Syeni Belliana Halim
2017015025
ABSTRACT
Tradisi
atau adat suatu daerah bisaanya berhubungan dengan kekuatan diluar batas
manusia biasa yaitu kekuatan Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu tradisi yang
melekat pada jiwa masyarakat, khususnya masyarakat jawa adalah Tradisi Nyadran.
Di kota Yogyakarta tepatnya di daerah Sagan Gondokusuman Yogyakarta. Secara
filosofis Nyadran adalah ritual simbolik yang sarat dengan makna. Menurut adat
kejawen sadranan berarti berziarah Kubur atau pergi ke makam nenek moyang
dengan membawa menyan, bunga dan air doa. Kemudian bersih bersih makam .Sadran
berarti kembali atau menziarahi makam atau tempat yang dianggap sebagai cikal
bakal suatu tempat.Sebelum berziarah kubur biasanya masyarakat terlebih dahulu
membuat makanan seperti kolak, ketan apem untuk sedekah. Makanan makanan
tersebut merupakan simbol dan memiliki arti sendiri-sendiri. Dari tradisi ini
memiliki nilai pendidikan yaitu nilai sosial,budaya dan religius. Kegiatan
ruwahan dan nyadran ini biasa dilakukan menjelang bulan ramadhan. Ubarampe yang
digunakan untuk tradisi ruwahan dan nyadran yaitu , makanan sedekah
ketan,kolak,apem,bunga tabur dan air doa.
Kata
kunci : Budaya,,Nilai,ubarampe
dan Makna Simbolik
LATAR
BELAKANG
Dalam sejarah
perkembangan kebudayaan masyarakat Jawa mengalami akulturasi dengan berbagai
bentuk kultur yang ada. Oleh karena itu, corak dan bentuknya diwarnai oleh
berbagai unsur budaya yang bermacam-macam. Hal ini dikarenakan oleh kondisi
sosial budaya masyarakat antara yang satu dengan yang lain berbeda. Kebudayaan
sebagai cara berpikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi
kehidupan kelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam ruang dan
waktu. Salah satu budaya yang menonjol adalah adat istiadat atau tradisi
kejawen.
Kebudayaan selalu
menyajikan sesuatu yang khas dan unik, karena pada umumnya diartikan sebagai
proses atau hasil karya, cipta, rasa, dan karsa manusia. Tradisi bisaanya
berhubungan dengan kekuatan diluar batas manusia biasa yaitu kekuatan Tuhan
Yang Maha Esa. Salah satu tradisi yang melekat pada jiwa masyarakat, khususnya
masyarakat jawa adalah Tradisi Nyadran. Secara filosofis Nyadran adalah ritual
simbolik yang sarat dengan makna. Menurut adat kejawen sadranan berarti
berziarah Kubur atau pergi ke makam nenek moyang dengan membawa menyan, bunga
dan air doa. Sadran berarti kembali atau menziarahi makam atau tempat yang
dianggap sebagai cikal bakal suatu tempat, biasanya masyarakat menamakan tempat
tersebut dengan sebutan punden yaitu makam cikal bakal desa setempat. Sebelum
berziarah kubur biasanya masyarakat terlebih dahulu membuat makanan seperti
kolak, ketan apem untuk sedekah.
Bersih kubur yang
dikenal dengan nama sadranan atau besik merupakan salah satu bentuk alkuturasi
Islam dengan kebudayaan Jawa. Tradisi sadranan merupakan tradisi yang sudah
dikenal oleh semua masyarakat terutama masyarakat Jawa ,nyadran biasanya
dilakukan setiap setahun sekali menjelang hari Raya Lebaran atau Ramadhan
karena sadranan dilakukan di berbagai daerah tak terkecuali di kota Yogyakarta
pun masih sangat kental dengan tradisi walaupun termaksut daerah perkotaan yang
telah maju.
Tujuan penelitian
1.
Untuk
mengetahui proses/ tata cara nyadran di dusun Sagan Gondokusuman Yogyakarta
2.
Mengetahui
latar belakang upacara nyadran di dusun Sagan Gondokusuman Yogyakarta
3.
