannya seperti aurat yang tampak ketika melakukan padusan. Namun ada juga
yang hanya sebatas formalitas karena sudah menjadi tradisi, maka yang penting
melakukan padusan di manapun tempatnya termasuk di rumah masing-masing.
Singkatnya padusan dilakukan
masyarakat Bantul satu hari menjelang Bulan Ramadhan dengan menceburkan diri di
sumber air untuk mensucikan diri. Akan tetapi bagaimana sejarahnya munculnya
tradisi Padusan di Bantul umumnya di Jawa?
Menurut Bima S Raharja, Dosen
Sastra Jawa FIB UGM (dalam Jogja Archive- ASAL-USUL TRADISI PADUSAN - YouTube),
sejarah padusan di Jawa dapat dimulai ketika masa pemahaman Hindu dan Budha
masih menjadi mayoritas di Jawa. Masyarakat Jawa pada masa Hindu Budha memiliki
pemahaman yakni ketika melakukan suatu kegiatan, diawali dengan sesuci. Sesuci
merupakan kata Bahasa Jawa dapat diartikan dengan membersihkan segala sesuatu
dalam dirinya berupa kotoran, segala sesuatu yang tidak baik yang ada dalam
dirinya untuk dihilangkan, salah satunya dengan mencari tempat yang ada sumber
airnya. Pada zaman dahulu hal ini dilakukan dengan mencari tempuran atau titik
pertemuan antara dua sungai. Orang-orang zaman dahulu kemudian melakukan
perendaman di tempuran yang ada atau salah satunya dengan tapa kungkum sebagai
sarana sesuci. Dari sesuci inilah yang kemudia di akulturasi menjadi paham
ketika akan melakukan sesuatu kegiatan tertentu, ada suatu niat yang kemudian
diistilahkan dengan padusan. Dalam istilah jawa, orang yang melakukan suatu hal
atau melakukan suatu pekerjaan, pasti ada niat tertentu. Orang jawa dahulu
lebih suka bergerak dari alamnya sendiri, berjalan sendiri, mencari sumber mata
air sendiri, untuk membersihkan diri sendiri. Sehingga ketika kita menilik
prosesi padusan zaman dahulu yang dilakukan sendiri-sendiri, dan zaman kini
yang dilakukan di tempat umum secara beramai-ramai, dapat kita katakan terjadi
pergeseran.
Sumber
-
Wawancara dengan
beberapa warga Dusun Demangan
-
Video : Jogja Archive-
ASAL-USUL TRADISI PADUSAN - YouTube

Tidak ada komentar:
Posting Komentar