Oleh
:
Dian
Putri Utami (2017015020)
Abstract
Upacara
Sadranan adalah salah satu elemen komunikasi dengan mendesak orang-orang untuk
bertemu dan berkomunikasi. Upacara Sadranan sebagai budaya asli yang tetap
dilakukan sampai saat ini dan mengembangkan adat asli desa Karangturi. Dapat
disimpulkan juga bahwa upacara Sadranan telah melalui modifikasi nilai yang
dimasukkan dengan prinsip Islam.
Nilai-nilai yang
disajikan dalam upacara Sadranan diantaranya kekeluargaan dan sikap
tolong-menolong. Penelitian ini mengacu pada Teori Symbol, Teori Budaya, dan
Interaksionisme simbolis. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah upacara
Sadranan, sebagai simbol yang memiliki konsep ganda yaitu konsep umum sebagai
kuburan-haji dan konsep sebagai rasa syukur kepada Tuhan, menyambut Ramadhan,
berdoa pengampunan bagi roh leluhur, dan memelihara hubungan sosial selama
prosesi Sadranan.
Kata kunci: Upacara,
Sadranan, Komunikasi Sosial
PENDAHULUAN
Upacara
tradisional merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi seluruh
masyarakat dunia. Upacara tradisional merupakan suatu kegiatan resmi yang
dilakukan untuk peristiwa-peristiwa tertentu. Kegiatan tersebut mempunyai
kaitan dengan sebuah kepercayaan mengenai adanya kekuatan di luar kemampuan
manusia. Yang dimaksud dengan kekuatan di luar manusia adalah Tuhan Yang Maha
Esa.
Upacara
tradisional dapat juga dikatakan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan pada
saat tertentu dan secara teratur yang di dalamnya terdapat pengaktifan
simbol-simbol komunikasi. Upacara tradisional digunakan sebagai perantara dalam
menyampaikan pesanpesan yang terkandung dalam simbolsimbol komunikasi dimana di
dalamnya terdapat hal-hal yang wajib dimengerti oleh masyarakat penggunanya.
Budaya
merupakan warisan turun temurun dari generasi ke generasi, salah satu upacara
tradisional yang masih diyakini serta dilestarikan oleh masyarakat Jawa yaitu
Sadranan. Sebuah tradisi yang sampai saat ini masih kental dengan mempercayai
simbol-simbol tradisi leluhur ini telah mewarnai kehidupan masyarakat di
sekitarnya.
Tujuannya
Agar budaya tradisoanal merupakan media yang berasal dari nenek moyang untuk
melukiskan segala macam bentuk pesan pengetahuan pada masyarakat sebagai
generasi penerus. Adanya simbol yang melekat pada suatu adat ataupun kebudayaan
diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat penggunanya. Salah satu
tindakan simbolis yang sampai saat ini masih diyakini serta dilestarikan oleh
masyarakat Jawa adalah upacara tradisional. Upacara tradisional merupakan
sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi seluruh masyarakat. Upacara
tradisional merupakan suatu kegiatan resmi yang dilakukan untuk
peristiwa-peristiwa tertentu. Kegiatan tersebut mempunyai kaitan dengan sebuah
kepercayaan mengenai adanya kekuatan di luar kemampuan manusia.
PEMBAHASAN
Budaya
merupakan warisan turun temurun dari generasi ke generasi, salah satu upacara
tradisional yang masih diyakini serta dilestarikan oleh masyarakat Jawa yaitu
Sadranan. Upacara Sadranan yang dilaksanakan setiap tanggal 24 ruwah menjelang
bulan puasa pada intinya tak jauh beda dengan ritual serupa di waktu lain dalam
penanggalan Jawa seperti Suranan, Muluran, atau Syawalan. Intinya adalah
memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi keselamatan dan
kesejahteraan. Sebuah ritual doa menggunakan media yang dipercaya masyarakat
dapat mendekatkan diri mereka dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sadranan menjelang
bulan puasa selain memiliki makna doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga
merupakan suatu penghargaan terhadap bulan Syakban (Jawa : Ruwah), bulan yang
memiliki keistimewaan.
Tradisi Sadranan yang
dilakukan tiap bulan ruwah ini sangat ramai diadakan di berbagai wilayah suku
Jawa, salah satunya di Desa Plesedan, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul.
Tiap wilayah telah memiliki ketentuan masing-masing mengenai waktu pelaksanaan
tradisi Sadranan ini. Masyarakat desa Plesedan, Kecamatan Piyungan, Kabupaten
Bantul, rutin melaksanakan tradisi Sadranan setiap tanggal 24 Ruah atau tanggal
jawa pada tiap tahunnya.
Bukan
hanya orang tua saja yang berperan, pemuda-pemudi pun turut andil dalam
meramaikan upacara tersebut. Hal inilah yang menunjukkan budaya masyarakat
guyub rukun, gotong-royong, dan kekeluargaan. Dalam tradisi Sadranan ini sarat
dengan adanya simbol-simbol yang berfungsi sebagai media komunikasi untuk
menitipkan suatu pesan di dalamnya. Sebagai sebuah media komunikasi, upacara
tradisi Sadranan pasti memiliki serangkaian prosesi yang diwakilkan melalui
simbol simbol untuk menyampaikan suatu pesan pada generasi penerusnya. Hal
tersebut memunculkan pertanyaan di benak penulis mengenai “bagaimana
tahapan-tahapan awal sampai akhir dari prosesi upacara Sadranan, simbol-simbol
seperti apa yang digunakan sebagai media komunikasi, apa nilai-nilai yang
terkandung dalam tradisi Sadranan tersebut, serta pesan apa sebenarnya yang
ingin disampaikan?” Disamping itu tradisi Sadranan ini juga merupakan warisan
dari generasi ke generasi yang sampai saat ini masih mempengaruhi kehidupan
masyarakat desa Plesedan, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul.
Tradisi
Sadranan ini tetap dipertahankan tetapi substansinya diisi dengan nilai-nilai
Islam. Sadranan tidak lagi dipersembahkan kepada arwah leluhur, tetapi merupakan sarana atau media
untuk sedekah serta mendoakan agar arwah
para leluhur bisa tentram, damai di sisi Allah SWT. Sesaji yang semula berupa
makanan mentah, daging mentah dan darah kini diganti dengan makanan dan minuman
yang baik, yang disesuaikan dengan kemampuan dari masing-masing kepala
keluarga.
Rangkaian
Sadranan ini dilaksanakan dengan berbagai variasi sesuai dengan adat
masing-masing daerah mengingat tradisi Sadranan ini telah ada di berbagai
wilayah Jawa Tengah. Pada umumnya tradisi Sadranan diawali dengan bersih-bersih
makam. Acara bersih kubur ini merupakan kegiatan pembuka dan melibatkan seluruh masyarakat
desa. Setelah gotong-royong bersih-bersih makam, kegiatan dilanjutkan dengan
membersihkan jalan-jalan, balai desa atau tempat lainnya yang memiliki fungsi
sebagai tempat publik.
Tradisi
upacara Sadranan dilaksanakan sesuai dengan tata cara pelaksanaan yang telah
disepakati oleh tetua adat dan masyarakat Desa Karangturi pada setiap tahunnya.
Tradisi upacara Sadranan ini dilaksanakan satu tahun sekali yang melibatkan
seluruh masyarakat Desa Plesedan , Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul yang dikoordinir oleh Pak Kaur selaku perwakilan
dari kantor kecamatan Desa Plesedan. Dalam event upacara Sadranan ini,
Masyarakat Desa Plesedan mengikuti serangkaian kegiatan yang terangkum dalam
tata cara pelaksanaan upacara Sadranan yang meliputi:
(1) Pra-upacara
Sadranan
(2) Hari
H upacara Sadranan
(3) Acara Kenduri. Serangkaian
kegiatan tersebut dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu yang berdekatan.
Bentuk
komunikasi sosial dari tradisi upacara Sadranan ini adalah penyampaian pesan
atau nasehat dari orang-orang tua zaman dahulu kepada generasi mudanya agar
tetap hormat kepada arwah nenek moyang atau leluhurnya yang diharapkan berimbas
kepada menghormati orang tua yang masih hidup. Disamping itu, komunikasi sosial
juga tampak ketika warga masyarakat Desa Plesedan menunjukkan aktualisasi dirinya
sebagai bentuk eksistensi dengan mengikuti prosesi upacara Sadranan. Hal
tersebut merupakan suatu keinginan untuk menunjukkan diri bahwa mereka pun ada
dan turut aktif mengikuti rangkaian kegiatan upacara Sadranan.
Upacara
Sadranan juga dijadikan sebagai wahana pergaulan sosial dimana terjadi
penyampaian informasi yang melibatkan seluruh lapisan warga masyarakat Desa
Plesedan. Upacara Sadranan merupakan salah satu bentuk komunikasi sosial yang
memiliki makna berupa keselarasan atau sebuah harmoni yang tercipta dalam
dinamika kehidupan warga masyarakat Desa Plesedan.
perubahan
makna dengan upacara Sadranan zaman dahulu, dengan upacara Sadranan msa
sekarang. Sadranan pada zaman dahulu terdapat berbagai sesaji yang memang
diperuntukkan bagi arwah para leluhur atau nenek moyang. Sesaji berupa makanan
mentah, daging mentah, dupa dan darah itu diperuntukkan bagi para arwah leluhur
agar masyarakat mendapat keselamatan, kesejahteraan, dan keberkahan hidup.
Sedangkan upacara Sadranan pada masa sekarang tetap mempertahankan substansinya
namun telah diisi dengan nilai-nilai Islam. Sadranan tidak lagi di persembahkan
kepada arwah para leluhur atau nenek moyang, namun merupakan sarana atau media
untuk sedekah serta mendoakan arwah leluhur agar bisa tentram. Sesaji yang
semula berupa makanan mentah, daging mentah dan darah pun sekarang telah
diganti dengan makanan dan minuman yang baik. Tradisi upacara Sadranan telah
mengalami pergeseran nilai dan makna yakni sebagai ziarah kubur mendoakan arwah
leluhur agar memperoleh ketentraman di sisi Allah SWT.
KESIMPULAN
Tradisi
upacara Sadranan mengalami pergeseran makna. Sadranan tidak lagi dimaknai
sebagai sebuah ritual untuk memohon keselamatan serta berkah dari arwah para
leluhur, melainkan upacara Sadranan dipandang sebagai media untuk memanjatkan
doa keselamatan para leluhur sebagai perwujudan dinamika kebudayaan yang tidak
100 persen bersifat statis.
Bentuk
komunikasi sosial dari tradisi upacara Sadranan ini adalah penyampaian pesan
atau nasehat dari orang-orang tua zaman dahulu kepada generasi mudanya agar
tetap hormat kepada arwah nenek moyang atau leluhurnya yang diharapkan berimbas
kepada menghormati orang tua yang masih hidup. Selain itu dalam upacara
Sadranan ini terdapat bentuk aktualisasi diri masyarakat sebagai wujud
eksistensi diri dalam aktivitas sosial, serta memupuk hubungan yang baik antar
warga. Tradisi upacara Sadranan mengandung harmoni sosial yang memiliki peranan
penting dalam menciptakan keharmonisan hidup bermasyarakat di Desa Plesedan,
Kecamatan Srimulyo , Kabupaten Bantul.
LAMPIRAN

festival
dewi sri


Tidak ada komentar:
Posting Komentar