Mengetahui
filosofi upacara nyadran dan ruwahan di dusun Sagan Gondokusuman Yogyakarta
PEMBAHASAN
Nyadran merupakan
tradisi yang hingga saat ini masih berlangsung di masyarakat pedesaan yang
mempunyai makna simbolis, hubungan diri orang Jawa dengan para leluhur, dengan
sesama, dan tentu saja dengan Tuhan. Tradisi nyadran intinya berupa ziarah
kubur pada bulan Syaban (Arab), atau Ruwah dalam kalender Jawa, menjadi semacam
kewajiban bagi orang Jawa. Ziarah dengan membersihkan makam leluhur,
memanjatkan doa permohonan ampun, dan tabur bunga tersebut adalah simbol bakti
dan ungkapan penghormatan serta terima kasih seseorang terhadap para
leluhurnya.
Nyadran atau sadranan
memiliki arti berziarah , sadran biasanya menziarah ke makam yang di anggap
cikal bakal sebuah desa seperti halnya di Sagan terdapat makam yang di anggap
sebagai cikal bakal daerah Sagan sendiri yaitu makam Ki dan Nyai Sag .Makna
yang terkandung dalam persiapan puasa di bulan Ramadan adalah agar orang
mendapatkan berkah dan ibadahnya diterima Allah dan mengingatkan bahwa kita
semua pasti akan meninggal.
Sebelum berziarah
biasanya masyarakat di setiap rumah membuat makana khas yaitu berupa ketan ,
kolak , apem atau ada juga yang mengadakan di balai dusun bersama sama kemudian
makanan tersebut di bagi bagikan kegiatan pembuatan ketan kolak apem biasa di sebut
ruwahan.
Sebagaimana masyarakat
Jawa pada umumnya dikenal senang mengguankan simbol-simbol dalam tradisinya.
Seperti juga dengan penggunaan sajian Ketan, Kolak dan Apem dalam tradisi
Ruwahan ini, yang memiliki makna dan filosifi mendalam. Berdasarkan hasil
wawancara saya dengan tetua di daerah desa Sagan Gondokusuman Terban yaitu
bapak Djiman S.H bawasannya arti dari tiap tiap makanan yang di buat saat
ruwahan yaitu,
1.
Ketan
Nama ketan
sendiri dalam kepercayaan masyarakan Jawa mmeiliki banyak makna. Ketan bisa
diartikan “kraketan” atau “ngraketke ikatan”, yang artinya merekatkan ikatan.
Dimaknai sebagai simbol perekat tali persaudaraan antar sesama manusia. Hal ini
juga ditandai dengan pembagian sajian kepada tetanga dan saudara untuk
memperekat keakraban.
Nama Ketan juga
dipercaya berasat dari kemutan dalam bahasa Jawa, yang artinya teringat. Hal
ini sebagai simbil perenungan dan instropeksi diri atas kesalahan dan dosa yang
pernah dilakukan selama ini. Dengan kata lain, sebagai manusia harus selalu
ingat atas dosa-dosanya dan merenungkannya.
Ada pula yang
mempercayai nama ketan diambi dari bahasa Arab, Khatam yang artinya tamat. Hal
ini menyimbolkan umat dari nabi yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Ada
pula yang mempercarai nama Ketan dari kata Khotam, juga dari bahasa Arab yang
berarti kesalahan.
2.
Kolak
Kolak adalah
sajian makan manis yang terbuat dari ubi, pisang dan kolang-kaling yang direbus
bersama kuah santan dan gula Jawa. Namun berbeda dengan kolak yang biasa di
bulan Ramdhan, kolak Ruwahan biasanya kuahnya lebih kental bahkan hampir asat.
Dan rasanya biasanya lebih manis legit dengan sedikit santan yang tersisa.
Nama kolah
sendiri dipercayai berasal dari bahasa arab yaitu kata “Khalaqa”, yang artinya
menciptakan. Atau juga dari kata “Khaliq” yang berarti Sang Pencipta. Dengan
kata lain, Kolak ini merujuk kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kolak ini sebagai
simbol harapan dari pembuatnya, agar selalu ingat kepada Sang Pencipta, Tuhan
Yang Maha Esa.
3.
Apem
Apem adalah kue
tradisional masyarakat Jawa yang terbuat dari tepung beras. Berbentuk bulat
pipih sempurna, karena dimasaknya menggunakan cetakan khusus. Dalam memasak
juga tidak sembarangan, membutuhkan kesabaran karena harus menggunakan bara api
kecil untuk menghasilkan Apem yang matang sempurna sampai dalam.
Nama Apem
sendiri dipercaya berasar dari bahasa Arab yaitu kata “Afwan”, yang artinya
memohon ampunan. Atau berasal dari kata “Afuan”, yang artinya meminta maaf.
Dengan ini, Apem dimaknai kalau kita diharapkan selalu bisa memberi maaf atau
memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain. Atau juga dimaknai sebagai pertobatan
manusia yang memohon ampun.
Jika ditarik
kesimpulan, Ketan, Kolak dan Apem dalam tradisi Ruwahan masyarakat Jawa ini
memiliki makna yang dalam. Yaitu kita harus merekatkan tali persaudaraan dengan
sesama manusia. Segabai manusia juga harus selalu ingat kepada Sang Pencipta,
yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dan kita juga harus memohon ampun kepada-Nya atas
segala dosa dan kesalahan kita.
Kenapa Ruwahan ini
dilaksanakan menjelang bulan Puasa? Ruwahan ini dilakukan dalam rangka
menyambut datangnya Bulan Ramadhan dan mempersiapan diri untuk Puasa. Yaitu
dengan cara instropeksi diri, refleksi diri sebagai manusia yang tidak luput
akan dosa dan kesalahan.
Makna simbolis dari
ritual nyadran dan ruwahan itu sangat jelas, bahwa saat memasuki bulan Ramadhan
atau puasa, mereka harus benar-benar bersih, yang antara lain diupayakan dengan
cara harus berbuat baik terhadap sesama, juga lingkungan sosialnya. Melalui
rangkaian tradisi nyadran itulah orang Jawa merasa lengkap dan siap untuk
memasuki ramadhan, bulan suci yang penuh berkah itu. Sebab, bagi orang Jawa,
nyadran juga berarti sebuah upaya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan,
memperbaiki hubungan baik dengan masyarakat dan lingkungan, serta menunjukkan
bakti kepada para leluhur mereka.
Tradisi nyadran dan
ruwahan mengandung nilai tanggung jawab sosial dimana masyarakat selalu menjaga
kerukunan dan melestarikan gotong royong. Semua masyarakat mempersiapkan acara
ruwah secara gotong royong seperti pembuatan sedekah ruwahan di balai desa dan kemudian di bagikan ke
waarg masyarakat. Selain itu nilai yang terkandung dalam segi religius kegiatan
berziarah mendekatkan kita terhadap Tuhan dan mengingatkan kita bahwa semua
manusia pasti akan meninggal. Nilai pendidikan yang dapat di petik yaitu bahwa
kita harus melestarikan budaya di zaman milenial ini.
PENUTUP
Tradisi Nyadran dan Ruwahan biasa diadakan oleh
warga masyarakat Sagan Gondokusuman Yogyakarta pada setiap tahunya menjelang
bulan ramadhan atau bertepatan pada 20 syaban ( Arab ). Rangkaian kegiatan
yaitu ruwahan dengan membuat makanan yang biasanya di bagikan atau di
sedekahkan berupa ketan, kolak, apem. Kemudian dilanjutkan dengan berziarah
kemakam leluhur dan makan yang di anggap sebagai cikal bakal daerah Sgan
Gondokusuman Yogyakarta tersebut. Dalam kegiatan nyadran dan ruwahan memiliki
nilai-nilai pendidikan selain pelestarian budaya yaitu nilai sosial dimana
masyarakat dalam tradisi ini melakukan gotong royong entah dalam membuat
makanan sedekah atau bersih makam ,budaya dalam hal ini merupakan akulturasi
budaya jawa dengan keagamaan yaitu agama islam yang di kembangkan dan religius yaitu dalam berziarah ke makam
mengingatkan kita bahwa semua manusia kelak akan meninggal.
LAMPIRAN
Gambar
1. Kegiatan berziarah ke
makam leluhur yang merupakan cikal bakal daerah Sagan Gondokusuman Yogyakarta
makam Ki dan Nyai Sag.
Gambar
2. Bersih- bersih
sekitar makam sanak saudara
Gambar
3. Foto makanan sedekah ketan, kolak , apem yang di buat oleh setiap keluarga.
Gambar
4. Kegiatan mengirim doa ke makam sanak saudara
Gambar 5. Foto makanan
sedekah ketan, kolak , apem yang di buat oleh masyarakat daerah Sagan
Gondokusuman Yogyakarta di Balai pertemuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Rapanna, Patta
& Yana Fajriah. 2018. Menembus Badai
Ekonomi dalam Prespektif Kearifan Lokal.Makasar : CV Sah Media
Sumber Primer : hasil observasi langsung di daerah
Sagan Gondokusuman dan wawan cara dengan Bapak Djiman S.H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar