Jumat, 24 Mei 2019

UPACARA ADAT BAKUDUNG BATIUNG SUKU DAYAK GAAI, KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR


Shintia Harianti Oktavia                     (2017015013/6B)
  
ABSTRACT
SHINTIA, 2019. Upacara Adat Bakudung Batiung Suku Dayak Gaii, Kabupaten Berau Kalimatan Timur.
         
            Upacara Adat Bakudung Batiung adalah tradisi adat yang dikenal dengan upacara adat di Kabupaten Berau.Hampir semua kampung memiliki tradisi dan upacara adat sendiri, salah satunya adalah pesta budaya Bakudung dan Batiung.Adat Panen Raya Bakudung dan Batiung adalah tradisi yang dimiliki oleh Dayak Gaai. Tradisi ini terus dilestarikan secara turun temurun. Tradisi ini juga diminta agar tetap dipertahankan sehingga tidak hilang di tengah kemajuan zaman modernisasi Bakudung adalah terjemahan dari bahasa Gaai (Nae Plie Ngatam) yang artinya adalah pesta syukuran setelah panen, untuk menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan atas perolehan kesehatan, keselamatan dalam bekerja, dan secara khusus perlindungan terhadap tanaman padi masyarakat. Mulai saat menabur benih sampai panen yang disertai dengan ritual-ritual adat.Sedangkan Batiung adalah terjemahan dari kata Lamko, artinya pendewasaan anak laki-laki. Pada zaman dahulu, kegiatan ini dibuat terpisah, tetapi sekarang digabung menjadi satu perayaan, sehingga muncul bahasa Bakudung dan Batiung.budaya merupakan pilar bangsa yang harus dipertahankan terus ke depan. Di tengah kemajuan zaman saat ini, tentu banyak bermunculan budaya baru yang tidak sesuai bahkan sebagian besar budaya asli mulai luntur seperti gotong royong.Jangan sampai kita lupa dengan budaya yang diturunkan nenek moyang kepada kita. Harus dipertahankan terus dan menjadi identitas kita sebagai bangsa Indonesia.









BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Perkembangan arus globalisasi yang begitu pesat di Indonesia belakangan ini,banyak memberi pengaruh terhadap aspek kehidupan bangsa, tidak terkecuali terhadap kehidupan aspek kebudayaan.Banyak contoh kasus yang menunjukkan terjadinya pergeseran sikap dan pola tingkah laku bangsa kita saat ini sebagai akibat dari arus globalisasi tersebut.Bagi bangsa Indonesia, aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam,termasuk di dalam nya upacara adat dan kesenian. Oleh karena itu perlu ditumbuhkan adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga dan melestarikan keaslian kebudayaan tradisional bangsa kita,agar tidak terpengaruh oleh kebudayaan yang berasal dari luar sebagai akibat dari globalisasi tersebut.Seperti halnya upacara adat yang merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia.Makna dari bakudung baitung adalah menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas perolehan kesehatan, keselamatan dalam bekerja dan secara khusus perlindunganNya terhadap tanaman padi masyarakat, dari sejak menabur benih sampai pada menuai hasil panen yang disertai dengan ritual-ritual adat. Jaman dahulu acara ini diadakan, selalu disesuaikan dengan jumlah anak laki-laki yang dinobatkan menjadi laki-laki dewasa. Maknanya adalah apabila anak laki-laki yang memasuki kelompok kategori pemuda.Mereka harus melalui proses ritual pendewasaan atau lamko.Kalau seorang anak laki-laki sudah melalui proses ini, barulah dinobatkan sebagai anak laki-laki yang dewasa dan jika ingin berkeluarga maka hal itu sudah diperbolehkan menurut aturan adat. Pada jaman tempo dulu, kedua kegiatan ini dibuat secara terpisah, sesuai dengan ketetapan melalui keputusan rapat adat  Namun dengan alasan dana dan waktu, maka saat ini 2 acara tersebut dilaksanakan bersamaan, sehingga upacara adat Bakudung Batiung tidak hanya pada upacara ritual adat semanta, namun dalam menjalin kebersamaan masyarakat Dayak Gaai. Untuk memeriahkan digelarlah berbagai lomba, seperti olahraga dan kesenian tradisional suku Dayak Gaai. Dalam rangkaian ini juga digelar rapat adat untuk penyempurnaan agar disetiap rangkaiannya tidak terlepas dari tata ritual adat yang sebenarnya.Panjat Piruai, pengambilan madu di pohon yang tinggi dengan berjalan diseutas rotan dari satu pohon ke pohon lainnya untuk mencapai sarang lebah. Masyarakat Dayak Gaai juga memiliki tradisi yang hingga kini juga masih dipertahankan, yaitu panjat piruai atau pengambilan madu di pohon yang tinggi dengan berjalan diseutas rotan dari satu pohon ke pohon lainnya untuk mencapai sarang lebah. Atraksi yang dilakukan pemuda Dayak Gaai ini juga selalu ditampilkan disetiap perayaan Bakudung Batiung.Selain itu juga ada tradisi seksiang, Para lelaki dewasa bersenjatakan tombak weheang atau tangkai padi dan melakukan simulasi perang-perangan di atas sampan di sungai.Dalam rangkaian ini juga digelar rapat adat untuk penyempurnaan agar disetiap rangkaiannya tidak terlepas dari tata cara ritual adat yang sebenarnya.Sebelum itu mereka perlu mendayung sampan terlebih dahulu ke hulu. Peperangan di mulai ketika sampan pelan-pelan hanyut ke hilir. Namun, tidak boleh asal menombak. Orang yang membelakangi musuh atau musuh yang sampannya karam dilarang keras di tombak


B.     Tujuan
1.      Memberikan informasi upacara adat bakudung baiting
2.      Dengan mengetahui tentang upacara adat bakudung baitung yang merupakan salah satu tradisi yang ada di daerah Suku Dayak Gaii, Kabupaten Berau Kalimantan Timur.
3.      Mempertahankan tradisi Upacara adat pernikahan yang harus di jaga dan harus di lestarikan agar tidak hilang.
























BAB II
PEMBAHASAN
Bakung baitung adalah salah satu upacara adat suku Dayak Gaai. Dalam bahasa orang Dayak Ga’ai yang berarti Selamatan atau syukuran. Lebih luas lagi adalah selamatan kampung, selamatan keberhasilan, selamatan panen padi dan lain-lain. Biasa bagi suku Dayak Gaai, Bakudung dilaksanakan adalah  merupakan kegiatan mensyukuri hasil panen yang melimpah. Setiap tahun apabila panen padi, panen hasil kebun, buah-buah jadi, maka dilaksanakan upacara Bakudung itu. Acaranya biasanya dilakukan selama tujuh hari tujuh malam.Ada hal yang perlu mendapat perhatian khusus, dan harus mengerti semua pengunjung yang datang pada upacara bakudung, selama pelaksanaan sedang berlangsung selama tujuh hari tujuh malam itu, sejak dimulainya upacara Bakudung sampai dengan selesai.
semua orang yang berada dalam kampung tidak boleh keluar kampung atau meninggalkan kampung. Berdasarkan adat apabila dalam pelaksanaan Bakudung ada orang yang meninggalkan kampung adalah penghinaan bagi kampung yang melaksanakan upacara Bakudung. Kalau juga bersikeras dan keluar dari kampung yang sedang bakudung, yang bersangkutan ditangkap dan disidang secara adat, orang yang melanggar adat tersebut dikenakan denda berdasarkan adat. Oleh karena itu jangan main-main dengan acara Bakudung, kalau tidak ingin mendapat denda secara adat. Dendanya cukup mahal, pertama dipermalukan dihadapan persidangan, karena dianggap orang yang tidak tahu adat tidak menghormati upacara bakudung, kedua denda dengan membayar sebuah gong.
Pada zaman dulu gong adalah benda langka yang sulit dicari dan kalau sudah tua gong tersebut dikeramatkan, makanya harganya menjadi sangat mahal. Kalau sekarang digantikan dengan uang sampai ratusan juta rupiah. Waw sangat pantasti Bakudung baitung adalah ucapan syukur bagi seorang pemuda yang sudah menyelesaikan tugas mulia setelah melewati ujian berat, harus tinggal di rumah khusus yang disebut dengan “SUNTA”. Selama tinggal di rumah sunta, para pemuda digembleng dan dilatih berbagai keterampilan seperti terampil dalam menggunakan sumpit, tumbak, mandau dan perisai sebagai tameng pertahanan baik untuk kepentingan sendiri, berburu maupun kepentingan untuk berperang.
Para pemuda yang ada dalam sunta juga di bina untuk terampil membuat dan menganyam tikar, anjat, mengukir, selain itu belajar kesaktian. Kegiatan tersebut adalah untuk kehidupan masa depan sang pemuda.Selama tinggal di Sunta para pemuda tidak boleh menyentuh wanita, tidak boleh makan daging, tidak boleh makan ikan Pallau.menurut orang suku Dayak Ga’ai, ikan pallau itu adalah ikan jinak dan ikan bodoh sedunia, makanya tidak boleh dimakan. Nanti menjadi manusia yang gampang dipengaruhi manusia lain dan menjadi bodoh, tidak mau maju dan tidak mau berubah.
Mereka para pemuda dalam rumah sunta hanya makan nasi putih setengah masak tanpa apa-apa, tanpa lauk pauk (istilah lain mutih). Mereka dilatih untuk hidup prihatin dan hidup sengsara, agar nanti dalam kehidupan dimasa depan memiliki kekuatan, pendirian, tabah, membantu yang lemah dan tidak sombong.Setelah beberapa lama dilatih dan dibina, para pemuda itu kemudian dilepas untuk mencari kepala atau yang dikenal dengan “mengayau”. Apabila sudah mendapat kepala, dengan bukti kepala dibawa pulang ke kampung, maka pemuda tersebut lulus dalam ujian terakhir. Ia dianggap sebagai pemuda yang gagah berani, dewasa dan berhak memakai cancut hitam serta berhak memilih pasangan hidup untuk berketurunan, ditandai dengan di-tiung atau ditato dibagian tubuhnya.Cancut hitam dapat dikenakan seorang pemuda apabila sudah menyelesaikan berbagai persyaratan yang sangat berat, diantaranya adalah harus tinggal di rumah khusus yang disebut dengan “SUNTA”. Selama tinggal di rumah atau sunta itu, para pemuda digembleng dan dilatih berbagai keterampilan seperti terampil dalam menggunakan sumpit, tumbak, mandau dan perisai sebagai tameng pertahanan baik untuk kepentingan sendiri, berburu maupun kepentingan untuk berperang. Para pemuda yang ada dalam sunta juga di bina untuk terampil membuat dan menganyam tikar, anjat, mengukir dan lain-lain. Kegiatan tersebut adalah untuk kehidupan masa depan sang Pemuda Baitung yang sangat dikenal di kalangan suku Dayak, khususnya suku Dayak Ga’ai.
Hubungan dengan mengayau atau mengambil kepala itulah maka orang Dayak dikenal dengan Orang Dayak Makan Orang.sunta adalah rumah adat tinggi dan besar yang dibuat khusus untuk melatih para pemuda agar siap menempuh hidup dimasa depan, menjadi manusia yang sosial, mandiri, kuat, tangkas, bertanggung jawab, pekerja keras, dan pemberani.Sedangkan Cancut hitam adalah kain hitam yang panjangnya lebih satu meter yang diikatkan diantara selangkangan paha dan kemudian diikat melingkari pinggang sebagai pengganti celana untuk menutup kemaluan para pemuda.Cancut hitam baru boleh dikenakan apabila para pemuda sudah menjalani ritual dan pelatihan dan pembinaan di rumah sunta dan terakhir mampu mengayau dengan membawa pulang kepala manusia. Masih ada tahapan lagi yaitu dibuktikan dengan sidang adat yang membenarkan, kepala itu benar-benar hasilnya sendiri dalam mengayau, kemudian diadakan upacara adat Batiung dengan memberi tato pada bagian tubuh pemuda, kemudian dirayakan dengan tarian jiek melingkar mengelilingi tiang tempat menggantung kepala.
Dengan demikian pemuda itu sudah lulus dan dewasa, sudah boleh mencari pasangan hidup.Upacara Bakudung dan Batiung itu sebenarnya upacara ritual yang berbeda dan terpisah, kemudian hari secara serimonial dilaksanakan menjadi satu yaitu upacara Bakudung Batiung, sebagai upaya pelestarian budaya Dayak Ga’ai. Acara Batiung khususnya mengayau atau mengambil kepala sejak lama, sejak Belanda masuk ke kerajaan Berau sudah dilarang dan tidak dilaksanakan lagi. Oleh karena itu masyarakat Dayak Ga’ai saat ini berupaya untuk mengangkat kembali kebudayaan lama tersebut, agar diketahui oleh anak-cucu keturunan mereka. Bukanlah sebuah kebanggaan, mereka zaman dahulu sebagai pengayau atau pemotong kepala, tetapi lebih kearah sebuah acara serimonial sebagai upaya pelestarian kebudayaan Dayak. Pemerintah Kabupaten Berau sangat berterima kasih, dan sekaligus mendorong agar kegiatan upacara Bakudung Batiung itu dapat dilestarikan dan dipertontonkah kepada masyarakat luas, tidak hanya pada masyarakat Dayak saja.
Urutan upacara Bakudung Batiung tersebut sebagai berikut.
1.      Lam Lu’ (menyambut Batiung) Menyambut kedatangan para pemuda ditepi sungai Kelay yang telah selesai melaksakan tugas beratnya mengambil kepala yang dikenal dengan mengayau.
2.       Penyambutan para pemuda itu dilanjutkan dengan sidang adat sebagai pengakuan para pemuda yang berhasil mengambil kepala.
3.      Dilanjutkan dengan di-“Tiung” atau ditato dibagian tubuh pemuda yang telah mendapat pengakuan sidang adat, menandakan mereka sudah dewasa dan boleh memakai cancut serta memilih wanita sebagai pasangan hidupnya.yang di tiung tersebut bukan hanya para pemuda yang berhasil mengayau, para gadis juga ditiung atau ditato sebagai pengakuan gadis dewasa dan boleh dipilih para pemuda sebagai pasangan hidup.
4.      Jak Gai. Setiap tamu yang baru masuk kampung diharuskan menginjak besi/parang ( Jak Gai ) sembari berdoa, parang itu diletakkan  oleh ketua adat atau keturunan raja-gaja Gaai dilantai/tanah dengan bersamaan memegang telur ayam kampung, beras, dan besi yang telah disiapkan. Pertanda tamu atau orang yang baru datang/masuk kampung itu boleh kemana saja, telah mendapat ijin tetua-tetua adat.
5.      Gehnyan Tul (memberi makan) Makan nasi putih walaupun sedikit sebagai syarat yang disuguhkan oleh seorang wanita tetua kampong keturunan raja-raja. Dengan demikian maka tamu atau orang yang baru datang atau masuk kampung tersebut boleh makan saja yang telah disediakan, dengan melakukan ritual tersebut, mereka tidak sakit, seperti sakit perut, sakit kepala.
6.      Khusus suku Dayak Ga’ai Tumbit Dayak ada upacara melakukan Ritual Kepala Tua. Kepala Tua itu terbungkus rapat disebuah rumah yang disebut dengan rumah kepala tua. Ditempat itu dilakukan ritual memberi makan kepala tua dengan memecahkan beberapa buah telur kebungkusan kepala tua yang tergantung ditengah rumah kepala tua, beras dihambur untuk memberi makan Jin yang datang. Ritual dilakukan oleh ketua adat yang juga membawa besi agar upacara selalu dalam keadaan tenang dan dingin. Ritual semacam itu dilakukan setiap tahun.
7.      Syukuran dengan membaca ritual sesuai dengan agama masing-masing dan dilanjutkan dengan makan bersama. Dalam makan bersama, tidak ketinggalan makan “suma’’ (lemang) yang dibuat dan dibakar sehari sebelum acara dimulai. Pada masa mereka belum beragama, kepada para dewa dan para leluhur.
8.      Bajiak. Bajiak adalah tari tradisional Dayak Ga’ai yang sangat popular. Menari bersama dengan membentuk lingkaran itu diiringi dengan music tabuhan gendang yang ditingkahi suara tabuhan gong. Model tarian itu lebih pada gerak kaki dan sedikit gerakan tangan yang menyesuaikan dengan suara gendang dan gong. Gerakan dan hentakan kaki dalam tarian jiak ada empat jenis dengan berbeda tabuhan gendangnya. Step-step kaki dalam tarian jiak sangat unik dan bagus, serta mudah diikuti semua orang. Ada satu gerakan tari jiak yang tanpa music gendang dan gong, tetapi diiringi dengan nyanyian, biasanya tarian yang diiringi nyanyian dilakukan oleh wanita-wanita tua berbaur dengan remaja putra-putri dan tokoh-tokoh adat, ditarikan pada malam hari. Nyanyian dan hentakan kaki mereka terdengar sampai jauh ketengah hutan. Tari jiak dilakukan tiap malam selama bakudung dilaksanakan.
9.      Sikohkoh Sueng (Coret-coret Arang). Setelah acara Bakudung Batiung selesai dilaksanakan, wajib semua orang yang hadir dalam acara Bakudung Batiung setelah menari jiak bersama wajahnya dicoret dengan arang hitam. Biasanya yang ditugaskan mencoret wajah semua orang dan para tetamu itu adalah wanita-wanita muda cantik kampung. Sebaiknya apabila kita dicoret, kita balas juga untuk mencoret wajah mereka sebagai penghargaan dan penghormatan upacara Bakudung Batiung sudah dilaksanakan dengan baik dan sukses.
10.  Bek Ngui (Siram siraman air) Begitu para tetamu pulang menuju ketepi sungai lalu naik dalam perahu, maka semua orang mejadi basah kuyup disiram pakai air sungai. Dengan basah kuyup, namun teriakan dan tawa terdengar dimana-mana. Tawa, sorak sorai, berlari, teriak menghindari siraman terdengar riuh redah membelah sungai, pertanda gembira dan suka cita telah dilaksanakannya upacara Bakudung Batiung.
11.  Upacara adat ritual Bakudung Batiung Kampung Tumbit Dayak harus tetap dilaksanakan setiap tahun, dijadikan sebagai event tahunan tujuan wisata Kabupaten Berau, dengan memperhatikan waktu pelaksanaan ditetapkan tidak berubah ubah, kemasan upacara ritual lebih baik dan memliki nilai jual. Salah satu caranya adalah pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Berau dibantu oleh LSM, Pemerhati budaya, dan Perusahaan Tambang Sekitar Kampung Tumbit Dayak lebih banyak turun kelokasi melakukan pembinaan-pembinaan dan pelatihan, agar masyarakat setempat memahami benar selain melakukan pelestarian budaya juga bagaimana mengkemas dan menjual budaya Bakudung Batiung itu ke masyarakat lebih luas. Mereka masyarakat setempat juga mendapat penghasilan dan pendapatan tambahan melalui kunjungan wisata kedaerahnya. Artinya tidak hanya sekedar melestarikan budaya, tetapi memiliki nilai tambah yang menguntungkan bagi masyarakat sekitar.   































PENUTUP

Upacara adat bakudung baitung adalah tradisi adat yang dikenal dengan upacara adat di Kabupaten Berau.Hampir semua kampung memiliki tradisi dan upacara adat sendiri, salah satunya adalah pesta budaya Bakudung dan Batiung.Adat Panen Raya Bakudung dan Batiung adalah tradisi yang dimiliki oleh Dayak Gaai. Tradisi ini terus dilestarikan secara turun temurun. Bakudung dilaksanakan adalah  merupakan kegiatan mensyukuri hasil panen yang melimpah. Setiap tahun apabila panen padi, panen hasil kebun, buah-buah jadi, maka dilaksanakan upacara Bakudung itu. Acaranya biasanya dilakukan selama tujuh hari tujuh malam.Ada hal yang perlu mendapat perhatian khusus, dan harus mengerti semua pengunjung yang datang pada upacara bakudung, selama pelaksanaan sedang berlangsung selama tujuh hari tujuh malam itu, sejak dimulainya upacara Bakudung sampai dengan selesai, semua orang yang berada dalam kampung tidak boleh keluar kampung atau meninggalkan kampung. Berdasarkan adat apabila dalam pelaksanaan Bakudung ada orang yang meninggalkan kampung adalah penghinaan bagi kampung yang melaksanakan upacara Bakudung.



























SUMBER REFERENSI

Sumber Primer      :
Nama                     : halim muksin
Pekerjaan               : Mahasiswa
Sumber sekunder :
1.      "Bakudung Batiung, Tradisi Dayak Gaai". KaltimPost. Diakses tanggal 20 Maret 2015. 
  1. "Bakudung Batiung, Tradisi Dayak Gaai yang Terus Dilestarikan". Samarinda Pos. Diakses tanggal 20 Maret 2015. 
  2. "Wakil Bupati Berau Hadiri Upacara Adat Bakudung Batiung". Tribun Kaltim. Diakses tanggal 20 Maret 2015. 
  3. "Bakudung Batiung Dayak Gaai". KotaBontang.Net. Diakses tanggal 20 Maret 2015. 
  4. "Kebudayaan Kabupaten Berau". KPD Kaltim. Diakses tanggal 20 Maret 2015. 



















LAMPIRAN
           
  

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TRADISI NYADRAN DI MAKAM SEWU DIWIJIRWJO PANDAK BANTUL

Oleh : Febriana SiskaWati (2017015260) Febrianasiska123@gmail.com Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa ABSTRAK Tulisan ini m...