Jumat, 17 Mei 2019

Pelestarian Pagelaran kesenian Wayang Kulit di Kraton, Yogyakarta



Yulistia Wardani
2016015061
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Sarjanawiwiyata Tamansiswa

Abstract
     Wayang kulit merupakan kesenian tradisional rakyat Indonesia yang mampu bertahan dan dapat diakui eksistensinya melampaui lintas zaman dan benua. Seiring perkembangan zaman, keberadaan  seni pewayangan di Yogyakarta saat ini sudah  mengalami penurunan minat oleh para masyarakatnya, ditandai dengan berkurangnya minat para generasi muda untuk turut menikmati seluk beluk dunia pewayangan dan pertunjukan wayang kulit sebagai faktor utama karena durasi pagelaran wayang kulit yang tidak efektif dan efisien yaitu semalam suntuk yang mampu mengikuti laju globalisai. Hasil Observasi menunjukan bahwa upaya pelestarian pagelaran wayang kulit dapat menarik perhatian warga dosmetik dan mancanegara melalui modifikasi durasi waktu menjadi lebih singkat sekitar 2 jam untuk satu episode cerita dan dibagi menjadi dua sesi. Serta dilaksankan setiap hari satu kali satu episode, kecuali hari minggu dan libur nasional. Penggunan IT dalam mempromosikan pagelaran wayang kulit yang sangat menarik dan fasilitas yang memadai.
Kata Kunci: Wayang Kulit, Pertunjukan wayang kulit, Upaya pelestarian wayang kulit











PENDAHULUAN
       Wayang kulit merupakan kesenian tradisional rakyat Indonesia yang mampu bertahan dan dapat diakui eksistensinya melampaui lintas zaman dan benua. Jika menengok sejarah budaya jawa, Seni wayang kulit jawa sudah ada sebelum masuknya kebudayaan Hindu ke Indonesia. Wayang kulit sudah berkembang sejak abad ke-15 dan hingga saat ini masih banyak penggemarnya meskipun dari kalangan tertentu. Wayang kulit suatu bentuk kesenian yang menampilkan adegan drama boneka yang terbuat dari kulit binatang, berbentuk pipih diwarnai dan bertangkai. Yang dimainkan oleh seorang dalang dengan menyuguhkan kisah-kisah atau cerita-cerita klasik seperti Ramayana dan Mahabrata, yang dikenal dengan budaya Hindu-India yang diadaptasikan dengan budaya Jawa.
       Dapat diketahui bahwa, wayang kulit yang pada awalnya merupakan ritual dan kesenian rakyat mampu menjelma sebagai sebuah budaya lokal dan mampu bertahan hingga saat ini. Dan perkembangan selanjutnya dilihat dari fungsi dan tujuan pertunjukan wayang kulit memiliki identitas kesenian lokal dan misi keagamaan. Kedua bentuk tersebut tidak lepas dari historisitas pewayangan yang memiliki sebuah alur cerita dan lakon/aktor yang dimainkan oleh Dalang.
       Sebagai sebuah kesenian lokal, wayang kulit menjadi hiburan tersendiri bagi para pegiat sastra dan budaya lokal. Sehingga pertunjukan pewayangan memiliki kecenderungan tematik terhadap gejala sosial. Yang disuguhkan melalui alur cerita yang memiliki muatan kritik sosial dan pembangunan mental bangsa. Yang mencakup permasalahan sosisal kemasyarakatan dengan megandung  unsur pendidikan karakter.
