Oleh : Intan
Ramadana (2017015031/6A)
Abstrak
Labuhan Merapi merupakan upacara tahunan yang dilaksanakan keraton
ngayogyakarta dengan waktu pelaksanaan selama dua hari. Labuhan Merapi diadakan
dalam rangka memperingati Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X,
sekaligus bentuk rasa syukur dan doa bagi keselamatan raja keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat, Labuhan merapi dilakukan dengan tujuan memohon
perlindungan dan keselamatan untuk warga lereng merapi serta masyarakat
Yogyakarta pada umumnya. Upacara labuhan ini dimaknai sebagai sebuah
persembahan doa kepada Tuhan yang Maha Esa juga tanda penghormatan bagi leluhur
kraton Ngayogyakarto Hdiningrat. Nilai-nilai kearifan lokal yang dapat
dipetik dari upacara adat labuhan merapi adalah merupakan salah satu wujud
nyata sinergi antara alam, manusia dan tumbuhan dalam suatu kerjasama dengan
tujuan saling menjaga keselamatan. upacara adat
labuhan merapi ini juga mengajarkan kepada kita betapa pentingnya toleransi,
tolong menolong,tidak membeda-mbedakan derajat manusia, saling berkorban dan
kegotong royongan.
Kata Kunci :
Upacara Labuhan Merapi, Yogyakarta
PENDAHULUAN
Upacara ini merupakan
kegiatan rutin yang dilaksanakan tiap tahun oleh warga masyarakat Yogyakarta di
lereng Gunung Merapi. Labuhan merapi ialah salah satu upacara adat yang
disakralkan masyarakat Yogyakarta dan sekitar gunung merapi. Kesakralan upacara
terletak pada pranata keraton karena tidak boleh dilakukan secara serampangan.
Hanya boleh dilakukan orang tertentu. Semua harus dilakukan secara khusus.
Labuhan Merapi ini merupakan kegiatan rutin tahunan setiap 30 Rajab (kalender
jawa) dalam rangka memperingati Jumeneng Dalem atau naik tahta Sri Sultan
Hamengku Buwono X
Labuhan merupakan bentuk ucapan terimakasih
atas keselamatan dan keberkahan dalam hidup dari Tuhan yang Maha Esa. Labuhan
merapi dilakukan dengan tujuan memohon perlindungan dan keselamatan untuk warga
lereng merapi serta masyarakat Yogyakarta pada umumnya. Masyarakat sangat
meyakini sekali dengan melakukannya Upacara Labuhan secara tradsional akan
terbina keselamatan, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat serta negara.
Harapannya para kaula muda bisa tahu
tentang budaya, dan bisa mempelajari tentang budaya. Semoga budaya ini bisa
berkembang dengan baik, sehingga masyarakat itu paham tentang budaya, dan diharapkan dengan artikel ini dapat membuka
wawasan khususnya bagi masyarakat bangsa Indonesia pada umumnya terhadap
budaya-budaya lokal, sehingga dapat lebih mencintai dan mengerti akan
pentingnya budaya-budaya lokal di Indonesia khususnya Adat Labuhan Merapi di
Yogyakarta.
PEMBAHASAN
Pesta Labuhan yaitu
merupakan Upacara Adat Tradisional Yogyakarta yang telah dilakukan sejak zaman
Kerajaan Mataram Islam pada abad ke XIII sampai sekarang di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Labuhan Merapi ini merupakan kegiatan rutin tahunan setiap
30 Rajab (kalender jawa) dalam rangka memperingati Jumeneng Dalem atau naik
tahta Sri Sultan Hamengku Buwono X. Labuhan merapi dilakukan dengan tujuan
memohon perlindungan dan keselamatan untuk warga lereng merapi serta masyarakat
Yogyakarta pada umumnya. Jadi masyarakat sangat meyakini sekali dengan
melakukannya Upacara Labuhan secara tradsional akan terbina keselamatan,
ketentraman dan kesejahteraan masyarakat serta negara.
Upacara Labuhan ini bersifat
religius yang hanya dilaksanakan atas titah raja sebagai kepal kerajaan. dan
menurut tradisi Kraton Kesultanan Yogyakarta, Upacara Labuhan dilakukan secara resmi dalam rangka
peristiwa-peristiwa seperti Penobatan Sultan, Tinggalan Panjenengan (Ulang
Tahun penobatan Sultan) dan peringatan hari “Windo” hari ulang tahun penobatan
Sultan “windon” berarti setiap delapan tahun.
Upacara Labuhan biasanya
dilaksanakan pada empat tempat yang berjauhan letaknya. Masing-masing tempat
itu mempunyai latar belakang sejarah tersendiri sehingga pada masing-masing
tempat tersebut perlu dan layak dilakukan upacara labuhan. Keempat tempat
tersebut adalah Dlepih yang berada di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Tempat
yang kedua adalah Parangtritis di sebelah selatan Yogyakarta, yang ketiga
adalah Puncak Gunung Lawu, dan yang keempat Adalah di puncak Gunung Merapi. Alasan
pemilihan keempat itu karena pertimbangan historis. Dulunya, raja-raja Mataram,
terutama penembahan Senopati bertapa dan terkoneksi dengan “roh halus” di sana.
Lalu, muncul kepercayaan setiap raja yang berkuasa berkewajiban merawat relasi
tersebut lewat sesaji. Anggapan yang berkembang “roh-roh” tersebut berperan
dalam pendirian kerajaan Mataram, semisal Ratu Kidul yang berkuasa di laut
selatan atau Nyai Widononggo di dlepih, Wonogiri dan sebagainya.
Tidak mengherankan jika
upacara tradisional langka ini menjadi daya Tarik wisatawan untuk
menyaksikannya. Suasana khidmat upacara, keberanian para pembantu juru kunci
melaksanakan Labuhan di lautan serta keramaian masyarakat memperebutkan
benda-benda Labuhan, semakin menarik acara Labuan menjadi menarik untuk
disaksiakan.
Masyarakat Yogyakarta beramai-ramai
mendatangi puncak gunung api yang masih aktif itu. Tak hanya masyarakat
Yogyakarta saja yang berminat datang , bahkan banyak pula wisatawan lokal yang
datang dari daerah sekitar ataupun dari luar kota, dan ada juga beberapa
wisatawan asing yang turut dalam rombongan. yang berjalan di depan ialah para
abdi dalem Keraton Yogyakarta. Mereka berpakaian adat jawa. Tubuh mereka
dibalut surjan bewarna biru tua. Mereka mengenakan kain jarik bermotif batik
yang dipakai untuk menutup tubuh bagian bawah, dari pinggang sampai lutut, dan
mereka mengenakan belangkon di atas kepala. Salah satu dari mereka memondong
Ubo Rampe labuhan yang diletakkan di wadah berbentuk kotak persegi. Wadah itu
ditutup dengan kain bewarna hijau.
Ubo rampe itu berasal dari
Keraton Yogyakarta yang dibawa abdi dalem keraton. Ubo rampe yang dilabuh
terdiri atas Sembilan macam, yaitu sinjang kawung, sinjang kawung kemplang,
desthar daramuluk, desthar udaraga, semekan gadung mlati, semekan gadung,
seswangen, arta tindih, dan kampuh paleng. Setelah prosesi puncak acara labuhan
selesai , ubo rampe labuhan diperebutkan masyarakat. Mereka percaya ada berkah
dan keselamatan dalam hidup dalam ubo rampe labuhan sri Sultan Hamengku Buwono
X. selain ubo rampe, disertakan kembang setaman, nasi tumpeng, ayam ingkung,
serta serundeng. Namun makanan tersebut akan dibagikan kepada pengunjung
setelah upacara labuhan selesai.
Labuhan merapi ialah salah
satu upacara adat yang disakralkan masyarakat Yogyakarta dan sekitar gunung
merapi. Kesakralan upacara terletak pada pranata keraton karena tidak boleh
dilakukan secara serampangan. Hanya boleh dilakukan orang tertentu. Semua harus
dilakukan secara khusus. Labuhan merupakan bentuk ucapan terimakasih atas
keselamatan dan keberkahan dalam hidup dari Tuhan yang Maha Esa.
Nilai-nilai
kearifan lokal yang dapat dipetik dari upacara adat labuhan merapi adalah
pertama, upacara adat labuhan Merapi ini merupakan salah satu wujud nyata
sinergi antara alam, manusia dan tumbuhan dalam suatu kerjasama dengan tujuan
saling menjaga keselamatan. Kedua, pemberian sesaji dimohonkan agar
makhluk-makhluk halus ikut mendoakan kesejahteraan masyarakat Yogyakarta
menunjukkan hubungan baik antara jin dan manusia dan meyakini bahwa mereka ada
dan ikut menyembah Allah. Ketiga, doa-doa yang dipanjatkan dalam upacara
Labuhan Merapi memiliki harapan supaya wilayah lereng Gunung Merapi seperti
Kinahrejo Cangkringan pada khususnya dan wilayah Yogyakarta pada umumnya aman,
tentram, damai dan selamat. “Walaupun misalnya Gunung Merapi ada gejolak, tapi
tetap diharapkan daerah Yogyakarta aman tentram, subur, makmur. Keempat, upacara adat labuhan merapi ini juga mengajarkan
kepada kita betapa pentingnya toleransi, tolong menolong,tidak membeda-mbedakan
derajat manusia, saling berkorban dan kegotong royongan, hal ini terbukti
dengan kerelaan mereka dalam mendaki terjalnya gunung puluhan kilometer tidak
memandang tua, anak-anak, muda, wanita kaya maupun miskin, mereka tetap tertip
dan khitmat di dalam mengikuti upacara adat labuhan tersebut.
KESIMPULAN
Labuhan Merapi merupakan
upacara tahunan yang dilaksanakan keraton ngayogyakarto dengan waktu
pelaksanaan selama dua hari. Labuhan Merapi diadakan dalam rangka memperingati
Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X, sekaligus bentuk rasa syukur dan
doa bagi keselamatan raja keraton Ngayogyakarto Hadiningrat
Labuhan merupakan bentuk
ucapan terimakasih atas keselamatan dan keberkahan dalam hidup dari Tuhan yang
Maha Esa. Labuhan merapi dilakukan dengan tujuan memohon perlindungan dan
keselamatan untuk warga lereng merapi serta masyarakat Yogyakarta pada umumnya.
Masyarakat sangat meyakini sekali dengan melakukannya Upacara Labuhan secara
tradsional akan terbina keselamatan, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat
serta negara.
Nilai-nilai
kearifan lokal yang dapat dipetik dari upacara adat labuhan merapi adalah
merupakan salah satu wujud nyata sinergi antara alam, manusia dan tumbuhan
dalam suatu kerjasama dengan tujuan saling menjaga keselamatan. upacara adat labuhan merapi ini juga mengajarkan
kepada kita betapa pentingnya toleransi, tolong menolong,tidak membeda-mbedakan
derajat manusia, saling berkorban dan kegotong royongan. Harapannya para kaula
muda bisa tahu tentang budaya, dan bisa mempelajari tentang budaya. Semoga budaya
ini bisa berkembang dengan baik, sehingga masyarakat itu paham tentang budaya.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad
Sholikin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Narasi, Yogyakarta: 2010.
Di
dapat dari wawancara dengan bapak Slamet (52 tahun), warga sekitar lereng
gunung merapi yang ikut berebut Uparampe dalam Upacara adat tersebut .
LAMPIRAN
Labuhan Merapi 07- April- 2019
Foto tersebut merupakan ritual khusus kepada abdi
dalem keraton.
Foto tersebut merupakan doa bersama yang dipimpin abdi
dalem keratin.
Foto tersebut merupakan perjalanan naik kepuncak
gunung Merapi.
Foto tersebut merupakan membawa gunungan untuk prosesi
upacara labuhan merapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar