Sabtu, 25 Mei 2019

MERTI DESA PENGASIH



Oleh
Yunisa Andika Putri
2017015024
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Abstrak
Merti desa adalah membersihkan desa baik secara lahir maupun batin. Menurut Darusuprapta (1988:48) merti desa kemungkinan besar masih berkaitan dengan tata cara memberikan makanan (pengorbanan) kepada roh leluhur sebagai cikal bakal yang menjaga desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses merti desa yang diadakan di Desa pengasih dan juga penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada generasi penerus bangsa agar mengetahui sejarah-sejarah yang ada di suatu masyarakat. Tujuan penulisan artikel ini juga untuk mengingatkan kepada generasi penerus agar dapat meneruskan dan juga melestarikan budaya-budaya yang utamanya berada di lingkungan sekitar. Metode yang digunakan yaitu dengan cara observasi langsung. Merti desa sendiri dilakukan dengan prosesi yang pertama melaksanakan ritual keagamaan, ziarah makam, pentas seni dan budaya, bazar, kirab dan kenduri, dan yang terakhir diadakan pagelaran wayang kulit sebagai rangkaian dari puncak acara.

Pendahuluan
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki beraneka ragam kebudayaan. Indonesia yang memiliki bermacam-macam suku, agama, ras, dan bahasa menjadikan Indonesia memiliki beraneka ragam kebudayaan. Wujud kebudayaan itu sendiri tidak hanya berasal dari wujud pemikiran dan ide dari suatu masyarakat. Tetapi budaya juga berasal dari sebuah aktivitas dalam suatu masyarakat tertentu. Manusia dan kebudayaan itu sendiri merupakan salah satu ikatan yang tidak bisa dipisahkan. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun temurun. Budaya itu sendiri tercipta akibat adanya kegiatan sehari-hari dan juga kejadian-kejadian yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Salah satu kebudayaan yang ada di Desa Pengasih Kabupaten Kulon Progo adalah merti desa. Merti desa adalah membersihkan desa baik secara lahir maupun batin. Menurut Darusuprapta (1988:48) merti desa kemungkinan besar masih berkaitan dengan tata cara memberikan makanan (pengorbanan) kepada roh leluhur sebagai cikal bakal yang menjaga desa. Arwah tersebut memang pantas dimintai berkah agar membantu anak cucu. Roh leluhur itu dianggap yang menjadi penjaga sajawining wangon dan salabeting wangon, artinya di luar pekarangan dan di dalam pekarangan. Hal ini berarti bahwa penghayat kepercayaan mencoba mengaitkan antara dunia dengan kosmologi jawa. Merti desa juga sering disebut juga bersih desa, hakikatnya adalah simbol rasa syukur masyarakat kepada Yang Maha Kuasa atas limpahan karunia yang diberikan-Nya. Karunia tersebut bisa berwujud apa saja, seperti kelimpahan rezeki, keselamatan, serta ketentraman dan keselarasan hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses dalam melaksanakan merti desa. Seperti halnya merti desa yang dilaksanakan di Desa Pengasih Kabupaten Kulon Progo yang dimulai dari kegiatan ritual keagamaan sampai puncak acara dengan pagelaran wayang kulit dengan dalang Ki Wisnu Sugito. Merti desa sendiri  memiliki tujuan utama dalam pelaksanaan Merti Desa ini adalah sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas ketentraman penduduk dan desa serta  hasil panen yang melimpah, memberi penghormatan kepada para leluhur dan cikal bakal desa yang telah berjasa merintis dan pembukaan setempat, dan juga mengharapkan pengayoman dari Tuhan Yang Maha Esa agar panen mendatang lebih meningkat dan hidup masyarakat desa lebih sejahtera.

Pembahasan
Setiap generasi manusia adalah pewaris kebudayaan. Anak manusia lahir tidak membawa kebudayaan dari alam Garbani, tetapi bertumbuh dan berkembang menjadi dewasa dalam lingkungan budaya tertentu, dimana ia dilahirkan. Perkembangan manusia dibentuk oleh kebudayaan yang melingkunginya. Memang dalam batas-batas tertentu manusia mengubah dan membentuk kebudayaannya, tetapi pada dasarnya manusia lahir dan besar sebagai penerima kebudayaan dan generasi yang mendahului.
Seperti halnya pada masyarakat Desa Pengasih yang menerima kebudayaan yang sudah dilaksanakan sejak dulu yaitu Merti Desa. Merti Desa sendiri sebenarnya merupakan salah satu bentuk ritual dari slametan. Masyarakat tidak dapat menceritakan sejak kapan dan siapa yang membawa tradisi ini. Mereka hanya dapat mengatakan bahwa upacara ini sudah dilakukan oleh nenek moyang terdahulu, kini mereka tinggal meneruskan tradisi leluhurnya. Namun, pelaksanaan upacara Merti Desa ini dari zaman ke zaman selalu mengalami perubahan dalam pelaksanaannya.
Merti desa sendiri dalam pelaksanaannya di setiap wilayah memiliki keunikan yang berbeda-beda. Biasanya dalam pelaksanaan Merti Desa akan diadakan sebuah pagelaran wayang kulit sebagai rangkaian dari agenda kegiatan Merti Desa. Tradisi ini juga memiliki mitos yang diyakini akan membawa berkah apabila dihormati melalui Bersih Desa, dan sebaliknya akan mendatangkan bahaya jika tidak melaksanakan Merti Desa. Fenomena ritual tersebut, dalam seni pertunjukan spiritual juga selalu digunakan. Ada perasaan takut pada masyarakat jika tidak dalam pelaksanaan bersih desa tidak disertai dengan pertunjukan wayang kulit. Itulah sebabnya, masyarakat selalu berjuang keras agar bersih desa tetap dilaksanakan meskipun dalam ekonomi yang kurang memungkinkan.
Seperti tahun tahun yang sudah berlalu Pemerintahan Desa Pengasih yang pada tahun melestarikan kebudayaan yang ada yaitu merti desa pengasih, merti desa pengasih yang sekarang tahun 2019 dipimpin oleh bapak Djoko Purwanto,  merti desa pengasih ini diadakan pada  jumat 3 mei 2019, kegiatan bersih desa ini memiliki kerangka acara yang  sudah direncakanan jauh jauh hari sebelum adanya kirab ini yaitu tertangal 8 febuari terbentuknya panitia bersih desa ini kemudian minggu tanggal 28 april 2019 dimulainya kegiatan ritual agama katholik, tanggal 29 april 2019 ritual agama kristen, selasa tanggal 30 ritual agama islam berlanjut hari rabu tanggal 1 mei 2019 ziarah makam lurah/ kepala desa pengasih yang bertempat jati lembreh clawer, josutan tawangsari, jintung terbah, sasono loyo dayakan, klampok pengasih dan sentanan pengasih, dalam ziarah makam ini diikuti sekitar 30an orang yang terdiri dari perangkat desa, BPD, ketua panitia serta rois wilayah wilayah.
Kegiatan kegiatan yang berlangsung pada acara merti desa ini selalu meriah karena event event ini senantiasa ditunggu tunggu oleh semua kalangan warga pada desa pengasih, dan yang paling utama acara ini ditunggu oleh para sesepuh sesepuh, kegiatan selanjutnya setelah ziarah makan ialah bazar yang didalam bazar ini terdapat pentas seni dan budaya serta adanya stand stand perwakilan dari setiap dusun dikecamatan pengasih, stand stand ini bermaksud dan bertujuan untuk mempresentasikan atau mengeksplore potensi potensi yang ada pada setiap dusun dari kecamatan pengasih, rata rata stand yang ada terwujud pada bidang jual beli antara lain minuman khas daerah yaitu wedang uwuh yang diproduksi oleh toga farma pengasih dan makanan makanan khas daerah kulon progo misalnya geblek dan sengek, geblek ini menjadi iconnya kulon progo yang diviralkan oleh bapak bupati Hasto.
Pemerintah desa mengadakan upacara adat merti desa dalam hal ini adalah kirab yang dilanjutkan kenduri acara ini dilaksanakan pada hari jumat tanggal 3 mei 2019 acara ini merupakan salah satu acara pada merti desa, peserta yang mengikuti kirab ini 13 pedukuhan se desa pengasih dan instansi di desa pengasih dengan ketentuan ketentuan masing masing pedukuhan membawa ambeng ( nasi gurih ), ingkung, tumpeng, lauk pauk kolak, minuman, tikar dll yang mendukung jalannya acara kirab ini, peserta kenduri minimal 10 orang dengan pakaian kejawen tidak memakai duwung, acara kirab ini ada sebuah perlombaan atau mungkin bisa disebut reward tentang ke kreativan dari para peserta yang mengikuti kirab yang dinilai dari aspek tumpeng, pakaian dll. Untuk rute kirab ini dimulai dari lapangan pengasih – pertigaan twins- perepatan kud- balai desa pengasih, jalannya kirab ini di buka oleh pasukan corp drum band sd pengasih kemudian diikuti pasukan pak kepala desa lalu para peserta kirab perwakilan dari dusun dusun. Sesampainya semua peserta kirab di halaman balai desa lalu dimulailah acara kenduri yang dipimpin oleh tokoh agama setempat. Setelah acara kenduri yang dipimpin tokoh agama setempat tiba waktunya untuk makan bersama sebagai alat pemersatu kerukunan antar warga pedesaan desa pengasih karena waktu kenduri dan makan bersama ini terjadi suatu interaksi saling kewata bareng atau istilah jawanya adalah guyon bareng nah dengan ketawa bareng inilah yang menjadi momen pemersatu keguyupan antar warga desa pengasih.
Malam puncak acara merti desa adanya pagelaran wayang kulit halaman balai desa pada hari jumat atau malam sabtu, dalam acara puncak ini pewayangan didalangi oleh Ki Wisnu beserta rombongan, pada malam ini pun menjadi acara penyerahan reward kepada para pemenang lomba kirab juara yang pertama diraih oleh pengasih juara dua dusun klampis dan juara ketiga dusun ngento, pagelaran wayang ini dihadiri tamu undangan sekitan 200 orang dan bagi para among tamu atau penyambut tamu diharuskan mengenakan pakaian kejawen lengkap.
Makna yang terkandung dalam pelaksanaan merti desa ini adalah sebagai rasa ucapan syukur, ucapan pengharapan, dan ungkapan persaudaraan. Dimana rasa syukur itu telah di tujukan kepada Tuhan YME, yang telah memberikan begitu banyak limpahan rejeki. Ungkapan pengharapan yang tersirat dalam kegiatan ini adalah akan adanya kebaikan yang lebih di waktu-waktu mendatang dan perginya hal-hal buruk yang masih menaungi masyarakat di desa Pengasih. Kemudian yang dimaksud dengan ungkapan persaudaraan adalah dengan adanya kegiatan masyarakat desa pengasih saling bergotong royong, saling toleran, dan juga saling membantu sesama umat manusia baik secara finansial ataupun yang lainnya.
Nilai nilai yang terkadung serta yang bermanfaat pada para pelaksana merti desa ini ialah nilai sosial, nilai budaya dan nilai ekonomi. Nilai social meliputi nilai material dan rohani nilai material merupakan nilai nilai yang tersaji pada saat acara berlangsung contohnya makanan ingkung nasi lauk pauk dll, nilai rohani meliputi nilai religius dan moral, nilai religious tercermin dari doa doa daripada tradisi tersebut dimana tradisi tersebut merupakan wujud syukur para warga kepada sang pencipta atas kelimpahan nikmat ketentraman yang diberikan kepada pedesaan khususnya desa Pengasih. Sedangkan nilai moralnya adalah yang tercermin dari adanya kerukunan dan gotong royong Nilai kerukunan tergambar jelas saat pesta kirab di halaman balai desa pengasih saat acara kenduri berlangsung Sebab di Pedesaan pengasih ini beragam status sosialnya sehingga dengan adanya acara merti desa ini semua elemen kalangan masyarakat bisa berkumpul menjadi satu tanpa memandang status status social ekonomi agama jabatan derajat dan lain lainnya. Adanya nilai gotong royong dari setiap dusun yang mengikuti acara tersebut yang rela mengutamakan kepentingan bersama ketimbang pribadi dalam rangka merti dusun yang diselenggarakan bersama. Nilai budaya tergambar jelas dari awal acara berlangsung nilai budaya yang turun temurun dilakukan dari generasi ke generasi, yang dianggap kegiatan yang mulia.
Dalam pelaksanaan merti desa ini tidak sembarangan diadakanya kegiatan tersebut, kegiatan ini memiliki tata cara tersendiri dan tujuan tujuan tertentu dalam pelaksanaanya. Nilai ekonomi yang bisa didapat dari kegiatan ini adalah adanya keuntungan atau penghasilan yang didapat bagi para mereka yang berjualan baik distan stan acara maupun di sekitar balai dusun.


Penutup
a.       Kesimpulan
Jadi Merti desa adalah membersihkan desa baik secara lahir maupun batin. Merti desa juga merupakan sebuah bentuk ucapan rasa syukur kita sebagai manusia terhadap limpahan rezeki, keselamatan, kesejahteraan, dan juga keselarasan yang sudah diberikan oleh Yang Maha Esa. Merti desa juga memiliki makna tersendiri yaitu agar kita sebagai warga masyarakat bisa saling tolong menolong dan juga bergotong royong untuk mencapai kesejahteraan hidup.
b.      Saran
Kita sebagai generasi muda generasi penerus bangsa harus bisa melestarikan kebudayaan-kebudayaan yang ada dilingkungan sekitar kita agar kebudayaan yang sudah diwariskan oleh nenek moyang kita leluhur kita dapat terus terjaga seiring dengan perkembangan zaman dan juga arus globalisasi. Dengan masuknya budaya-budaya barat diharapkan kita dapat memfilter budaya sesuai dengan budaya yang ada di lingkungan kita itu sendiri.

Lampiran
Acara kirab yang dimulai di lapangan desa pengasih kemudian menuju balai desa pengasih


Sampai di Desa Pengasih kemudian dilanjutkan dengan ritual dan juga kenduri



Pagelaran wayang sebagai puncak acara merti desa
Daftar Pustaka
Beni harjadi, P. D. (2019). Penanganan Lahan Merapi Pascaerupsi antara Berkah dan Musibah. Yogyakarta: Deepublish.
Elly M Setiadi, K. A. (2006). ilmu sosial dan budaya dasar. Jakarta: Kencana.
Mulyana. (2006). Spiritualisme Jawa Meraba Demensi dan Pergaulan Religiusitas Orang Jawa. Universitas Negeri Yogyakarta, 43-44.


                                                    



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TRADISI NYADRAN DI MAKAM SEWU DIWIJIRWJO PANDAK BANTUL

Oleh : Febriana SiskaWati (2017015260) Febrianasiska123@gmail.com Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa ABSTRAK Tulisan ini m...