       Orang jawa sangat gemar menonton wayang karena ceritanya sarat akan pelajaran-pelajaran hidup yang sangat berguna yang dapat dijadikan pedoman dalam menjalani hidup.  Kemunculan wayang kulit memliki cerita tersendiri, terkait dengan masuknya Islam Jawa. Salah satu anggota Wali Songo menciptakannya dengan mengadopsi Wayang Beber yag berkembang pada masa kejayaan Hindu-Budha. Adopsi itu dilakukan karena wayang terlanjur lekat dengan orang Jawa sehingga menjadi media yang tepat untuk dakwah menyebarkan agama Islam, sementara agama islam melarang bentuk seni rupa. Alhasil, diciptakan wayang kulit dimana orang hanya bisa melihat bayangan.
       Pagelaran wayang kulit dimainkan oleh seorang yang kiranya bisa disebut penghibur publik di dunia. Bagaimana tidak, selama semalam suntuk, sang Dalang memainkan seluruh karakter aktor wayang kulit yang merupakan orang-orangan berbahan kulit binatang dihias motif kerajianan tatah sungging (ukir kulit). Ia harus mengubah karakter suara, berganti intonasi, mengeluarkan guyonan dan bahkan menyanyi. Untuk menghidupkan suasana, Dalang dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan dan para sinden yang menyanyikan lagu-lagu jawa.
       Cerita wayang bersumber pada beberapa kitab tua misalnya Ramayan, Mahabrata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Kini, juga terdapat buku-buku yang memuat lakon gubahan dan karangan yang selama ratusan tahun telah disukai masyarakat seperti Abimanyu Kerem, Doraweca, suryamatja Maling dan sebagainya. Diantara semua kitab tua yang dipakai, kitab Purwakanda adalah yang paling sering digunakan oleh dalang-dalang dari Kraton Yogyakarta. Pagelaran Wayang kulit dimulai ketika sang Dalang telah mengeluarkan gunungan.
       Seiring perkembangan zaman, keberadaan  seni pewayangan di Yogyakarta saat ini sudah mengalami penurunan minat oleh para masyarakatnya, ditandai dengan berkurangnya minat para generasi muda untuk turut menikmati seluk beluk dunia pewayangan dan pertunjukan wayang kulit itu sendiri, padahal seni wayang kulit dapat dijadikan hiburan dan sarana penyampaian berita ataupun realita-realita kehidupan yang terjadi pada saat ini adalah kekurangannya minat generasi muda terhadap pewayangan ini. Tentunya kelestarian seni wayang kulit di Yogyakarta tidak terlepas dari campur tangan para generasi muda untuk mengenal, mempelajari, mengembangkan dan ikut melestarikan budaya seni wayang kulit di yogyakarta.
       Tujuan penulisan artikel ini untuk memberi informasi kepada pembaca bagaimana proses pewayangan kulit Jawa tentang sejarah sosial-budaya  yang ada pada masa lampau yang menjadi salah satu kesenian nusantara yang ada di Indonesia.













PEMBAHASAN
       Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata “Ma Hyang” yang artinya menuju kepada roh spiritual, dwa, atau yang Maha Esa.  Pada tanggal 7 November 2003, UNESCO telah menetapkan bahwa wayang kulit adalah warisan budaya asli Indoesia. Upaya peletarian kesenian wayang kulit masih terus digalakan terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sampai saat ini pertunjukan wayang kulit masih sering digelar ditempat-tempat tertentu di Yogyakarta. Salah satu nya pagelaran kesenian wayang kulit di Museum Sasono Budoyo, Alun-alun Utara Yogyakarta, pertunjukan wayang kulit berlangsung selama dua jam mulai pukul 20.00 – 22.00 Wib.
       Pertunjukan wayang kulit pada umumnya digelar semalam suntuk dan membutuhkan waktu dan energi yang luar biasa. Hal ini membuat penikmat wayang dirasa kurang efisien dan efektifitas, menyadari  hal itu durasi waktu pewayangan ini sengaja dimodifikasi menjadi pagelaran wayang kulit yang berdurasi sekitar 2 jam dan  menjadi pagelaran wayang kulit tersingkat satu-satunya di Indonesia yang masih tersisa yang dahulunya pada tahun 80’an ada beberapa pagelaran wayang serupa, tujuannya adalah agar dapat menarik minat masyarakat sebagai penikmat seni wayang dan para generasi muda serta menjaga kelestarian kesenian wayang kulit. Keraton Yogyakarta menjadi tempat penyangga kesenian wayang kulit agar tetap berdiri ditengah laju globalisasi. Dengan dikemas secara menarik, pertujukan wayang kulit dikeraton Yogyakrta cukup mampu meyasar wisatawan domestik maupun mancanegara.
       Setiap wisatawan yang ingin menikmati seni pertunjukan di Museum Sasonobudoyo dikenakan biaya masuk sebesar Rp. 20.000,00 dan wisatawan yang membawa segala jenis kamera maupun handycam/alat perekam video diwajibkan membayar izin setiap 1 kamera sebesar Rp.3000,00. Tiket masuk dan izin mengambil gambar ini dapat diperoleh di loket Tepas Pariwisata. Pagelaran wayang kulit rutin dilakukan hampir setiap malam yaitu pada hari senin sampai sabtu kecuali pada hari minggu dan hari libur nasional. Saat mewawancarai bapak Basuki selaku penjaga loket tiket, kebanyakan pengunjung adalah wisatawan mancanegara 20 hingga 40 pengunjung setiap harinya dan ada atau tidaknya pengunjung tetap pagelaran akan berjalan.
       Wayang kulit dimainkan oleh seorang Dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi musik gamelan. Pemain musik gamelan disebut dengan Niyaga serta diiringi oleh para sinden yaitu tembang. Dalang memainkan wayang kulit didepan kelir yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara didepannya kelir disorotkan lampu listrik sehingga para penonton yang berada disisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir, terdapat 4 sinden atau swarawati dan setiap satu instrumen musik terdapat satu Niyaga. Ketika Dalang memainkan peran pada karakter wayang, semua instrumen musik pada gamelan mengikuti panduan ketukan dari dalang menggunakan alat yang disebut Cempala dalam bahasa jawa disebut ”Cempolo” , ketukan dapat menandai dengan dimulainya episode. Cempala terdiri dari dua buah yaitu Cempala kecil dan besar, cempala besar terbuat dari kayu keras dan dipegang ditangan Dalang dan diketukan pada bagian dalam kotak depan kelir sedangkan Cempala kecil ukuran separuh dari Cempala besar, terbuat dari kayu atau logam dijepit dijari kaki kanan dan dapat diketukan pada sisi luar kotak penyimpangan wayang. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil dilayar.
       Terdapat kothak didekat Dalang yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan wayang kulit, terbuat dari kayu yag di ukir. Pada kelir (layar putih) terdapat 3 wayang kulit Gunungan, wayang kulit yang akan dimainkan dimasukkan kedalam kotak dan selebihnya tidak dimainkan di jajarkan disamping kanan dan kiri layar pagelaran wayang kulit. Pada kelir dibagi tiga bagian, pertama bagian atas yang disebut langitan, bagian tengah Jagatan dan bagian bawah Palemahan. Sisi kanan kiri kelir dijahit berlubang untuk tempat meletakan sligii, semacam tiang kecil yang terbuat dari bambu untuk membentang kelir yang ditancapkan pada batang pisang dibagian bawahnya, sedangkan bagian atas dihubungankan dengan Gawangan kelir. Batang pisang atau debog pada diletakan pada bagian bawah , samping kanan dan kiri kelir  sebagai tempat pijakan wayang kulit yaitu dengan cara ditancapkan.
       Gamelan adalah alat musik tradisional yang kebanyakan merupakan instrumen pukul terbuat dari perunggu berualitas baik atau dapat juga dari besi kecuali kendang dan bedhug. Instrumen yang dimainkan saat pagelaran wayang kulit berlangsung yaitu:
1.      Kenong, dengan cara dipukul diletakan ditempat ayunan dan suara kenong paling tinggi dan kecil. Menimbulkan bunyi Neng (Meneng, Diam), Ning (Wening, Berfikir), Nung (ndhuNung, berdo’a) Nang (meNang, Kemenagan), Nong (Tuhan).
2.      Gong, bermakna agung atau besar, mengandung arti bahwa Tuhan itu, Allah maha besar, segala sesuatu terjadi kehendak Allah.
a. Gong Suwuk atau siyem, dengan cara dipukul sebagai tanda akhir langgam musik sebelum gong Ageng dpukul dan ukurannya lebih kecil daripada gong Ageng serta mempunyai nada lebih tinggi.
b. Gong Ageng, dengan cara dipukul yaitu mempunyai nada yang paling rendah dibanding suara peralatan gamelan yang lain serta gong Ageng sebgai tanda akhir langgam musik yang disebut gongan.

3.      Kethuk, merupakan instrumen gamelan yang berbunyi thuk saat ditabuh/ dipukul diletakan mirip ayunan hampir sama dengan kenong. Kata thuk bagi orang jawa diartikan sebagai manthuk yang artinya setuju, yang dimaksudkaan agar manusia haruslah setuju dengan semua perintah dan larangan sang pencipta.
4.      Bonang barung yaitu beroktaf tengah sampai tinggi yang jika kita dengar berbunyi nang, memainkannya dengan cara ditabuh  dan berbunyi nang yang diletakan seperti ayunan tidak digantung seperti gong. Kata nang ini  orang Jawa diartikan sadar yang memiliki makna filosofid, setelah manusia terlahir harus bisa berfikir dengan hati yang jernih sehingga keputusan yang diambil dengan penuh kesadaran.
5.      Rebab, merupakan salah satu alat gamelan yang dibunyikan terlebih dahulu jika gender tidak ada dan dimainkan dengan cara dipetik dengan menggunakan jari tangan yang berfungsi sebagai pelengkap untuk megiringi nyanyian dan menuntun arah lagu sinden. Adapun makna filosofis dari rebab ini adalah bertujuan atau keinginan dari suatu tindakandengan pekerti yang luhur.
6.      Kendhang, dibuat  dengan menggunakan kayu nangka dan juga  dipukul dengan telapak tangan kombinasi antara telapak dengan jari dan juga tak bernada yang berfungsi mengatur irama dam kelompok. Kendhang merupakan pimpinan dalam permainan musik gamelan, kendhang juga mengendalikan irama cepat atau lambat dalam permainan gamelan. Kata kendang diambil dari bunyi alat musik ini saat dimainkan yaitu berbunyi dang. Adapun filosofinya dari ndang merupakan kata kerja yang memiliki arti bersegeralah dalam beribadah kepada sang maha cipta.
7.      Balungan
a. saron, yaitu dibuat dengan bahan besi, kayu, karet, dan paku dengan bentuk seperti lesung kecil dan dimainkan dengan cara dipukul yaitu berukuran sedang dan beroktaf tinggi. Kata saron ini dalah basaha jawa dinamakan sero yang artinya keras atau seru.
b. Demung, dengan cara dipukul yaitu berukuran besar dan beroktaf tengah.
c. Peking, dengan cara di pukul berbetuk saron paling kecil dan beroktaf tinggi.
9. Gender
a. gender barung, dengan cara dipukul yaitu berukuran besar dan beroktaf rendah sampai tengah. Gender barung meminkan pola-pola lagu berketukan ajeg (cengkok). Dalam pertunjukan wayang gender mempunyai peran utama harus memainkan instumennya hampir tidak pernah berhenti . Gender berasal dari kata gendera yang berarti bendera, bendera juga merupakan simbol permulaan.
b. selenthem, dengan cara dipukul yaitu gema yang mengikuti nada saron dan balungan bila ditabuh.
10. Gambang, dengan cara dipukul hampir sama seperti saron namun ukurannya lebih besar dan   memilih nada lebih rendah. Gambang berasala dari kata gamblang yang berarti seimbang dan jelas, yang menunjukan adanya keseimbangan anatara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
11. Suling, dengan cara di tiup yaitu dapat mengasilkan suara yang meliuk-liuk, dengan cengkok dan warna bunyi yang sangat khas dan alamiah. Dalam bahasa Jawa, filosofis suling yaitu elingg yang artinya ingat, maksudnya agar manusia selalu ingat akan kewajibannya.
       Pada saat membeli tiket masuk petugas loket akan memberikan sebuah tiket masuk, tiket pengambilan foto serta brosur yang di desain dengan menarik  yang berisikan tentang kisah atau penjelasan alur cerita yaitu 1 episode yang dibagi menjadi dua sesi pembagian cerita  serta berisi gambar dan nama tokoh karakter wayang yang akan dimainkan, terdapat juga profil Museum Sasonobudoyo yang menggunakan bahasa Inggris. Setiap satu hari sekali pagelaran wayang kulit dimainkan dalam 1 episode dan terdapat jadwal episode yang sudah ditetapkan dan diumumkan oleh pihak Museum Sasonobudoyo melalui media internet atau datang langsung ke Museum Sasonobuyo.
       Kesenian wayang kulit terdapat nilai-nilai budaya yaitu adanyan konsep mengenai apa yang hidup yaitu dalam pikiran masyarakat Indonesia mengenai apa yang dianggap meiliki nilai, berharga yang di anggap penting dalam hidup, dunia perwayanagan juga sangat kaya akan lambang atau pasemon (petuah) yang berupa pesan yang dapat bernilai adiluhung. Pagelaran wayang kulit juga sebagai ilmuu yang mengajarkan manuasia “bagaimana seharusnya hidup”  atau bagaimana mejadi manusia yang bijaksana dan mendidik manusia kearah tingkah laku yang baik yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Terutama banyak hikmah dari cerita wayang yaitu sebuah nilai moral.
                       














PENUTUP
A. Kesimpulan
            Wayang kulit merupakan kesenian tradisional rakyat Indonesia yang mampu bertahan dan dapat diakui eksistensinya melampaui lintas zaman dan benua, Seni wayang kulit jawa sudah ada sebelum masuknya kebudayaan Hindu ke Indonesia. Pertunjukan pewayangan memiliki kecenderungan tematik terhadap gejala sosial. Yang disuguhkan melalui alur cerita yang memiliki muatan kritik sosial dan pembangunan mental bangsa. Yang mencakup permasalahan sosial kemasyarakatan dengan mengandung  unsur pendidikan karakter. Cerita wayang bersumber pada beberapa kitab tua misalnya Ramayan, Mahabrata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Seiring perkembangan zaman, keberadaan  seni pewayangan di Yogyakarta saat ini sudah mengalami penurunan minat oleh para masyarakatnya, ditandai dengan berkurangnya minat para generasi muda untuk turut menikmati seluk beluk dunia pewayangan dan pertunjukan wayang kulit itu sendiri.
            Dapat diketahui bahwa, wayang kulit yang pada awalnya merupakan ritual dan kesenian rakyat mampu menjelma sebagai sebuah budaya lokal dan mampu bertahan hingga saat ini. Dan perkembangan selanjutnya dilihat dari fungsi dan tujuan pertunjukan wayang kulit memiliki identitas kesenian lokal dan misi keagamaan. Upaya peletarian kesenian wayang kulit masih terus digalakan terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta, sampai saat ini pertunjukan wayang kulit masih sering digelar ditempat-tempat tertentu di Yogyakarta. Salah satu nya pagelaran kesenian wayang kulit di Museum Sasono Budoyo, Alun-alun Utara Yogyakarta
            Pertunjukan wayang kulit pada umumnya digelar semalam suntuk. Membutuhkan waktu dan energi yang luar biasa. Hal ini membuat penikmat wyang dirasa kurang efisien dan efektifitas, menyadari hal itu durasi waktu pewayangan ini sengaja dimodifikasi menjadi pagelaran wayang kulit yang berdurasi sekitar 2 jam, tujuannya adalah agar dapat menarik minat masyarakat sebagai penikmat seni wayang dan para generasi muda serta menjaga kelestarian kesenian wayang kulit. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi musik gamelan
            Kesenian wayang kulit terdapat nilai-nilai budaya yaitu adanyan konsep mengenai apa yang hidup yaitu dalam pikiran masyarakat Indonesia mengenai apa yang dianggap meiliki nilai, berharga yang di anggap penting dalam hidup. Pagelaran wayang kulit juga sebagai ilmuu yang mengajarkan manuasia “bagaimana seharusnya hidup”  atau bagaimana mejadi manusia yang bijaksana dan mendidik manusia kearah tingkah laku yang baik yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Terutama banyak hikmah dari cerita wayang yaitu sebuah nilai moral.


DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, Sri.1975. Wayang, Asal-usul, Filosofis, dan Masa Depannya.Jakarta: Haji Masagung
R., Sutrisno.1983. Sekilas Dunia Wayang dan Sejarahnya.Surakarta:ASK
Http://id.m.wikipedia.org/wiki/Dalang (diakses pada tanggal 22 April)
Http://id.m.wikipedia.org/wiki/Wayangkulit (diakses pada tanggal 22 April)
Http://majalahpendidikan.com/observasi-pengertian-manfaat-jeni-dan-tujuan/ (diakses pada tanggal 22 April)
Http://eprints.ums.ac.id/41375/5/bab201.pdf (diakses pada tanggal 22 April)
Https://www.kompasiana.com>hrayana (diakses pada tanggal 22 April)
Http://www.yoges.com/id/yogyakarta-tourism-object/arts-and-culture/wayang-kulit-show/(diakses pada tanggal 22 April)















LAMPIRAN
  
 
 





Brosur
 

 
Tiket masuk dan tiket foto


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TRADISI NYADRAN DI MAKAM SEWU DIWIJIRWJO PANDAK BANTUL

Oleh : Febriana SiskaWati (2017015260) Febrianasiska123@gmail.com Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa ABSTRAK Tulisan ini m...