Yulistia Wardani
2016015061
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Sarjanawiwiyata Tamansiswa
Abstract
Wayang kulit merupakan kesenian tradisional
rakyat Indonesia yang mampu bertahan dan dapat diakui eksistensinya melampaui
lintas zaman dan benua. Seiring perkembangan zaman, keberadaan seni pewayangan di Yogyakarta saat ini sudah mengalami penurunan minat oleh para
masyarakatnya, ditandai dengan berkurangnya minat para generasi muda untuk
turut menikmati seluk beluk dunia pewayangan dan pertunjukan wayang kulit
sebagai faktor utama karena durasi pagelaran wayang kulit yang tidak efektif
dan efisien yaitu semalam suntuk yang mampu mengikuti laju globalisai. Hasil
Observasi menunjukan bahwa upaya pelestarian pagelaran wayang kulit dapat
menarik perhatian warga dosmetik dan mancanegara melalui modifikasi durasi
waktu menjadi lebih singkat sekitar 2 jam untuk satu episode cerita dan dibagi
menjadi dua sesi. Serta dilaksankan setiap hari satu kali satu episode, kecuali
hari minggu dan libur nasional. Penggunan IT dalam mempromosikan pagelaran
wayang kulit yang sangat menarik dan fasilitas yang memadai.
Kata Kunci:
Wayang Kulit, Pertunjukan wayang kulit, Upaya pelestarian wayang kulit
PENDAHULUAN
Wayang kulit merupakan kesenian
tradisional rakyat Indonesia yang mampu bertahan dan dapat diakui eksistensinya
melampaui lintas zaman dan benua. Jika menengok sejarah budaya jawa, Seni
wayang kulit jawa sudah ada sebelum masuknya kebudayaan Hindu ke Indonesia. Wayang
kulit sudah berkembang sejak abad ke-15 dan hingga saat ini masih banyak
penggemarnya meskipun dari kalangan tertentu. Wayang kulit suatu bentuk kesenian
yang menampilkan adegan drama boneka yang terbuat dari kulit binatang,
berbentuk pipih diwarnai dan bertangkai. Yang dimainkan oleh seorang dalang
dengan menyuguhkan kisah-kisah atau cerita-cerita klasik seperti Ramayana dan
Mahabrata, yang dikenal dengan budaya Hindu-India yang diadaptasikan dengan budaya
Jawa.
Dapat diketahui bahwa, wayang kulit yang
pada awalnya merupakan ritual dan kesenian rakyat mampu menjelma sebagai sebuah
budaya lokal dan mampu bertahan hingga saat ini. Dan perkembangan selanjutnya
dilihat dari fungsi dan tujuan pertunjukan wayang kulit memiliki identitas
kesenian lokal dan misi keagamaan. Kedua bentuk tersebut tidak lepas dari
historisitas pewayangan yang memiliki sebuah alur cerita dan lakon/aktor yang
dimainkan oleh Dalang.
Sebagai sebuah kesenian lokal, wayang
kulit menjadi hiburan tersendiri bagi para pegiat sastra dan budaya lokal.
Sehingga pertunjukan pewayangan memiliki kecenderungan tematik terhadap gejala
sosial. Yang disuguhkan melalui alur cerita yang memiliki muatan kritik sosial
dan pembangunan mental bangsa. Yang mencakup permasalahan sosisal
kemasyarakatan dengan megandung unsur
pendidikan karakter.
Orang jawa sangat gemar menonton wayang
karena ceritanya sarat akan pelajaran-pelajaran hidup yang sangat berguna yang
dapat dijadikan pedoman dalam menjalani hidup.
Kemunculan wayang kulit memliki cerita tersendiri, terkait dengan
masuknya Islam Jawa. Salah satu anggota Wali Songo menciptakannya dengan
mengadopsi Wayang Beber yag berkembang pada masa kejayaan Hindu-Budha. Adopsi
itu dilakukan karena wayang terlanjur lekat dengan orang Jawa sehingga menjadi
media yang tepat untuk dakwah menyebarkan agama Islam, sementara agama islam
melarang bentuk seni rupa. Alhasil, diciptakan wayang kulit dimana orang hanya
bisa melihat bayangan.
Pagelaran wayang kulit dimainkan oleh
seorang yang kiranya bisa disebut penghibur publik di dunia. Bagaimana tidak, selama
semalam suntuk, sang Dalang memainkan seluruh karakter aktor wayang kulit yang
merupakan orang-orangan berbahan kulit binatang dihias motif kerajianan tatah sungging (ukir kulit). Ia harus mengubah
karakter suara, berganti intonasi, mengeluarkan guyonan dan bahkan menyanyi.
Untuk menghidupkan suasana, Dalang dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan
dan para sinden yang menyanyikan lagu-lagu jawa.
Cerita wayang bersumber pada beberapa
kitab tua misalnya Ramayan, Mahabrata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Kini,
juga terdapat buku-buku yang memuat lakon gubahan dan karangan yang selama
ratusan tahun telah disukai masyarakat seperti Abimanyu Kerem, Doraweca, suryamatja
Maling dan sebagainya. Diantara semua kitab tua yang dipakai, kitab Purwakanda
adalah yang paling sering digunakan oleh dalang-dalang dari Kraton Yogyakarta.
Pagelaran Wayang kulit dimulai ketika sang Dalang telah mengeluarkan gunungan.
Seiring perkembangan zaman,
keberadaan seni pewayangan di Yogyakarta
saat ini sudah mengalami penurunan minat oleh para masyarakatnya, ditandai
dengan berkurangnya minat para generasi muda untuk turut menikmati seluk beluk
dunia pewayangan dan pertunjukan wayang kulit itu sendiri, padahal seni wayang
kulit dapat dijadikan hiburan dan sarana penyampaian berita ataupun
realita-realita kehidupan yang terjadi pada saat ini adalah kekurangannya minat
generasi muda terhadap pewayangan ini. Tentunya kelestarian seni wayang kulit di
Yogyakarta tidak terlepas dari campur tangan para generasi muda untuk mengenal,
mempelajari, mengembangkan dan ikut melestarikan budaya seni wayang kulit di
yogyakarta.
Tujuan penulisan artikel ini untuk memberi
informasi kepada pembaca bagaimana proses pewayangan kulit Jawa tentang sejarah
sosial-budaya yang ada pada masa lampau
yang menjadi salah satu kesenian nusantara yang ada di Indonesia.
PEMBAHASAN
Wayang kulit adalah seni tradisional
Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata “Ma Hyang”
yang artinya menuju kepada roh spiritual, dwa, atau yang Maha Esa. Pada tanggal 7 November 2003, UNESCO telah
menetapkan bahwa wayang kulit adalah warisan budaya asli Indoesia. Upaya
peletarian kesenian wayang kulit masih terus digalakan terutama di Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY), sampai saat ini pertunjukan wayang kulit masih
sering digelar ditempat-tempat tertentu di Yogyakarta. Salah satu nya pagelaran
kesenian wayang kulit di Museum Sasono Budoyo, Alun-alun Utara Yogyakarta,
pertunjukan wayang kulit berlangsung selama dua jam mulai pukul 20.00 – 22.00
Wib.
Pertunjukan wayang kulit pada umumnya digelar
semalam suntuk dan membutuhkan waktu dan energi yang luar biasa. Hal ini
membuat penikmat wayang dirasa kurang efisien dan efektifitas, menyadari hal itu durasi waktu pewayangan ini sengaja
dimodifikasi menjadi pagelaran wayang kulit yang berdurasi sekitar 2 jam dan menjadi pagelaran wayang kulit tersingkat
satu-satunya di Indonesia yang masih tersisa yang dahulunya pada tahun 80’an
ada beberapa pagelaran wayang serupa, tujuannya adalah agar dapat menarik minat
masyarakat sebagai penikmat seni wayang dan para generasi muda serta menjaga
kelestarian kesenian wayang kulit. Keraton Yogyakarta menjadi tempat penyangga
kesenian wayang kulit agar tetap berdiri ditengah laju globalisasi. Dengan
dikemas secara menarik, pertujukan wayang kulit dikeraton Yogyakrta cukup mampu
meyasar wisatawan domestik maupun mancanegara.
Setiap wisatawan yang ingin menikmati
seni pertunjukan di Museum Sasonobudoyo dikenakan biaya masuk sebesar Rp. 20.000,00
dan wisatawan yang membawa segala jenis kamera maupun handycam/alat perekam
video diwajibkan membayar izin setiap 1 kamera sebesar Rp.3000,00. Tiket masuk
dan izin mengambil gambar ini dapat diperoleh di loket Tepas Pariwisata.
Pagelaran wayang kulit rutin dilakukan hampir setiap malam yaitu pada hari
senin sampai sabtu kecuali pada hari minggu dan hari libur nasional. Saat
mewawancarai bapak Basuki selaku penjaga loket tiket, kebanyakan pengunjung
adalah wisatawan mancanegara 20 hingga 40 pengunjung setiap harinya dan ada
atau tidaknya pengunjung tetap pagelaran akan berjalan.
Wayang
kulit dimainkan oleh seorang Dalang yang juga menjadi narator dialog
tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi musik gamelan. Pemain musik gamelan disebut
dengan Niyaga serta diiringi oleh para sinden yaitu tembang. Dalang memainkan
wayang kulit didepan kelir yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara
didepannya kelir disorotkan lampu listrik sehingga para penonton yang berada
disisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir,
terdapat 4 sinden atau swarawati dan setiap satu instrumen musik terdapat satu
Niyaga. Ketika Dalang memainkan peran pada karakter wayang, semua instrumen
musik pada gamelan mengikuti panduan ketukan dari dalang menggunakan alat yang
disebut Cempala dalam bahasa jawa disebut ”Cempolo” , ketukan dapat menandai
dengan dimulainya episode. Cempala terdiri dari dua buah yaitu Cempala kecil
dan besar, cempala besar terbuat dari kayu keras dan dipegang ditangan Dalang
dan diketukan pada bagian dalam kotak depan kelir sedangkan Cempala kecil
ukuran separuh dari Cempala besar, terbuat dari kayu atau logam dijepit dijari
kaki kanan dan dapat diketukan pada sisi luar kotak penyimpangan wayang. Untuk
dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan
tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil dilayar.
Terdapat kothak didekat Dalang yang
berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan wayang kulit, terbuat dari kayu yag di
ukir. Pada kelir (layar putih) terdapat 3 wayang kulit Gunungan, wayang kulit
yang akan dimainkan dimasukkan kedalam kotak dan selebihnya tidak dimainkan di
jajarkan disamping kanan dan kiri layar pagelaran wayang kulit. Pada kelir
dibagi tiga bagian, pertama bagian atas yang disebut langitan, bagian tengah
Jagatan dan bagian bawah Palemahan. Sisi kanan kiri kelir dijahit berlubang
untuk tempat meletakan sligii, semacam tiang kecil yang terbuat dari bambu
untuk membentang kelir yang ditancapkan pada batang pisang dibagian bawahnya,
sedangkan bagian atas dihubungankan dengan Gawangan kelir. Batang pisang atau
debog pada diletakan pada bagian bawah , samping kanan dan kiri kelir sebagai tempat pijakan wayang kulit yaitu
dengan cara ditancapkan.
Gamelan adalah alat musik tradisional yang
kebanyakan merupakan instrumen pukul terbuat dari perunggu berualitas baik atau
dapat juga dari besi kecuali kendang dan bedhug. Instrumen yang dimainkan saat
pagelaran wayang kulit berlangsung yaitu:
1. Kenong, dengan cara
dipukul diletakan ditempat ayunan dan suara kenong paling tinggi dan kecil. Menimbulkan
bunyi Neng (Meneng, Diam), Ning (Wening, Berfikir), Nung (ndhuNung, berdo’a)
Nang (meNang, Kemenagan), Nong (Tuhan).
2. Gong, bermakna agung atau
besar, mengandung arti bahwa Tuhan itu, Allah maha besar, segala sesuatu
terjadi kehendak Allah.
a. Gong Suwuk atau siyem, dengan cara dipukul
sebagai tanda akhir langgam musik sebelum gong Ageng dpukul dan ukurannya lebih
kecil daripada gong Ageng serta mempunyai nada lebih tinggi.
b. Gong Ageng, dengan cara dipukul yaitu mempunyai
nada yang paling rendah dibanding suara peralatan gamelan yang lain serta gong
Ageng sebgai tanda akhir langgam musik yang disebut gongan.
3. Kethuk, merupakan
instrumen gamelan yang berbunyi thuk saat ditabuh/ dipukul diletakan mirip
ayunan hampir sama dengan kenong. Kata thuk bagi orang jawa diartikan sebagai
manthuk yang artinya setuju, yang dimaksudkaan agar manusia haruslah setuju
dengan semua perintah dan larangan sang pencipta.
4. Bonang barung yaitu
beroktaf tengah sampai tinggi yang jika kita dengar berbunyi nang, memainkannya
dengan cara ditabuh dan berbunyi nang
yang diletakan seperti ayunan tidak digantung seperti gong. Kata nang ini orang Jawa diartikan sadar yang memiliki
makna filosofid, setelah manusia terlahir harus bisa berfikir dengan hati yang
jernih sehingga keputusan yang diambil dengan penuh kesadaran.
5. Rebab, merupakan salah
satu alat gamelan yang dibunyikan terlebih dahulu jika gender tidak ada dan
dimainkan dengan cara dipetik dengan menggunakan jari tangan yang berfungsi sebagai
pelengkap untuk megiringi nyanyian dan menuntun arah lagu sinden. Adapun makna
filosofis dari rebab ini adalah bertujuan atau keinginan dari suatu
tindakandengan pekerti yang luhur.
6. Kendhang, dibuat dengan menggunakan kayu nangka dan juga dipukul dengan telapak tangan kombinasi antara
telapak dengan jari dan juga tak bernada yang berfungsi mengatur irama dam
kelompok. Kendhang merupakan pimpinan dalam permainan musik gamelan, kendhang
juga mengendalikan irama cepat atau lambat dalam permainan gamelan. Kata
kendang diambil dari bunyi alat musik ini saat dimainkan yaitu berbunyi dang.
Adapun filosofinya dari ndang merupakan kata kerja yang memiliki arti
bersegeralah dalam beribadah kepada sang maha cipta.
7. Balungan
a. saron, yaitu dibuat dengan
bahan besi, kayu, karet, dan paku dengan bentuk seperti lesung kecil dan
dimainkan dengan cara dipukul yaitu berukuran sedang dan beroktaf tinggi. Kata
saron ini dalah basaha jawa dinamakan sero yang artinya keras atau seru.
b. Demung, dengan cara
dipukul yaitu berukuran besar dan beroktaf tengah.
c. Peking, dengan cara di
pukul berbetuk saron paling kecil dan beroktaf tinggi.
9. Gender
a. gender barung, dengan cara
dipukul yaitu berukuran besar dan beroktaf rendah sampai tengah. Gender barung
meminkan pola-pola lagu berketukan ajeg (cengkok). Dalam pertunjukan wayang
gender mempunyai peran utama harus memainkan instumennya hampir tidak pernah
berhenti . Gender berasal dari kata gendera yang berarti bendera, bendera juga
merupakan simbol permulaan.
b. selenthem, dengan cara dipukul
yaitu gema yang mengikuti nada saron dan balungan bila ditabuh.
10. Gambang, dengan cara dipukul
hampir sama seperti saron namun ukurannya lebih besar dan memilih nada lebih rendah. Gambang berasala
dari kata gamblang yang berarti seimbang dan jelas, yang menunjukan adanya
keseimbangan anatara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
11. Suling, dengan cara di tiup
yaitu dapat mengasilkan suara yang meliuk-liuk, dengan cengkok dan warna bunyi
yang sangat khas dan alamiah. Dalam bahasa Jawa, filosofis suling yaitu elingg
yang artinya ingat, maksudnya agar manusia selalu ingat akan kewajibannya.
Pada saat membeli tiket masuk petugas
loket akan memberikan sebuah tiket masuk, tiket pengambilan foto serta brosur
yang di desain dengan menarik yang berisikan
tentang kisah atau penjelasan alur cerita yaitu 1 episode yang dibagi menjadi
dua sesi pembagian cerita serta berisi
gambar dan nama tokoh karakter wayang yang akan dimainkan, terdapat juga profil
Museum Sasonobudoyo yang menggunakan bahasa Inggris. Setiap satu hari sekali pagelaran
wayang kulit dimainkan dalam 1 episode dan terdapat jadwal episode yang sudah
ditetapkan dan diumumkan oleh pihak Museum Sasonobudoyo melalui media internet
atau datang langsung ke Museum Sasonobuyo.
Kesenian wayang kulit terdapat
nilai-nilai budaya yaitu adanyan konsep mengenai apa yang hidup yaitu dalam
pikiran masyarakat Indonesia mengenai apa yang dianggap meiliki nilai, berharga
yang di anggap penting dalam hidup, dunia perwayanagan juga sangat kaya akan
lambang atau pasemon (petuah) yang berupa pesan yang dapat bernilai adiluhung.
Pagelaran wayang kulit juga sebagai ilmuu yang mengajarkan manuasia “bagaimana
seharusnya hidup” atau bagaimana mejadi
manusia yang bijaksana dan mendidik manusia kearah tingkah laku yang baik yang
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Terutama banyak hikmah
dari cerita wayang yaitu sebuah nilai moral.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wayang
kulit merupakan kesenian tradisional rakyat Indonesia yang mampu bertahan dan
dapat diakui eksistensinya melampaui lintas zaman dan benua, Seni wayang kulit
jawa sudah ada sebelum masuknya kebudayaan Hindu ke Indonesia. Pertunjukan
pewayangan memiliki kecenderungan tematik terhadap gejala sosial. Yang
disuguhkan melalui alur cerita yang memiliki muatan kritik sosial dan
pembangunan mental bangsa. Yang mencakup permasalahan sosial kemasyarakatan
dengan mengandung unsur pendidikan
karakter. Cerita wayang bersumber pada beberapa kitab tua misalnya Ramayan,
Mahabrata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Seiring perkembangan zaman,
keberadaan seni pewayangan di Yogyakarta
saat ini sudah mengalami penurunan minat oleh para masyarakatnya, ditandai
dengan berkurangnya minat para generasi muda untuk turut menikmati seluk beluk
dunia pewayangan dan pertunjukan wayang kulit itu sendiri.
Dapat diketahui bahwa, wayang kulit
yang pada awalnya merupakan ritual dan kesenian rakyat mampu menjelma sebagai
sebuah budaya lokal dan mampu bertahan hingga saat ini. Dan perkembangan
selanjutnya dilihat dari fungsi dan tujuan pertunjukan wayang kulit memiliki
identitas kesenian lokal dan misi keagamaan. Upaya peletarian kesenian wayang
kulit masih terus digalakan terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta, sampai saat
ini pertunjukan wayang kulit masih sering digelar ditempat-tempat tertentu di
Yogyakarta. Salah satu nya pagelaran kesenian wayang kulit di Museum Sasono
Budoyo, Alun-alun Utara Yogyakarta
Pertunjukan wayang kulit pada
umumnya digelar semalam suntuk. Membutuhkan waktu dan energi yang luar biasa.
Hal ini membuat penikmat wyang dirasa kurang efisien dan efektifitas, menyadari
hal itu durasi waktu pewayangan ini sengaja dimodifikasi menjadi pagelaran
wayang kulit yang berdurasi sekitar 2 jam, tujuannya adalah agar dapat menarik
minat masyarakat sebagai penikmat seni wayang dan para generasi muda serta
menjaga kelestarian kesenian wayang kulit. Wayang kulit dimainkan oleh seorang
dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi
musik gamelan
Kesenian wayang kulit terdapat
nilai-nilai budaya yaitu adanyan konsep mengenai apa yang hidup yaitu dalam
pikiran masyarakat Indonesia mengenai apa yang dianggap meiliki nilai, berharga
yang di anggap penting dalam hidup. Pagelaran wayang kulit juga sebagai ilmuu
yang mengajarkan manuasia “bagaimana seharusnya hidup” atau bagaimana mejadi manusia yang bijaksana
dan mendidik manusia kearah tingkah laku yang baik yang dapat membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk. Terutama banyak hikmah dari cerita wayang yaitu
sebuah nilai moral.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono,
Sri.1975. Wayang, Asal-usul, Filosofis,
dan Masa Depannya.Jakarta: Haji Masagung
R., Sutrisno.1983.
Sekilas Dunia Wayang dan Sejarahnya.Surakarta:ASK
Http://id.m.wikipedia.org/wiki/Dalang
(diakses pada tanggal 22 April)
Http://id.m.wikipedia.org/wiki/Wayangkulit
(diakses pada tanggal 22 April)
Http://majalahpendidikan.com/observasi-pengertian-manfaat-jeni-dan-tujuan/
(diakses pada tanggal 22 April)
Http://eprints.ums.ac.id/41375/5/bab201.pdf
(diakses pada tanggal 22 April)
Https://www.kompasiana.com>hrayana
(diakses pada tanggal 22 April)
Http://www.yoges.com/id/yogyakarta-tourism-object/arts-and-culture/wayang-kulit-show/(diakses
pada tanggal 22 April)
LAMPIRAN





Brosur


Tiket masuk dan tiket foto

Tidak ada komentar:
Posting Komentar