Oleh : Harum
Murbaningsih (2016 015 264 / 6B/ PGSD )
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang terkenal akan
kekayaan alam dan keanekaragaman budaya. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya
adat-istiadat dari berbagai suku bangsa yang berbeda-beda,maka tidak heran jika
banyak tradisi yang muncul. Salah satu tradisi yang masih ada sejak saat ini
yaitu tradisi yang ada di bulan ruwah. Tradisi pada bulan ruwah biasanya berupa
ruwahan, nyadran dan diakhiri dengan nyekar. Ruwahan diambil dari kata ruwah yaitu nama bulan kalender
Jawa, yang berasal dari kata arwah yaitu jiwa orang yang sudah meninggal. Ruwahan juga dikatakan permulaan puasa
yang disebut dengan megengan. Ritual agama ini diadakan oleh mereka yang
setidaknya salah satu dari orang tuanya sudah meninggal. Tradisi nyadran mulanya muncul dari kalender
Islam yang awalnya menyebutkan bulan Ruwah disebut Sa’ban. Istilah dari kata sadran itulah muncul kata nyadran atau nyadranan, dan yang dimaksud adalah slametan atau sesaji, untuk
para leluhur dikuburan atau juga tempat keramat sekaligus membersihkan tempat
keramat tersebut. Sesaji yang dibawa saat nyadran
berupa makanan dan berbagai buah-buahan. Setelah acar nyadran selesai,
masyarakan akan melanjutkan dengan nyekar.
Nyekar merupakan tradisi mengirim kembang dan doa untuk arwah leluhur atau
keluarga yang sudah meninngal. Karena perkembangan masuknya ajaran islam tradisi ini mengalami alkultrasi
budaya.
Tradisi tersebut tetap dilaksanakan,
namun caranya disesuaikan misalnya saja do’a-do’a yang dipanjatkan. Sadranan
yang semula dilaksanakan di pemakaman, lalu dipindah ke masjid, mushola, atau
rumah pinisepuh atau orang yang dituakan di kampong atau desa. Artikel ini
dibuat untuk mengetahui bagaimana tradisi bulan ruwah di Desa Plataran
Selomartani Kalasan Sleman DIY yang mana termasuk daerah yang masih memegang
nilai-nilai tradisi. Selain itu untuk mengetahui bagaimana dampak bagi
kehidupan masyarakat sekitar. Metode pengambilan data dengan cara observasi dan
wawancara. Hasil yang didapatkan menunjukan adanya tradisi bulan ruwah di Desa
Selomartani membawa dampak diberbagai bidang yang ada dimasyarakat. Tradisi ruwahan dan nyadran di Dusun Selomartani
mengalami perubahan yang mana dulu berkat untuk ruwahan berupa makanan matang sekarang banyak yang menggunakan mentahan
(bahan mentah). Tradisi bulan ruwah membawa dampak positif di beberapa bidang,
misalnya saja social, ekonomi, dan budaya.
Kata
Kunci : ruwahan, Nyadran, Tradisi
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang terkenal akan
kekayaan alam dan keanekaragaman budaya. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya
adat-istiadat dari berbagai suku bangsa yang berbeda-beda, yang menghiasi
tradisi yang ada di dalamnya. Tradisi adalah sebuah kebiasaan yang mana
dilakukan secara turun menurun dari nenek moyang dan masih tetap dilakukan oleh
masyarakat yang ada disana Salah satu tradisi yang terdapat pada suku bangsa
Indonesia yang berada di pulau Jawa yaitu tradisi di bulan ruwah dan tradisi bagi orang meninggal. Asal usul
ritual kematian dalam masyarakat Islam Jawa itu sudah ada sejak dulu sebelum
Hindu dan Budha. Kemudian masuknya agama Hindu dan Budha memberikan pengaruh
dan terbentuknya budaya baru yang merupakan ajaran Hindu dan Budha. Ada
beberapa tradisi yang berasal dari agama Hindu dan Budha, di antaranya adalah
sebagai berikut Pertama, tentang doa selamatan kematian 7, 40, 100 dan 1000
hari. Karena masuknya agama islam ke tanah jawa maka membuat tradisi ini mengalami
alkulturasi dengan unsur agama islam. Selain itu pada bulan ruwah merupakan bulan dimana diadakan kiriman doa untuk para keluarga yang
sudah meninggal.
Akibat perkembangan zaman
kebudayaan serta tradisi yang ada di dalam masyarakat mengalami perubahan. Tradisi
di bulan ruwah mulai jarang
dilaksanakan sebab kebanyakan masyarakat moderen sudah tidak begitu percaya
dengan tradisi tersebut. Namun, tradisi ini masih dapat dijumpai di Plataran
Selomartani Kalasan Sleman Yogyakarta. Dibeberapa wilayah yang ada di
Selomartani masih memegang nilai dan tradisi di bulan ruwah. Walaupun cara
pelaksanaannya sudah tak seperti jaman dulu yang sangat kental dengan unsur
kejawen. Walaupun sudah lebih ke alkulturasi agama islam, tradisi di bulan ruwah di Desa Plataran tetap kaya akan nilai-nilai luhur. Artikel
ini dibuat dari beberapa observasi yang dilakukan guna mengetahui tradisi apa
saja yang ada di Desa Plataran. Apa dampak dari adanya tradisi ruwah bagi masyarakat sekitar serta
mengetahui nilai-nilai yang terkandung dari tradisi ini.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tradisi
Orang Jawa di dalam kehidupannya penuh dengan
tradisi, baik tradisi yang berkaitan dengan lingkaran mereka atau semua hal
tentang kehidupan. Misalnya saja, sejak dari keberadaannya dalam perut ibu,
lahir, kanak-kanak, remaja, sampai saat kematiaany. Upacara-upacara juga banyak
dilakukan berkaitan dengan aktifitas sehari-hari misalnya saja bagi para
petani, pedagang, nelayan, dan upacara tempat tingga (Pembangunan gedung untuk
berbagai keperluan, membangun, dan meresmikan rumah tinggal, pindah rumah, dll)
Tradisi dalam bahasa latin ditulis tradition yang
artinya teruskan atau kebiasaan yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian
dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, negara,waktu dan agama. Hal yang
paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang mana terus bersambung
antar generasi kegenerasi baik tulis maupun lisan karena tanpa adanya ini,
suatu tradisi dapat punah. Tradisi dalam juga dapat diartikan adat-istiadat
atau kebiasaan yang turun temurun yang masih dijalankan di masyarakat.
Sumber tradisi dapat juga disebuah Urf atau kebiasaan yang muncul di
tengah-tengah masyarakat kemudian tersebar menjadi budaya dan adat kebiasaan.
Salah satu yang menggunakan budaya sebagai media penyebaran agama yaitu para
walisongo. Walaupun mereka mencampur kedua budaya antara jawa dan islam tetapi
para walisongo tetap melestarikan tradisi Jawa yang tidak melenceng dari ajaran
Islam.
Tradisi adalah roh dari kebudayaan, tanpa tradisi tidak
mungkin suatu kebudayaan dapat bertahan
lama dan tetap berkembang dari zaman kezaman, serta dengan tradisi dapat membuat suatu hubungan antara individu
dengan masyarakatnya menjadi harmonis. Tradisi membuat sistem kebudayaan
menjadi kokoh dan kuat. Jika tradisi
yang ada dimasyarakat hilang maka dapat berdampak buruk dan dapat dikatakan harapan
suatu kebudayaan akan berakhir disaat itu juga.
B. Tradisi
Ruwahan di Desa Plataran
Ruwahan diambil dari kata ruwah yaitu nama bulan kalender Jawa, yang berasal
dari kata arwah yaitu jiwa orang yang sudah meninggal. Ruwahan juga dikatakan permulaan puasa yang disebut dengan
megengan. Ritual agama ini diadakan oleh meraka yang setidaknya salah satu dari
orang tuanya sudah meninggal. Tradisi ruwahan
ini ditandai dengan adanya panganan dari tepung beras yaitu apem yang merupakan
lambang dari kematian. Sejenak sebelum selamatan, orang pergi ke makam untuk
menyebarkan bunga di kuburan orang tuanya sambil kirim do’a. orang juga mandi
keramas untuk mensucikan diri menghadapai puasa. Megengang termasuk selamatan
yang berbeda dengan lainnya, karena megengan diadakan sebelum matahari
terbenam, selamatan ini juga menandai siang hari terakhir orang diperbolehkan
makan, sebelum puasa tiba.
Tradisi Megengan
pada awalnya disebarkan oleh Sunan Kalijaga yang menyebarkan ajaran agama Islam
di Jawa. Beberapa sumber online menyebutkan bahwa Megengan berasal dari kata “megeng” yang berarti menahan. Maksudnya adalah
masyarakat diharapkan dapat menahan makan, minum serta hawa nafsu ketika akan
memasuki bulan ibadah puasa. Tradisi Megengan
diwujudkan dengan pembuatan kue apem sebagai permintaan maaf kepada para
tetangga dan sebagai sesaji agar doa yang dipanjatkan untuk leluhur dapat
diterima. Oleh sebab itu, setiap keluarga yang menempati satu rumah wajib untuk
membuat kue apem yang nantinya dibagikan kepada para tetangga. Di beberapa
daerah, kue apem biasa dilengkapi dengan pisang raja. Maknanya adalah apem dan
pisang tersebut seperti payung yang dapat melindungi seseorang dari cobaan
ketika menjalankan ibadah puasa.
Namun, di Desa
Plataran tradisi ruwahan
dilaksanankan dengan cara berkatan atau ambengan. Yang mana setiap keluarga
yang memiliki anggota keluarga meninggal akan melakukan slametan secara
bergantian. Acara ruwahan biasanya
dilaksanakan bakdo magrib (setelah magrib) atau bakdo ishak (setelah isyak).
Acara akan dimulai setelah para laki-laki berkumpul ditempat yang mengundang
dan dipimpin oleh seorang mbah kaum (orang yang dituakan dan dihormati). Mbah
kaum akan membacakan doa-doa untuk mendoakan para leluhur dan diakhiri dengan
pembagian berkat.
Gambar
1.1
Berkatan yang
diberikan berisi berbagai makanan, karena perubahan zaman berkatan juga mulai
menglami perubahan. Tidak banyak lagi rumah yang memberikan berkatan berupa
makanan matang. Mereka memilih menggantinya dengan berkatan mentah (bahan
makanan). Berkatan matang berisi berbagai jenis makanan misalnya saja peyek,
nasi gurih (nasi yang dimasak dengan santan), daging ayam jawa, telur, dll. Pada
Gambar 1.1 merupakan foto berkat untuk mbah kaum atau pemimpin acara. Yang
membuat berbeda dengan berkat lainnya hanya daging ayam yang lebih berukuran
besar atau mendapat satu bagian. Sedangkan untuk berkat mentahan berupa beras,
telur, sarimi, gula, teh, minyak, dll. Acara ruwahan dilakukan hingga bulan ruwah
selesai tergantung dari jumlah keluarga yang ada di desa. Karena penduduk desa
tidak terlalu banyak maka semalam cuman 2 rumah saja yang mengadakan.
C. Tradisi
Nyadran dan Nyekar di Desa Plataran
Nyadran dan nyekar merupakan tradisi
untuk slametan orang yang sudah
meninnggal. Kedua tradisi ini, biasanya dilakukan di penghujung bulan ruwah
atau sebelum puasa berlangsung. Selamatan kematian yaitu selamatan untuk
mendo’akan orang yang sudah meninggal. Saat orang meninggal ada berbagai
tradisi yang dipercayai masyarakat desa. Biasanya tradisi pertama kali yang
dilakukan yaitu mempersiapkan penguburan orang mati dengan memandikan,
mengkafani, menṣalati, dan pada akhirnya menguburkan bagi umat muslim. Selanjutnya,
dilakukan selamatan yang dilaksanakan pada hari pertama, ketiga, ketujuh,
keempat puluh, keseratus, dan hari ulang tahun kematiannya. Selamatan untuk
memperingati orang meninggal biasanya disertai membaca dzikir dan bacaan
kalimah ṭoyyibah (tahlil). Sehingga selamatan ini biasa disebut juga tahlilan.
Sedangkan
Tradisi nyadran mulanya muncul dari
nama kalender Islam yang awalnya menyebutkan bulan Ruwah disebut Sa’ban.
Istilah dari kata sadran itulah
muncul kata nyadran atau nyadranan, dan yang dimaksud adalah slametan atau sesaji, untuk para leluhur
dikuburan atau juga tempat keramat sekaligus membersihkan tempat keramat
tersebut. Sesaji yang dibawa saat nyadran
berupa makanan dan berbagai buah-buahan. Setelah acar nyadran selesai,
masyarakan akan melanjutkan dengan nyekar.
Nyekar merupakan tradisi mengirim
kembang dan doa untuk arwah leluhur atau keluarga yang sudah meninngal.
Di Desa Plataran
tradisi nyadran dan nyekar masih ada. Tradisi ini dilakukan
dirumah orang yang dituakan. Acara nyadran dan nyekar di Desa Plataran tahun ini diadakan pada hari 3 Mei 2019
bertempat di kediaman salah satu warga yang dituakan. Masyarakat berkumpul
dengan membawa berbagai makanan dan buah-buahan. Acara dipimpin oleh salah satu
ulama yang ada didesa. Ada beberapa rangkaian acara nyadran yaitu pembacaan doa, nasihat dari mbah kaum, pembacaan doa,
dan makan bersama.
D. Dampak
dan Nilai bagi Masyarakat
Ada berbagai
dampak dan nilai yang timbul dari tradisi di bulan ruwah. Dilihat dari bidang social maka dengan adanya tradisi yang
masih berlangsung hingga sekarang mempererat tali persaudaraan sebab saat
berkumpul masyarakat yang datang akan saling berinteraksi dan bercengkrama.
Dilihat dari bidang ekonomi maka tradisi ini membawa dampak yang cukup baik
karena sebagian besar masyarakat membeli bahan makanan dari warga yang lain.
Masyarakat juga mulai memjual keperluan-keperluan yang diperlukan ntuk ruwahan, nyadran dan nyekar. Jika dilihat dari sisi
kebudayaan maka kebiasaan ini termasuk salah satu cara melestarikan tradisi
dari nenek moyang.
PENUTUB
A.
Kesimpulan
Tradisi merayakan atau
memperingati peristiwa penting dalam perjalanan hidup manusia dengan mengadakan
upacara merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat sekaligus manifestasi upaya
manusia mendapatkan ketenangan rohani, yang masih kuat berakar sampai sekarang.
Salah satu tradisi yang masih ada yaitu tradisi di bulan ruwah misalnya saja
ruwahaan, nyadran dan nyekar. Sebagian masyarakat jawa khusunya di Desa
Plataran selomartani Kalsan Sleman masih mempertahankan tradisi ini yang mana
tradisi ini sudah teralkulturasi dengan budaya islam. Walaupun begitu
masyarakat tidak melupakan nilai-nilai yang terkandung dan berupaya gara
tradisi ini tetap terjaga serta lestari.
B.
Saran
Artikel ini disusun dari
hasil observasi serta beberapa jurnal dan buku. Setiap orang memiliki
kepercayaan masing-masing yang mana sebagai warga Indonesia kita harus saling
menghargai. Saya berharap artikel yang disusun dapat berguna dan dapat menjadi
sumber inspirasi para pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Roni, E. M.
(2018). TRADISI RUWAHAN DAN INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DUSUN BULUS I
KECAMATANPAKEM KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar