Sabtu, 25 Mei 2019

TRADISI GREBEG NYADRAN DI DESA KEMUDO KECAMATAN PRAMBANAN KLATEN



ALWI CANIAGO (2017015018) / PGSD 6B
Abstrak
Nyadran merupakan salah satu bentuk ritual sosial keagamaan masyarakat (khususnya)
Jawa, biasa dilakukan menjelang bulan Ramadhan. Nyadran sebagai sebuah peristiwa
sejarah yang menjadi tradisi, memiliki makna fi losofis yang sangat beragam bagi
masing-masing komunitas warga masyarakat. Variasi pemaknaan nyadran tergantung
dari mana orang memahaminya. Makalah ini bertujuan untuk menganalisi perayaan Tradisi Grebeg Nyadran Gunung Ampo  yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Kemudo, kecamatan Prambanan,Kabupaten Klaten. Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh, maka penulis melakukan observasi langsung ke tempat tersebut. Data yang di peroleh melalui dkumentasi dan wawancara. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, a) Tradisi Grebeg Nyadran warga desa kemudo di lakukan setiap setahun sekali: b) tradisi grebeg nyadran dapat menumbuhkan rasa slidaritas social. 
Keywords Nyadran


A.    Pendahuluan
Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan sendiri-sendiri yang berbedabeda antara budaya satu dengan budaya yang lain. Demikian pula dengan suku Jawa. Suku Jawa memiliki kebudayaan yang khas dimana di dalam metode budayanya digunakan simbol-simbol sebagai sarana a alat media komunikasi untuk menyampaikan pesan bagi bangsa atau penerusnya. Budaya yang terdapat dalam suatu lingkungan masyarakat beraneka ragam dan bervariasi. Hal tersebut bersifat nurun-temurun dari generasi ke generasi. Budaya yang sudah diyakini sejak dulu itu hingga kini dijadikan sebagai suatu hal yang harus dilakukan secara terus menerus dari generasi ke generasi.     Di zaman modern seperti sekarang ini, kebudayaan masyarakat Jawa yang cenderung mengandung unsur mistik tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Karena hal tersebut dianggap tidak menghormati warisan para orang terdahulu atau leluhur. Budaya itu sendiri diyakini sebagai hasil tingkah laku atau kreasi manusia, memerlukan bahan materi atau alat penghantar untuk menyampaikan maksud. Medium budaya itu dapat berupa bahasa, benda, warna, suara, tindakan yang merupakan simbol-simbol budaya. Budaya Jawa yang dikatakan edi penidan adi luhung, karena telah terbina selama berabad-abad lamanya (Herusasoto, 2001:78).
          Tradisi Sadranan yang dilakukan tiap bulan ruwah ini sangat ramai diadakan diberbagai wilayah suku Jawa, salah satunya di Desa kemudo, Kecamatan prambanan , Kabupaten Klaten. Tiap wilayah telah memiliki ketentuan masingmasing mengenai waktu pelaksanaan tradisi Sadranan ini. Masyarakat desa prambanan , Kecamatan prambanan, Kabupaten Klaten, rutin melaksanakan tradisi Sadranan setiap tanggal 27 Ruah atau tanggal jawa pada tiap tahunnya. Bukan hanya orang tua saja yang berperan, pemuda-pemudi pun turut andil dalam meramaikan upacara tersebut. Hal inilah yang menunjukkan budaya masyarakat guyub rukun, gotong-royong, dan kekeluargaan. Dalam tradisi Sadranan ini sarat dengan adanya simbol-simbol yang berfungsi sebagai media komunikasi untuk menitipkan suatu pesan di dalamnya. Sebagai sebuah media komunikasi, upacara tradisi Sadranan pasti memiliki serangkaian prosesi yang diwakilkan melalui simbolsimbol untuk menyampaikan suatu pesan pada generasi penerusnya. Hal tersebut memunculkan pertanyaan di benak penulis mengenai “bagaimana tahapan-tahapan awal sampai akhir dari prosesi upacara Sadranan, simbol-simbol seperti apa yang digunakan sebagai media komunikasi, apa nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Sadranan tersebut, serta pesan apa sebenarnya yang ingin disampaikan
              Penulis merasa perlu untuk mengangkat penelitian mengenai upacara tradisi Sadranan sebagai salah satu upaya dalam melestarikan upacara adat ini. Mengingat semakin maraknya budaya modern yang berkembang luas serta gaya hidup masyarakat yang semakin maju, namun nyatanya tradisi Sadranan ini masih tetap dilaksanakan oleh suku Jawa secara rutin tiap tahun khususnya masyarakat desa Kemudo Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten. Di samping itu, penulis juga ingin memperkenalkan kebudayaan atau tradisi masyarakat Desa Karangturi kepada masyarakat luas, agar masyarakat luas mengetahui jenis, simbol-simbol yang digunakan sebagai media komunikasi, dan nilai-nilai yang terkandung dalam prosesi upacara tradisi Sadranan



B.     Pembahasan

          Upacara Sadranan yang dilaksanakan setiap tanggal 27 ruwah menjelang bulan puasa pada intinya tak jauh beda dengan ritual serupa di waktu lain dalam penanggalan Jawa seperti Suranan, Muluran, atau Syawalan. Intinya adalah memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi keselamatan dan kesejahteraan Sebuah ritual doa menggunakan media yang dipercaya masyarakat dapat mendekatkan diri mereka dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sadranan menjelang bulan puasa selain memiliki makna doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga merupakan suatu penghargaan terhadap bulan Syakban , bulan yang memiliki keistimewaan.
          Tradisi Sadranan ini tetap dipertahankan tetapi substansinya di isi dengan nilai-nilai Islam. Sadranan tidak lagi dipersembahkan kepada arwah leluhur, tetapi merupakan sarana atau media untuk sedekah serta mendoakan agar arwah para leluhur bisa tentram, damai di sisi Allah SWT. Sesaji yang semula berupa makanan mentah, daging mentah dan darah kini diganti dengan makanan dan minuman yang baik, yang disesuaikan dengan kemampuan dari masing-masing kepala keluarga Rangkaian Sadranan ini dilaksanakan dengan berbagai variasi sesuai dengan adat masing-masing daerah mengingat tradisi Sadranan ini telah ada di berbagai wilayah Jawa Tengah. Pada umumnya tradisi Sadranan diawali dengan bersih-bersih makam. Acara bersih kubur ini merupakan kegiatan pembuka dan melibatkan seluruh masyarakat desa. Setelah gotong-royong bersih-bersih makam, kegiatan dilanjutkan dengan membersihkan jalan-jalan, balai desa atau tempat lainnya yang memiliki fungsi sebagai tempat publik.
            Tradisi upacara Sadranan dilaksanakan sesuai dengan tata cara pelaksanaan yang telah disepakati oleh tetua adat dan masyarakat  Desa Kemudo pada setiap tahunnya. Tradisi upacara Sadranan ini dilaksanakan satu tahun sekali yang melibatkan seluruh masyarakat Desa Kemudo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten yang dikoordinir oleh perwakilan dari kantor kecamatan Desa Prambanan. Dalam event upacara Sadranan ini, Masyarakat Desa Kemudo mengikuti serangkaian kegiatan yang terangkum dalam tata cara pelaksanaan upacara Sadranan yang meliputi: (1) Pra-upacara Sadranan (2) Hari-H upacara Sadranan (3) Acara Kenduri. Serangkaian kegiatan tersebut dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu yang berdekatan.
           


                   IMG_20190503_182050.jpg

Bentuk komunikasi sosial dari tradisi upacara Sadranan ini adalah penyampaian pesan atau nasehat dari orang-orang tua zaman dahulu kepada generasi mudanya agar tetap hormat kepada arwah nenek moyang atau leluhurnya yang diharapkan berimbas kepada menghormati orang tua yang masih hidup. Disamping itu, komunikasi sosial juga tampak ketika warga masyarakat Desa Kemudo menunjukkan aktualisasi dirinya sebagai bentuk eksistensi dengan mengikuti prosesi upacara Sadranan. Hal tersebut merupakan suatu keinginan untuk menunjukkan diri bahwa mereka pun ada dan turut aktif mengikuti rangkaian kegiatan upacara Sadranan 
             Masyarakat Desa Kemudo juga menunjukkan rasa nyaman, tenteram,saat berbaur tanpa terhalang oleh perbedaan kelas sosial dengan warga lainnya, dimana hal tersebut mengisyaratkan bahwa komunikasi sosial dilakukan untuk pemenuhan diri untuk merasa terhibur pada saat memupuk hubungan baik dengan sesama. Upacara Sadranan juga dijadikan sebagai wahana pergaulan sosial dimana terjadi penyampaian informasi yang melibatkan seluruh lapisan warga masyarakat Desa Kemudo. Upacara Sadranan merupakan salah satu bentuk komunikasi sosial yang memiliki makna berupa keselarasan atau sebuah harmoni yang tercipta dalam dinamika kehidupan warga masyarakat Desa Kemudo.
           Harmoni sosial tampak begitu nyata dalam perilaku hidup sehari-hari warga masyarakat Desa Kemudo. Upacara Sadranan pun memiliki peranan penting dalam menciptakan harmoni sosial pada kehidupan masyarakat Desa Kemudo. Kerja bakti bersih makam merupakan salah satu simbol dari harmoni sosial dimana terdapat guyub rukun, gotong royong, serta nuansa kekeluargaan yang sangat kental. Melalui harmoni sosial inilah tercipta suatu bentuk keselarasan yang berujung pada kesejahteraan bersama dalam hidup bermasyakat. Bagi orang Jawa keselarasan sosial atau keharmonisan merupakan sebuah rangkaian besar terjadinya kesejahteraan hidup bersama. Karena kesejahteraan terikat secara mutlak pada keselarasan sosial, antara sesama yang illahi, alam dan sesama manusia.
          
             IMG_20190503_181816.jpg                                   
       
              Pada saat penelitian, penulis berhasil menemukan fakta baru dan berhasil mengidentifikasikan mengenai terjadinya pergeseran nilai-nilai yang terkandung di dalam prosesi upacara Sadranan. Temuan fakta baru ini bermula ketika penulis sedang mewawancarai Kepala Desa Karangturi, Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten, Bapak Hermawan. Beliau mengemukakan bahwa ada beberapa perubahan serta perubahan makna dengan upacara Sadranan zaman dahulu, dengan upacara Sadranan msa sekarang. Sadranan pada zaman dahulu
terdapat berbagai sesaji yang memang diperuntukkan bagi arwah para leluhur atau nenek moyang. Sesaji berupa makanan mentah, daging mentah, dupa dan darah itu diperuntukkan bagi para arwah leluhur agar masyarakat mendapat keselamatan, kesejahteraan, dan keberkahanhidup.
                               IMG_20190503_181856.jpg         
 Sedangkan upacara Sadranan pada masa sekarang tetap mempertahankan substansinya namun telah diisi dengan nilai-nilai Islam. Sadranan tidak lagi dipersembahkan kepada arwah para leluhur atau nenek moyang, namun merupakan sarana atau media untuk sedekah serta mendoakan arwah leluhur agar bisa tentram. Sesaji yang semula berupa makanan mentah, daging mentah dan darah pun sekarang telah diganti dengan makanan dan minuman yang baik. Tradisi upacara Sadranan telah mengalami pergeseran nilai dan makna yakni sebagai ziarah kubur
mendoakan arwah leluhur agar memperoleh ketentraman di sisi Allah SWT.
                                   IMG_20190503_181951.jpg            
Penulis merasa bahwa fakta ini merupakan suatu fenomena yang lazim terjadi sebagai wujud dari sifat-sifat kebudayaan yang tidak 100 persen statis, karena jika kebudayaan 100 persen statis tanpa dinamika, maka kebudayaan dapat dikatakan mati saja. Begitu pula tradisi upacara Sadranan.  Hal tersebut juga berkaitan dengan komunikasi. Baik secara langsung maupun tak langsung, tradisi upacara Sadranan ini memiliki fungsi komunikasi cultural dimana budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Tradisi Upacara Sadranan di Desa Karangturi ini merupakan salah satu warisan budaya dari nenek moyang atau leluhur yang sampai saat ini masih rutin dilaksanakan tiap tahunnya.

C.     Penutup

Simpulan
            Tradisi upacara Sadranan mengalami pergeseran makna. Sadranan tidak lagi dimaknai sebagai sebuah ritual untuk memohon keselamatan serta berkah dari arwah para leluhur, melainkan upacara Sadranan dipandang sebagai media untuk memanjatkan doa keselamatan para leluhur sebagai perwujudan dinamika kebudayaanBentuk komunikasi sosial dari tradisi upacara Sadranan ini adalah penyampaian pesan atau nasehat dari orang-orang tua zaman dahulu kepada generasi mudanya agar tetap hormat kepada arwah nenek moyang atau leluhurnya yang diharapkan berimbas kepada menghormati orang tua yang masih hidup. Selain itu dalam upacara Sadranan ini terdapat bentuk aktualisasi diri masyarakat sebagai wujud eksistensi diri dalam aktivitas sosial, serta memupuk hubungan yang baik antar warga. Tradisi upacara Sadranan mengandung harmoni sosial yang memiliki peranan penting dalam mencipt akan keharmonisan hidup bermasyarakat di Desa Kemudo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten.

D.    Daftar Pustaka

      Prasetyo, Yanu Endar, 2010, Mengenal Tradisi Bangsa, Yogyakarta; PT. Insist Press.
       Koentjoroningrat, 1980, Kebudayaan Jawa, Jakarta: PN Balai Pustaka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TRADISI NYADRAN DI MAKAM SEWU DIWIJIRWJO PANDAK BANTUL

Oleh : Febriana SiskaWati (2017015260) Febrianasiska123@gmail.com Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa ABSTRAK Tulisan ini m...