Oleh
Yunisa Andika Putri
2017015024
Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa
Abstrak
Merti desa
adalah membersihkan desa baik secara lahir maupun batin. Menurut Darusuprapta
(1988:48) merti desa kemungkinan
besar masih berkaitan dengan tata cara memberikan makanan (pengorbanan) kepada
roh leluhur sebagai cikal bakal yang menjaga desa. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana proses merti desa yang diadakan di Desa pengasih dan
juga penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada generasi penerus
bangsa agar mengetahui sejarah-sejarah yang ada di suatu masyarakat. Tujuan
penulisan artikel ini juga untuk mengingatkan kepada generasi penerus agar
dapat meneruskan dan juga melestarikan budaya-budaya yang utamanya berada di
lingkungan sekitar. Metode yang digunakan yaitu dengan cara observasi langsung.
Merti desa sendiri dilakukan dengan prosesi yang pertama melaksanakan ritual
keagamaan, ziarah makam, pentas seni dan budaya, bazar, kirab dan kenduri, dan
yang terakhir diadakan pagelaran wayang kulit sebagai rangkaian dari puncak
acara.
Pendahuluan
Bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang memiliki beraneka ragam kebudayaan. Indonesia yang
memiliki bermacam-macam suku, agama, ras, dan bahasa menjadikan Indonesia
memiliki beraneka ragam kebudayaan. Wujud kebudayaan itu sendiri tidak hanya
berasal dari wujud pemikiran dan ide dari suatu masyarakat. Tetapi budaya juga
berasal dari sebuah aktivitas dalam suatu masyarakat tertentu. Manusia dan
kebudayaan itu sendiri merupakan salah satu ikatan yang tidak bisa dipisahkan.
Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna menciptakan kebudayaan
mereka sendiri dan melestarikannya secara turun temurun. Budaya itu sendiri
tercipta akibat adanya kegiatan sehari-hari dan juga kejadian-kejadian yang
sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari
generasi ke generasi.
Salah satu
kebudayaan yang ada di Desa Pengasih Kabupaten Kulon Progo adalah merti desa.
Merti desa adalah membersihkan desa baik secara lahir maupun batin. Menurut
Darusuprapta (1988:48) merti desa
kemungkinan besar masih berkaitan dengan tata cara memberikan makanan
(pengorbanan) kepada roh leluhur sebagai cikal bakal yang menjaga desa. Arwah
tersebut memang pantas dimintai berkah agar membantu anak cucu. Roh leluhur itu
dianggap yang menjadi penjaga sajawining wangon dan salabeting wangon, artinya
di luar pekarangan dan di dalam pekarangan. Hal ini berarti bahwa penghayat
kepercayaan mencoba mengaitkan antara dunia dengan kosmologi jawa. Merti desa
juga sering disebut juga bersih desa, hakikatnya adalah simbol rasa syukur
masyarakat kepada Yang Maha Kuasa atas limpahan karunia yang diberikan-Nya.
Karunia tersebut bisa berwujud apa saja, seperti kelimpahan rezeki,
keselamatan, serta ketentraman dan keselarasan hidup.
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses dalam melaksanakan merti desa.
Seperti halnya merti desa yang dilaksanakan di Desa Pengasih Kabupaten Kulon
Progo yang dimulai dari kegiatan ritual keagamaan sampai puncak acara dengan
pagelaran wayang kulit dengan dalang Ki Wisnu Sugito. Merti desa sendiri memiliki tujuan utama dalam pelaksanaan Merti
Desa ini adalah sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
ketentraman penduduk dan desa serta
hasil panen yang melimpah, memberi penghormatan kepada para leluhur dan
cikal bakal desa yang telah berjasa merintis dan pembukaan setempat, dan juga
mengharapkan pengayoman dari Tuhan Yang Maha Esa agar panen mendatang lebih
meningkat dan hidup masyarakat desa lebih sejahtera.
Pembahasan
Setiap generasi
manusia adalah pewaris kebudayaan. Anak manusia lahir tidak membawa kebudayaan
dari alam Garbani, tetapi bertumbuh
dan berkembang menjadi dewasa dalam lingkungan budaya tertentu, dimana ia
dilahirkan. Perkembangan manusia dibentuk oleh kebudayaan yang melingkunginya.
Memang dalam batas-batas tertentu manusia mengubah dan membentuk kebudayaannya,
tetapi pada dasarnya manusia lahir dan besar sebagai penerima kebudayaan dan
generasi yang mendahului.
Seperti halnya
pada masyarakat Desa Pengasih yang menerima kebudayaan yang sudah dilaksanakan
sejak dulu yaitu Merti Desa. Merti Desa sendiri sebenarnya merupakan salah satu
bentuk ritual dari slametan. Masyarakat tidak dapat menceritakan sejak kapan
dan siapa yang membawa tradisi ini. Mereka hanya dapat mengatakan bahwa upacara
ini sudah dilakukan oleh nenek moyang terdahulu, kini mereka tinggal meneruskan
tradisi leluhurnya. Namun, pelaksanaan upacara Merti Desa ini dari zaman ke
zaman selalu mengalami perubahan dalam pelaksanaannya.
Merti desa
sendiri dalam pelaksanaannya di setiap wilayah memiliki keunikan yang berbeda-beda.
Biasanya dalam pelaksanaan Merti Desa akan diadakan sebuah pagelaran wayang
kulit sebagai rangkaian dari agenda kegiatan Merti Desa. Tradisi ini juga
memiliki mitos yang diyakini akan membawa berkah apabila dihormati melalui
Bersih Desa, dan sebaliknya akan mendatangkan bahaya jika tidak melaksanakan
Merti Desa. Fenomena ritual tersebut, dalam seni pertunjukan spiritual juga
selalu digunakan. Ada perasaan takut pada masyarakat jika tidak dalam
pelaksanaan bersih desa tidak disertai dengan pertunjukan wayang kulit. Itulah
sebabnya, masyarakat selalu berjuang keras agar bersih desa tetap dilaksanakan
meskipun dalam ekonomi yang kurang memungkinkan.
Seperti tahun
tahun yang sudah berlalu Pemerintahan Desa Pengasih yang pada tahun
melestarikan kebudayaan yang ada yaitu merti desa pengasih, merti desa pengasih
yang sekarang tahun 2019 dipimpin oleh bapak Djoko Purwanto, merti desa pengasih ini diadakan pada jumat 3 mei 2019, kegiatan bersih desa ini
memiliki kerangka acara yang sudah
direncakanan jauh jauh hari sebelum adanya kirab ini yaitu tertangal 8 febuari
terbentuknya panitia bersih desa ini kemudian minggu tanggal 28 april 2019
dimulainya kegiatan ritual agama katholik, tanggal 29 april 2019 ritual agama
kristen, selasa tanggal 30 ritual agama islam berlanjut hari rabu tanggal 1 mei
2019 ziarah makam lurah/ kepala desa pengasih yang bertempat jati lembreh
clawer, josutan tawangsari, jintung terbah, sasono loyo dayakan, klampok
pengasih dan sentanan pengasih, dalam ziarah makam ini diikuti sekitar 30an
orang yang terdiri dari perangkat desa, BPD, ketua panitia serta rois wilayah
wilayah.
Kegiatan
kegiatan yang berlangsung pada acara merti desa ini selalu meriah karena event
event ini senantiasa ditunggu tunggu oleh semua kalangan warga pada desa
pengasih, dan yang paling utama acara ini ditunggu oleh para sesepuh sesepuh,
kegiatan selanjutnya setelah ziarah makan ialah bazar yang didalam bazar ini
terdapat pentas seni dan budaya serta adanya stand stand perwakilan dari setiap
dusun dikecamatan pengasih, stand stand ini bermaksud dan bertujuan untuk
mempresentasikan atau mengeksplore potensi potensi yang ada pada setiap dusun
dari kecamatan pengasih, rata rata stand yang ada terwujud pada bidang jual beli
antara lain minuman khas daerah yaitu wedang uwuh yang diproduksi oleh toga
farma pengasih dan makanan makanan khas daerah kulon progo misalnya geblek dan
sengek, geblek ini menjadi iconnya kulon progo yang diviralkan oleh bapak
bupati Hasto.
Pemerintah desa
mengadakan upacara adat merti desa dalam hal ini adalah kirab yang dilanjutkan
kenduri acara ini dilaksanakan pada hari jumat tanggal 3 mei 2019 acara ini
merupakan salah satu acara pada merti desa, peserta yang mengikuti kirab ini 13
pedukuhan se desa pengasih dan instansi di desa pengasih dengan ketentuan
ketentuan masing masing pedukuhan membawa ambeng ( nasi gurih ), ingkung,
tumpeng, lauk pauk kolak, minuman, tikar dll yang mendukung jalannya acara
kirab ini, peserta kenduri minimal 10 orang dengan pakaian kejawen tidak
memakai duwung, acara kirab ini ada sebuah perlombaan atau mungkin bisa disebut
reward tentang ke kreativan dari para peserta yang mengikuti kirab yang dinilai
dari aspek tumpeng, pakaian dll. Untuk rute kirab ini dimulai dari lapangan
pengasih – pertigaan twins- perepatan kud- balai desa pengasih, jalannya kirab
ini di buka oleh pasukan corp drum band sd pengasih kemudian diikuti pasukan
pak kepala desa lalu para peserta kirab perwakilan dari dusun dusun.
Sesampainya semua peserta kirab di halaman balai desa lalu dimulailah acara
kenduri yang dipimpin oleh tokoh agama setempat. Setelah acara kenduri yang
dipimpin tokoh agama setempat tiba waktunya untuk makan bersama sebagai alat
pemersatu kerukunan antar warga pedesaan desa pengasih karena waktu kenduri dan
makan bersama ini terjadi suatu interaksi saling kewata bareng atau istilah
jawanya adalah guyon bareng nah dengan ketawa bareng inilah yang menjadi momen
pemersatu keguyupan antar warga desa pengasih.
Malam puncak
acara merti desa adanya pagelaran wayang kulit halaman balai desa pada hari
jumat atau malam sabtu, dalam acara puncak ini pewayangan didalangi oleh Ki
Wisnu beserta rombongan, pada malam ini pun menjadi acara penyerahan reward
kepada para pemenang lomba kirab juara yang pertama diraih oleh pengasih juara
dua dusun klampis dan juara ketiga dusun ngento, pagelaran wayang ini dihadiri
tamu undangan sekitan 200 orang dan bagi para among tamu atau penyambut tamu
diharuskan mengenakan pakaian kejawen lengkap.
Makna yang
terkandung dalam pelaksanaan merti desa ini adalah sebagai rasa ucapan syukur,
ucapan pengharapan, dan ungkapan persaudaraan. Dimana rasa syukur itu telah di
tujukan kepada Tuhan YME, yang telah memberikan begitu banyak limpahan rejeki.
Ungkapan pengharapan yang tersirat dalam kegiatan ini adalah akan adanya
kebaikan yang lebih di waktu-waktu mendatang dan perginya hal-hal buruk yang
masih menaungi masyarakat di desa Pengasih. Kemudian yang dimaksud dengan
ungkapan persaudaraan adalah dengan adanya kegiatan masyarakat desa pengasih
saling bergotong royong, saling toleran, dan juga saling membantu sesama umat
manusia baik secara finansial ataupun yang lainnya.
Nilai nilai yang
terkadung serta yang bermanfaat pada para pelaksana merti desa ini ialah nilai
sosial, nilai budaya dan nilai ekonomi. Nilai social meliputi nilai material
dan rohani nilai material merupakan nilai nilai yang tersaji pada saat acara
berlangsung contohnya makanan ingkung nasi lauk pauk dll, nilai rohani meliputi
nilai religius dan moral, nilai religious tercermin dari doa doa daripada
tradisi tersebut dimana tradisi tersebut merupakan wujud syukur para warga
kepada sang pencipta atas kelimpahan nikmat ketentraman yang diberikan kepada
pedesaan khususnya desa Pengasih. Sedangkan nilai moralnya adalah yang
tercermin dari adanya kerukunan dan gotong royong Nilai kerukunan tergambar
jelas saat pesta kirab di halaman balai desa pengasih saat acara kenduri
berlangsung Sebab di Pedesaan pengasih ini beragam status sosialnya sehingga
dengan adanya acara merti desa ini semua elemen kalangan masyarakat bisa
berkumpul menjadi satu tanpa memandang status status social ekonomi agama
jabatan derajat dan lain lainnya. Adanya nilai gotong royong dari setiap dusun
yang mengikuti acara tersebut yang rela mengutamakan kepentingan bersama
ketimbang pribadi dalam rangka merti dusun yang diselenggarakan bersama. Nilai
budaya tergambar jelas dari awal acara berlangsung nilai budaya yang turun
temurun dilakukan dari generasi ke generasi, yang dianggap kegiatan yang mulia.
Dalam
pelaksanaan merti desa ini tidak sembarangan diadakanya kegiatan tersebut,
kegiatan ini memiliki tata cara tersendiri dan tujuan tujuan tertentu dalam
pelaksanaanya. Nilai ekonomi yang bisa didapat dari kegiatan ini adalah adanya
keuntungan atau penghasilan yang didapat bagi para mereka yang berjualan baik
distan stan acara maupun di sekitar balai dusun.
Penutup
a. Kesimpulan
Jadi
Merti desa adalah membersihkan desa baik secara lahir maupun batin. Merti desa
juga merupakan sebuah bentuk ucapan rasa syukur kita sebagai manusia terhadap
limpahan rezeki, keselamatan, kesejahteraan, dan juga keselarasan yang sudah
diberikan oleh Yang Maha Esa. Merti desa juga memiliki makna tersendiri yaitu
agar kita sebagai warga masyarakat bisa saling tolong menolong dan juga
bergotong royong untuk mencapai kesejahteraan hidup.
b. Saran
Kita
sebagai generasi muda generasi penerus bangsa harus bisa melestarikan
kebudayaan-kebudayaan yang ada dilingkungan sekitar kita agar kebudayaan yang
sudah diwariskan oleh nenek moyang kita leluhur kita dapat terus terjaga
seiring dengan perkembangan zaman dan juga arus globalisasi. Dengan masuknya
budaya-budaya barat diharapkan kita dapat memfilter budaya sesuai dengan budaya
yang ada di lingkungan kita itu sendiri.
Lampiran

Acara kirab yang
dimulai di lapangan desa pengasih kemudian menuju balai desa pengasih

Sampai di Desa Pengasih
kemudian dilanjutkan dengan ritual dan juga kenduri

Pagelaran wayang
sebagai puncak acara merti desa
Daftar Pustaka
Beni harjadi, P. D. (2019). Penanganan
Lahan Merapi Pascaerupsi antara Berkah dan Musibah. Yogyakarta: Deepublish.
Elly M Setiadi, K.
A. (2006). ilmu sosial dan budaya dasar. Jakarta: Kencana.
Mulyana. (2006).
Spiritualisme Jawa Meraba Demensi dan Pergaulan Religiusitas Orang Jawa. Universitas
Negeri Yogyakarta, 43-44.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar