Shintia Harianti Oktavia (2017015013/6B)
ABSTRACT
SHINTIA, 2019. Upacara Adat
Bakudung Batiung Suku Dayak Gaii, Kabupaten Berau Kalimatan Timur.
Upacara
Adat Bakudung Batiung adalah tradisi
adat yang dikenal dengan upacara adat di Kabupaten Berau.Hampir semua kampung
memiliki tradisi dan upacara adat sendiri, salah satunya adalah pesta budaya
Bakudung dan Batiung.Adat Panen Raya Bakudung dan Batiung adalah tradisi yang
dimiliki oleh Dayak Gaai. Tradisi ini terus dilestarikan secara turun temurun.
Tradisi ini juga diminta agar tetap dipertahankan sehingga tidak hilang di tengah
kemajuan zaman modernisasi Bakudung adalah terjemahan dari bahasa Gaai (Nae
Plie Ngatam) yang artinya adalah pesta syukuran setelah panen, untuk
menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan atas perolehan kesehatan, keselamatan
dalam bekerja, dan secara khusus perlindungan terhadap tanaman padi masyarakat.
Mulai saat menabur benih sampai panen yang disertai dengan ritual-ritual
adat.Sedangkan Batiung adalah terjemahan dari kata Lamko, artinya
pendewasaan anak laki-laki. Pada zaman dahulu, kegiatan ini dibuat terpisah,
tetapi sekarang digabung menjadi satu perayaan, sehingga muncul bahasa Bakudung
dan Batiung.budaya merupakan pilar bangsa yang harus dipertahankan terus ke
depan. Di tengah kemajuan zaman saat ini, tentu banyak bermunculan budaya baru
yang tidak sesuai bahkan sebagian besar budaya asli mulai luntur seperti gotong
royong.Jangan sampai kita lupa dengan budaya yang diturunkan nenek moyang
kepada kita. Harus dipertahankan terus dan menjadi identitas kita sebagai
bangsa Indonesia.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perkembangan arus globalisasi
yang begitu pesat di Indonesia belakangan ini,banyak memberi pengaruh terhadap
aspek kehidupan bangsa, tidak terkecuali terhadap kehidupan aspek
kebudayaan.Banyak contoh kasus yang menunjukkan terjadinya pergeseran sikap dan
pola tingkah laku bangsa kita saat ini sebagai akibat dari arus globalisasi
tersebut.Bagi bangsa Indonesia, aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa
yang memiliki kekayaan nilai yang beragam,termasuk di dalam nya upacara adat dan
kesenian. Oleh karena itu perlu ditumbuhkan adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya
menjaga dan melestarikan keaslian kebudayaan tradisional bangsa kita,agar tidak
terpengaruh oleh kebudayaan yang berasal dari luar sebagai akibat dari
globalisasi tersebut.Seperti halnya upacara adat yang merupakan salah satu
kebudayaan asli Indonesia.Makna dari bakudung baitung adalah menyampaikan rasa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas perolehan kesehatan, keselamatan dalam
bekerja dan secara khusus perlindunganNya terhadap tanaman padi masyarakat,
dari sejak menabur benih sampai pada menuai hasil panen yang disertai dengan
ritual-ritual adat. Jaman dahulu acara ini diadakan, selalu disesuaikan dengan
jumlah anak laki-laki yang dinobatkan menjadi laki-laki dewasa. Maknanya adalah
apabila anak laki-laki yang memasuki kelompok kategori pemuda.Mereka harus
melalui proses ritual pendewasaan atau lamko.Kalau seorang anak
laki-laki sudah melalui proses ini, barulah dinobatkan sebagai anak laki-laki
yang dewasa dan jika ingin berkeluarga maka hal itu sudah diperbolehkan menurut
aturan adat. Pada jaman tempo dulu, kedua kegiatan ini dibuat secara terpisah,
sesuai dengan ketetapan melalui keputusan rapat adat Namun
dengan alasan dana dan waktu, maka saat ini 2 acara tersebut dilaksanakan
bersamaan, sehingga upacara adat Bakudung Batiung tidak hanya pada upacara
ritual adat semanta, namun dalam menjalin kebersamaan masyarakat Dayak Gaai. Untuk
memeriahkan digelarlah berbagai lomba, seperti olahraga dan kesenian
tradisional suku Dayak Gaai. Dalam rangkaian ini juga digelar rapat adat untuk
penyempurnaan agar disetiap rangkaiannya tidak terlepas dari tata ritual adat
yang sebenarnya.Panjat Piruai, pengambilan madu di pohon yang tinggi dengan berjalan
diseutas rotan dari satu pohon ke pohon lainnya untuk mencapai sarang lebah. Masyarakat
Dayak Gaai juga memiliki tradisi yang hingga kini juga masih dipertahankan,
yaitu panjat piruai atau pengambilan madu di pohon yang tinggi dengan berjalan
diseutas rotan dari satu pohon ke pohon lainnya untuk mencapai sarang lebah.
Atraksi yang dilakukan pemuda Dayak Gaai ini juga selalu ditampilkan disetiap
perayaan Bakudung Batiung.Selain itu juga ada tradisi seksiang, Para
lelaki dewasa bersenjatakan tombak weheang atau tangkai padi dan melakukan
simulasi perang-perangan di atas sampan di sungai.Dalam rangkaian ini juga
digelar rapat adat untuk penyempurnaan agar disetiap rangkaiannya tidak
terlepas dari tata cara ritual adat yang sebenarnya.Sebelum itu mereka perlu
mendayung sampan terlebih dahulu ke hulu. Peperangan di mulai ketika sampan
pelan-pelan hanyut ke hilir. Namun, tidak boleh asal menombak. Orang yang
membelakangi musuh atau musuh yang sampannya karam dilarang keras di tombak
B. Tujuan
1. Memberikan
informasi upacara adat bakudung baiting
2. Dengan
mengetahui tentang upacara adat bakudung baitung yang merupakan salah satu
tradisi yang ada di daerah Suku Dayak Gaii, Kabupaten Berau Kalimantan Timur.
3. Mempertahankan
tradisi Upacara adat pernikahan yang harus di jaga dan harus di lestarikan agar
tidak hilang.
BAB
II
PEMBAHASAN
Bakung baitung adalah salah satu upacara adat suku
Dayak Gaai. Dalam bahasa orang Dayak Ga’ai yang berarti Selamatan atau
syukuran. Lebih luas lagi adalah selamatan kampung, selamatan
keberhasilan, selamatan panen padi dan lain-lain. Biasa bagi suku Dayak Gaai,
Bakudung dilaksanakan adalah merupakan
kegiatan mensyukuri hasil panen yang melimpah. Setiap tahun apabila panen padi,
panen hasil kebun, buah-buah jadi, maka dilaksanakan upacara Bakudung itu.
Acaranya biasanya dilakukan selama tujuh hari tujuh malam.Ada hal yang perlu
mendapat perhatian khusus, dan harus mengerti semua pengunjung yang datang pada
upacara bakudung, selama pelaksanaan sedang berlangsung selama tujuh hari tujuh
malam itu, sejak dimulainya upacara Bakudung sampai dengan selesai.
semua orang yang berada dalam kampung
tidak boleh keluar kampung atau meninggalkan kampung. Berdasarkan adat apabila
dalam pelaksanaan Bakudung ada orang yang meninggalkan kampung adalah
penghinaan bagi kampung yang melaksanakan upacara Bakudung. Kalau juga bersikeras dan keluar
dari kampung yang sedang bakudung, yang bersangkutan ditangkap dan disidang
secara adat, orang yang melanggar adat tersebut dikenakan denda berdasarkan
adat. Oleh karena itu jangan main-main dengan acara Bakudung, kalau tidak ingin
mendapat denda secara adat. Dendanya cukup mahal, pertama dipermalukan
dihadapan persidangan, karena dianggap orang yang tidak tahu adat tidak
menghormati upacara bakudung, kedua denda dengan membayar sebuah gong.
Pada zaman dulu gong adalah benda langka yang sulit dicari
dan kalau sudah tua gong tersebut dikeramatkan, makanya harganya menjadi sangat
mahal. Kalau sekarang digantikan dengan uang sampai ratusan juta
rupiah. Waw sangat pantasti Bakudung baitung adalah ucapan syukur bagi seorang pemuda yang sudah
menyelesaikan tugas mulia setelah melewati ujian berat, harus tinggal di rumah
khusus yang disebut dengan “SUNTA”. Selama tinggal di rumah sunta, para pemuda
digembleng dan dilatih berbagai keterampilan seperti terampil dalam menggunakan
sumpit, tumbak, mandau dan perisai sebagai tameng pertahanan baik untuk
kepentingan sendiri, berburu maupun kepentingan untuk berperang.
Para pemuda yang ada dalam sunta juga di bina untuk terampil
membuat dan menganyam tikar, anjat, mengukir, selain itu belajar kesaktian.
Kegiatan tersebut adalah untuk kehidupan masa depan sang pemuda.Selama tinggal
di Sunta para pemuda tidak boleh menyentuh wanita, tidak boleh makan daging,
tidak boleh makan ikan Pallau.menurut orang suku Dayak Ga’ai, ikan pallau itu
adalah ikan jinak dan ikan bodoh sedunia, makanya tidak boleh dimakan. Nanti
menjadi manusia yang gampang dipengaruhi manusia lain dan menjadi bodoh, tidak
mau maju dan tidak mau berubah.
Mereka para pemuda dalam rumah sunta
hanya makan nasi putih setengah masak tanpa apa-apa, tanpa lauk pauk (istilah
lain mutih). Mereka dilatih untuk hidup prihatin dan hidup sengsara, agar nanti
dalam kehidupan dimasa depan memiliki kekuatan, pendirian, tabah, membantu yang
lemah dan tidak sombong.Setelah beberapa lama dilatih dan dibina, para pemuda
itu kemudian dilepas untuk mencari kepala atau yang dikenal dengan “mengayau”.
Apabila sudah mendapat kepala, dengan bukti kepala dibawa pulang ke kampung,
maka pemuda tersebut lulus dalam ujian terakhir. Ia dianggap sebagai pemuda
yang gagah berani, dewasa dan berhak memakai cancut hitam serta berhak memilih
pasangan hidup untuk berketurunan, ditandai dengan di-tiung atau ditato
dibagian tubuhnya.Cancut
hitam dapat dikenakan seorang pemuda apabila sudah menyelesaikan berbagai
persyaratan yang sangat berat, diantaranya adalah harus tinggal di rumah khusus
yang disebut dengan “SUNTA”. Selama tinggal di rumah atau sunta itu, para
pemuda digembleng dan dilatih berbagai keterampilan seperti terampil dalam
menggunakan sumpit, tumbak, mandau dan perisai sebagai tameng pertahanan baik
untuk kepentingan sendiri, berburu maupun kepentingan untuk berperang. Para
pemuda yang ada dalam sunta juga di bina untuk terampil membuat dan menganyam
tikar, anjat, mengukir dan lain-lain. Kegiatan tersebut adalah untuk kehidupan
masa depan sang Pemuda Baitung yang sangat dikenal di kalangan suku Dayak, khususnya suku Dayak Ga’ai.
Hubungan dengan mengayau atau
mengambil kepala itulah maka orang Dayak dikenal dengan Orang Dayak Makan
Orang.sunta adalah
rumah adat tinggi dan besar yang dibuat khusus untuk melatih para pemuda agar
siap menempuh hidup dimasa depan, menjadi manusia yang sosial, mandiri, kuat,
tangkas, bertanggung jawab, pekerja keras, dan pemberani.Sedangkan Cancut hitam
adalah kain hitam yang panjangnya lebih satu meter yang diikatkan diantara
selangkangan paha dan kemudian diikat melingkari pinggang sebagai pengganti
celana untuk menutup kemaluan para pemuda.Cancut hitam baru boleh dikenakan
apabila para pemuda sudah menjalani ritual dan pelatihan dan pembinaan di rumah
sunta dan terakhir mampu mengayau dengan membawa pulang kepala manusia. Masih
ada tahapan lagi yaitu dibuktikan dengan sidang adat yang membenarkan, kepala
itu benar-benar hasilnya sendiri dalam mengayau, kemudian diadakan upacara adat
Batiung dengan memberi tato pada bagian tubuh pemuda, kemudian dirayakan dengan
tarian jiek melingkar mengelilingi
tiang tempat menggantung kepala.
Dengan demikian pemuda itu sudah lulus dan dewasa, sudah
boleh mencari pasangan hidup.Upacara Bakudung dan Batiung itu sebenarnya
upacara ritual yang berbeda dan terpisah, kemudian hari secara serimonial
dilaksanakan menjadi satu yaitu upacara Bakudung Batiung, sebagai upaya
pelestarian budaya Dayak Ga’ai. Acara Batiung khususnya mengayau atau mengambil
kepala sejak lama, sejak Belanda masuk ke kerajaan Berau sudah dilarang dan
tidak dilaksanakan lagi. Oleh karena itu masyarakat Dayak Ga’ai saat ini
berupaya untuk mengangkat kembali kebudayaan lama tersebut, agar diketahui oleh
anak-cucu keturunan mereka. Bukanlah sebuah kebanggaan, mereka zaman dahulu
sebagai pengayau atau pemotong kepala, tetapi lebih kearah sebuah acara
serimonial sebagai upaya pelestarian kebudayaan Dayak. Pemerintah Kabupaten
Berau sangat berterima kasih, dan sekaligus mendorong agar kegiatan upacara
Bakudung Batiung itu dapat dilestarikan dan dipertontonkah kepada masyarakat
luas, tidak hanya pada masyarakat Dayak saja.
Urutan
upacara Bakudung Batiung tersebut sebagai berikut.
1. Lam Lu’ (menyambut Batiung) Menyambut
kedatangan para pemuda ditepi sungai Kelay yang telah selesai melaksakan tugas beratnya
mengambil kepala yang dikenal dengan mengayau.
2. Penyambutan para pemuda itu
dilanjutkan dengan sidang adat sebagai pengakuan para pemuda yang berhasil
mengambil kepala.
3. Dilanjutkan dengan di-“Tiung” atau
ditato dibagian tubuh pemuda yang telah mendapat pengakuan sidang adat,
menandakan mereka sudah dewasa dan boleh memakai cancut serta memilih wanita sebagai
pasangan hidupnya.yang di tiung tersebut bukan hanya para pemuda yang berhasil
mengayau, para gadis juga ditiung atau ditato sebagai pengakuan gadis dewasa
dan boleh dipilih para pemuda sebagai pasangan hidup.
4. Jak Gai. Setiap tamu yang baru masuk kampung diharuskan
menginjak besi/parang ( Jak Gai ) sembari berdoa, parang itu diletakkan oleh ketua adat atau keturunan raja-gaja Gaai
dilantai/tanah dengan bersamaan memegang telur ayam kampung, beras, dan besi
yang telah disiapkan. Pertanda tamu atau orang yang baru datang/masuk kampung
itu boleh kemana saja, telah mendapat ijin tetua-tetua adat.
5. Gehnyan Tul (memberi makan) Makan
nasi putih walaupun sedikit sebagai syarat yang disuguhkan oleh seorang wanita
tetua kampong keturunan raja-raja. Dengan demikian maka tamu atau orang yang
baru datang atau masuk kampung tersebut boleh makan saja yang telah disediakan,
dengan melakukan ritual tersebut, mereka tidak sakit, seperti sakit perut,
sakit kepala.
6. Khusus suku Dayak Ga’ai Tumbit Dayak
ada upacara melakukan Ritual Kepala Tua. Kepala Tua itu terbungkus rapat
disebuah rumah yang disebut dengan rumah kepala tua. Ditempat itu dilakukan
ritual memberi makan kepala tua dengan memecahkan beberapa buah telur
kebungkusan kepala tua yang tergantung ditengah rumah kepala tua, beras dihambur
untuk memberi makan Jin yang datang. Ritual dilakukan oleh ketua adat yang juga
membawa besi agar upacara selalu dalam keadaan tenang dan dingin. Ritual
semacam itu dilakukan setiap tahun.
7. Syukuran dengan membaca ritual sesuai
dengan agama masing-masing dan dilanjutkan dengan makan bersama. Dalam makan
bersama, tidak ketinggalan makan “suma’’ (lemang) yang dibuat dan dibakar
sehari sebelum acara dimulai. Pada masa mereka belum beragama, kepada para dewa
dan para leluhur.
8. Bajiak. Bajiak adalah tari
tradisional Dayak Ga’ai yang sangat popular. Menari bersama dengan membentuk
lingkaran itu diiringi dengan music tabuhan gendang yang ditingkahi suara
tabuhan gong. Model tarian itu lebih pada gerak kaki dan sedikit gerakan tangan
yang menyesuaikan dengan suara gendang dan gong. Gerakan dan hentakan kaki
dalam tarian jiak ada empat jenis dengan berbeda tabuhan gendangnya. Step-step
kaki dalam tarian jiak sangat unik dan bagus, serta mudah diikuti semua orang.
Ada satu gerakan tari jiak yang tanpa music gendang dan gong, tetapi diiringi
dengan nyanyian, biasanya tarian yang diiringi nyanyian dilakukan oleh
wanita-wanita tua berbaur dengan remaja putra-putri dan tokoh-tokoh adat,
ditarikan pada malam hari. Nyanyian dan hentakan kaki mereka terdengar sampai
jauh ketengah hutan. Tari jiak dilakukan tiap malam selama bakudung
dilaksanakan.
9. Sikohkoh Sueng (Coret-coret Arang).
Setelah acara Bakudung Batiung selesai dilaksanakan, wajib semua orang yang
hadir dalam acara Bakudung Batiung setelah menari jiak bersama wajahnya dicoret
dengan arang hitam. Biasanya yang ditugaskan mencoret wajah semua orang dan
para tetamu itu adalah wanita-wanita muda cantik kampung. Sebaiknya apabila
kita dicoret, kita balas juga untuk mencoret wajah mereka sebagai penghargaan
dan penghormatan upacara Bakudung Batiung sudah dilaksanakan dengan baik dan
sukses.
10. Bek Ngui (Siram siraman air) Begitu
para tetamu pulang menuju ketepi sungai lalu naik dalam perahu, maka semua
orang mejadi basah kuyup disiram pakai air sungai. Dengan basah kuyup, namun
teriakan dan tawa terdengar dimana-mana. Tawa, sorak sorai, berlari, teriak
menghindari siraman terdengar riuh redah membelah sungai, pertanda gembira dan
suka cita telah dilaksanakannya upacara Bakudung Batiung.
11. Upacara adat
ritual Bakudung Batiung Kampung Tumbit Dayak harus tetap dilaksanakan setiap
tahun, dijadikan sebagai event tahunan tujuan wisata Kabupaten Berau, dengan
memperhatikan waktu pelaksanaan ditetapkan tidak berubah ubah, kemasan upacara
ritual lebih baik dan memliki nilai jual. Salah satu caranya adalah pemerintah
daerah dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Berau dibantu
oleh LSM, Pemerhati budaya, dan Perusahaan Tambang Sekitar Kampung Tumbit Dayak
lebih banyak turun kelokasi melakukan pembinaan-pembinaan dan pelatihan, agar
masyarakat setempat memahami benar selain melakukan pelestarian budaya juga
bagaimana mengkemas dan menjual budaya Bakudung Batiung itu ke masyarakat lebih
luas. Mereka masyarakat setempat juga mendapat penghasilan dan pendapatan
tambahan melalui kunjungan wisata kedaerahnya. Artinya tidak hanya sekedar
melestarikan budaya, tetapi memiliki nilai tambah yang menguntungkan bagi
masyarakat sekitar.
PENUTUP
Upacara adat bakudung baitung
adalah
tradisi adat yang
dikenal dengan upacara adat di Kabupaten Berau.Hampir semua kampung memiliki tradisi
dan upacara adat sendiri, salah satunya adalah pesta budaya Bakudung dan
Batiung.Adat Panen Raya Bakudung dan Batiung adalah tradisi yang dimiliki oleh
Dayak Gaai. Tradisi ini terus dilestarikan secara turun temurun. Bakudung
dilaksanakan adalah merupakan kegiatan
mensyukuri hasil panen yang melimpah. Setiap tahun apabila panen padi, panen
hasil kebun, buah-buah jadi, maka dilaksanakan upacara Bakudung itu. Acaranya
biasanya dilakukan selama tujuh hari tujuh malam.Ada hal yang perlu mendapat
perhatian khusus, dan harus mengerti semua pengunjung yang datang pada upacara
bakudung, selama pelaksanaan sedang berlangsung selama tujuh hari tujuh malam
itu, sejak dimulainya upacara Bakudung sampai dengan selesai, semua orang yang
berada dalam kampung tidak boleh keluar kampung atau meninggalkan kampung.
Berdasarkan adat apabila dalam pelaksanaan Bakudung ada orang yang meninggalkan
kampung adalah penghinaan bagi kampung yang melaksanakan upacara Bakudung.
SUMBER
REFERENSI
Sumber Primer :
Nama :
halim muksin
Pekerjaan : Mahasiswa
Sumber sekunder :
- "Bakudung
Batiung, Tradisi Dayak Gaai yang Terus Dilestarikan". Samarinda Pos. Diakses
tanggal 20 Maret 2015.
- "Wakil Bupati
Berau Hadiri Upacara Adat Bakudung Batiung". Tribun Kaltim. Diakses
tanggal 20 Maret 2015.
- "Bakudung
Batiung Dayak Gaai". KotaBontang.Net. Diakses tanggal 20 Maret 2015.
- "Kebudayaan
Kabupaten Berau". KPD Kaltim. Diakses tanggal 20 Maret 2015.
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar