Sabtu, 25 Mei 2019

TRADISI NYADRAN DI MAKAM SEWU DIWIJIRWJO PANDAK BANTUL



Oleh :
Febriana SiskaWati (2017015260)
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

ABSTRAK
Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang mengungkap,prosesi, ubarampe, dan nilai budaya dalam konteks adat Nyadran Menyambut Bulan Suci Ramadhan di Desa Makam Sewu, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul. Lokasi penelitian di Desa Makan Sewu, Kecamatan Pandak , Kabupaten Bantul. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data berpijak pada metode kualitatif, yaitu : observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan : (1) prosesi tradisi Nyadran Menyambut Bulan Suci Ramadhan di Desa Makam Sewu, Kecamatan Pandak , Kabupaten Bantul, meruapkan salah satu merti dusun yang selalu di adakan setiap tahunnya dan masih terlaksana sampai saat ini. (2) makna simbolik yang terkandung dalam ubarampe yang digunakan dalam Nyadran Menyambut Bulan Suci Ramadhan , yaitu :  gunungan , pasukan bregodo , prajurit.

Kata kunci : Nyadran Menyambut Bulan Suci Ramadhan, Desa Makam Sewu, Pasukan Bregodo, dan Gunungan


Pendahuluan
            Kebudayaan dapat menunjukkan derajat dan tingkat peradapan manusia. Kecuali itu kebudayaan juga bisa menunjukkan ciri kepribadian manusia atau masyarakat penduduknya. Kebudayaan yang merupakan ciri pribadi manusia, di dalamnya mengandung norma-norma, tatanan nilai-nilai yang perlu dimiliki dan dihayati oleh manusia atau masyarakat penduduknya. Penghayatan terhadap kebudayaan dapat dilakukan melalui proses sosialisasi. (Koentjaraningrat, 1980)
            Yogyakarta bagi sebagai masyarakat Indonesia dianggap sebagai salah satu provinsi yang dimiliki keanekaragaman budaya dari kesenian hingga upacaa adat. Keduannya menjadi unsur pendukung bagi warga Yogyakarta untuk menciptakan konformitas dan kohesi sosial. Akan tetapi, upacara adat memiliki daya Tarik tersendiri karena mempunyai merangkum berbagai aspek seni dan sastra sosial. Salah satu upacara adat yang masih dipertahankan oleh warga Yogyakarta khususnya Desa Makam Sewu, Kecamatan Pandak , Kabupaten Bantul, adalah Nyadran Menyambut Bulan Ramadhan.
Nyadran merupakan salah satu tradisi dalam menyambut bulan suci Ramadhan.nyadran biasanya dilaksanakan biasanya dilaksanakan pada setiap hari ke-10 bulan Rajab atau saat datangnnya bulan Syap’ban. Nyadran makan Sewu merupakan makam yang bersejarah di mana di tempat ini dimakamkan seorang tokoh Kanjeng Panembahan Bodho , Kanjeng Panembahan Bodho merupakan murid dari Sunan Kalijaga. Tradisi Nyadran Makam Sewu diawali dengan kirab Jodangan. Kirab Jodangan di mulai di Lapangan di depan Kantor Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul.
Pembahasan
            Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Penelitian ini mengambil fenomena dari Tradis Nyadran Makam Sewu di Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul. Teknik pengumpulan data penelitian diperoleh melalui wawancara, observasi, dokumentasi.                        
1. Prosesi Tradisi Nyadran Makam Sewu di Desa Wijirejo.
a.mengangkat jodangan
                       
   Jodangan itulah namanya , jodangan yang dikirapkan seperti gambar berbentuk kotak dan dipikul oleh 4 orang. Di dalam jodangan berisi uberampe khusus seperti sego gurih, ketan kolak, apem dan ingkung. Jodangan kemudian dibawa ke pendopo Makam Sewu, setelah sampai di pendopo Makam Sewu Jodangan dido’akan. Selesai di do’a dan genduri, warga segera berebut makanan yang ada didalam jodangan , warga sudah menunggu sejak siang untuk memperebutkan makanan yang ada di dalam jodangan.



b. Mengangkat Gunugan.
   gunungan itu namanya, gunungan berbentuk seperti tumbeng, dan gunungan juga dikelilingi berbagai sayuran dan buah-buahan , tidak hanya sayuran yang dibuat gunungan, terkadang juga tahu di buat gunungan. Dan gunungan itu di angkat 4 orang, dan gunungan di bawa ke pendopo Makam Sewu, setelah sampai di pendopo Makam Sewu Gunungan dido’akan. Selesai di do’a dan genduri, warga segera berebut makanan yang ada didalam Gunungan , warga sudah menunggu sejak siang untuk memperebutkan sayur-sayuran yang ada di Gunungan tersebut.
c. Pasukan Bregodo
Bregodo itu namanya, bregodo juga menampilkan saat Tradisi Nyaran Makam Semu, Bregodo ini di bainkan oleh banyak orang tidak hanya 1 orang , dan setiap orang membawa alat-alat seperti seruling, dramben , bendera, tongkat panjang , dan . Bregada yang paling depan yang membawa pedang namanya kepala prajurit atau Rajanya Bregodo.

2. Umbarampe yang Digunakan dan Maknanya.
              Simbol-simbol dalam upacara tertentu diselenggarakan berjutuan sarana untuk menunjukkan secara semu maksud dan tujuan upacara yang dilakukan oleh masyarakat pendukungnya. Dalam simbol tersebut juga terdapat misi luhur yang dapat dipengaruhi untuk mempertahankan nilai  budaya dengan cara melestarikannya.
              Demikian umbarampe yang digunakan dan memiliki makna :
a. Nasi Ambeng
            Nasi Ambeng ini disertai lauk pauk, dan di bungkus dengan daun pisang. Nasi ini disediakan oleh warga masyarakat.
b. Ingkung
            Ayam yang dimasak secara utuh diberi bumbu tidak pedas dan santan. Ingkung melambangkan manusia ketika masih bayi belum mempunyai kesalahan atau masih suci. Ingkung juga melambangkan kepasrahan pada tuhan.
c. Bunga
          Bunga terdiri dari bunga mawar, melati dan kenanga. Bunga ini melambangkan keharuman doa yang keluar dari hati yang tulus, kecuali itu bau harum mempunyai makna kemuliaan.
d. Pisan Raja
Melambangkan suatu harapan agar kelak kemudian hari warga masyarakat desa Wijirejo hidupnya selalu bahagia seperti Raja.
            e. Jajanan Pasar
            Sesajen yang terdiri dari bermacam-macam makanan yang dibeli dari pasar, bermakna suatu harapan agar warga masyarakat desa Wijirejo selalu memperoleh berkah dari Tuhan sehingga hidupnya selalu mendapatkan kelimpahan dalam mengajarkan sawahnya.

Penutup
Simpulan
            Tradisi Nyadran Makam Sewu merupakan salah satu upacara adat tahunan dari Bantul yang sampai saat ini masih dilaksanakan. Tradisi Nyadran ini diadakan dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan.
            Prosesi Tradisi Nyadran Makam Sewu tersebut antara lain : (1) pasar malem sebelum upacara diadakan satu minggu , (2) menggotong jodangan , (3) menggangkat gunungan , (4) bregodo. Acara ini di isi oleh ustat yang di iringi do’a bersama dang genduri saat uacara sebelum jodangan , gunungan dan bregodo berjalan. Genduri dan doa bersama dilaksanakan di pendopo Makam Sewu, Wijirejo Pandak Bantul.
Saran
            Tradisi nyadran harus dilestarikan terus-menerus supaya , tradisi ini berjalan secara sistematis , dan mengenang leluhur. Karena Nyadran di saat menyambut bulan suci ramdhan itu di wajibkan , nyadran sebelum bulan suci Ramadhan itu mendoakan semua leluhun yang sudah tiada. Maka dari itu nyadran harus di lestarikan oleh peneru bangsa.

MAKNA DAN NILAI-NILAI FILOSOFIS DALAM TRADISI NYADRAN DI DUSUN NGLINGI KELURAHAN PAKEM BINANGUN KECAMATAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA



Gandhi Putra Perdana (2017015232)
Abstrak
Nyadran adalah serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah. Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha yang artinya keyakinan. Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artiya ruwah syakban. Upacara tradisi nyadran merupakan contoh salah satu tradisi yang masih melekat pada masyarakat Dusun Nglingi. Tradisi ini dilaksanakan menjelang puasa Ramadhan atau tepatnya di bulan Sya’ban atau dalam kalender jawa di sebut bulan Ruwah. Tujuan membuat artikel guna untuk memenuhi syarat mata kuliah kebudayaan daerah. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan wawancara, obsevasi, dokumentasi. Masyarakat Dusun Nglingi memiliki pemahaman yang kuat dan kental mengenai upacara tradisi nyadran sehingga masyarakat tetap melestarikan budaya nenek moyang tersebut. Urutan prosesi tradisi nyadran hampir sama dengan di tempat lain. Makna dan nilai-nilai filosofis tradisi nyadran adalah: melestarikan budaya nenek moyang, wujud terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai wadah silaturahmi, perwujudan sikap rukun, kedewasaan kehidupan beragama dan perwujudan sikap keseimbangan sosial.
Kata kunci: Upacara, nyadran, kebersamaan

Pendahuluan
Kebudayaan dapat menunjukkan derajat dan tingkat peradaban manusia. Kecuali itu kebudayaan juga bisa menunjukkan ciri kepribadian manusia atau masyarakat pendukungnya. Kebudayaan yang merupakan ciri pribadi manusia, di dalamnya mengandung norma-norma, tatanan nillai-nilai yang perlu dimiliki dan dihayati oleh manusia atau masyarakat penduduknya. Penghayatan terhadap kebudayaan dapat dilakukan melalui proses sosialisali. (Koentjaraningrat, 1980)
Yogyakarta bagi sebagian masyarakat Indonesia dianggap sebagai salah satu provinsi yang memiliki keanekaragaman budaya dari kesenian hingga upacara adat. Keduanya menjadi unsur pendukung bagi warga Yogyakarta untuk menciptakan konformitas dan kohesi sosial. Akan tetapi, upacara adat memiliki daya Tarik tersendiri karena mampu merangkum berbagai aspek seni dan strata sosial. Salah satu upacara adat yang masih dipertahankan oleh warga Yogyakarta khususnya Dusun Nglingi Kelurahan Pakem Binangum Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman adalah nyadran.
Upacara tradisional yang dilaksanakan pada umumnya masih mempunyai hubungan dengan kepercayaan akan adanya kekuatan diluar manusia. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan akal dan sistem pengetahuan manusia, sehingga masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan akal mulai dipecahkan secara religi. Pada dasarnya masyarakat Jawa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi maupun agama. Budaya dapat diartikan sebagai keseluruhan warisan sosial yang dipandang sebagai hasil karya yang tersusun menurut tata tertib teratur, biasanya terdiri dari pada kebendaan, kemahiran teknik, pikiran dan gagasan, kebiasaan, nilai-nilai tertentu, dan sebagainya. Wujud kebudayaan selain sebagai kompleksitas ide, gagasan, nilai dan norma maupun sebagai peraturan, juga mencerminkan pola tingkah laku manusia dalam masyarakat. Pola tingkah laku ini terjadi karena ekspresi atau manifestasi hasil proses belajar. Ekspresi ini juga terwujud dalam hasil karyanya sebagai buah budi dayanya. Wujud tingkah laku tersebut dapat juga berbentuk lambang tertentu, misalnya upacara keagamaan yang merupakan manifestasi tingkah laku religius.
Apresiasi budaya sering kali dihubungkan dengan cara hidup, adat istiadat suatu masyarakat yang mendukung kebudayaan tersebut. Misalnya upacara adat tradisional yang pada umumnya ditimbulkan adanya keyakinan atau doktrin yang juga merupakan perwujudan dari religi. Semua akivitas manusia yang berhubungan dengan religi dan didasarkan pada suatu getaran jiwa biasanya disebut emosi keagaman (religious emotion), emosi keagamaan mendorong manusia melakukan tindakan religi. Dalam kepercayaan religi animisme, makam adalah tempat suci yang digunakan sebagai sarana berkomunikasi spiritual nenek moyang dengan roh para leluhur atau dengan Tuhan. Pada masa sekarang, kepercayaan tersebut belum luntur. Salah satu tradisi yang melekat pada jiwa masyarakat, khususnya masyarakat jawa adalah Tradisi Nyadran. Secara filosofis Nyadran adalah ritual simbolik yang sarat dengan makna.
Tradisi nyadran merupakan tradisi yang sudah dikenal oleh semua masyarakat terutama masyarakat Jawa, karena nyadran dilakukan di berbagai daerah tak terkecuali di Dusun Nglingi Kelurahan Pakem Binangun Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta. Pandangan hidup orang jawa merupakan perwujudan dari kepercayaan terhadap Allah, selain itu masyarakat Jawa juga menghormati leluhur yang sudah meninggal. Sikap hormat tersebut diungkapkan dengan cara mengunjungi makam leluhur dan mendoakannya. Mengunjungi makam biasanya dilakukan sebelum mengadakan salah satu upacara lingkaran hidup dalam keluarga atau upacara yang berhubungan dengan hari besar Islam. Dalam masyarakat Jawa mengunjungi makam yang penting ketika Nyadran. Masyarakat mengadakan tradisi Nyadran pada umumnya ketika menjelang puasa, tepatnya tanggal 21 Sya’ban. Selain disebut dengan tradisi Nyadran, ada sebagian masyarakat menyebutnya dengan sebutan ruwahan.
A.  Sejarah Nyadran
Tidak ada yang tau persis kapan tradisi nyadran dimulai. Namun dalam ajaran Islam, bulan Sya’ban yang datang menjelang Ramadhan merupakan bulan pelaporan atas amal perbuatan manusia. Dalam masyarakat jawa, tradisi atau ritual nyadran sendiri sudah ada pada masa Hindu-Budha, jauh sebelum agama Islam masuk. Saat itu, nyadran dimaknai sebagai sebuah ritual yang berupa penghormatan kepada arwah nenek moyang dan memanjatkan doa keselamatan. Saat agama Islam masuk ke Jawa pada sekitar abad ke-13, ritual semacam nyadran dalam tradisi Hindu-Budha lambat laun terakulturasi dengan nilai-nilai Islam.
Akulturasi ini makin kuat ketika Walisongo menjalankan dakwah ajaran Islam di Jawa mulai abad ke-15. Pribumisasi ajaran Islam membuahkan sejumlah perpaduan ritual, salah satunya budaya nyadran. Oleh karena itu, nyadran bisa jadi merupakan “modifikasi’ para wali ketika memperkenalkan agama Islam di tanah Jawa. Langkah itu ditempuh para wali, karena untuk melakukan persuasi yang efektif terhadap orang Jawa, agar mau mengenali dan masuk Islam. Nyadranpun menjadi media siar agama Islam.
Para perantau kerap memposisikan nyadran lebih tinggi dibanding Hari Raya idul Fitri. Setidaknya, para akan lebih memilih mudik pada saat ruwahan, dibanding pada lebaran. Apalagi ketika kemudian tradisi mudik lebaran juga berarti masa perjuangan penuh risiko, seperti transportasi yang semakin mahal, jalanan macet dan seterusnya. Pada saat mudik nyadran, biasanya pula orang-orang Jawa di perantauan akan berusaha mengalokasikan anggaran untuk perbaikan batu nisan atau kompleks makam keluarga, makam para leluhur yang dihormati.
B. Upacara Nyadran
Nyadran di Dusun Nglingi biasa dilaksanakan bertepatan dengan tanggal 21 Sya’ban setiap tahunnya. Sebagaimana adat kebiasaan yang telah berlangsung, acara diadakan di dalam area makam.
Terdapat beberapa prosesi Nyadran yang dilaksanakan diantaranyan:
a.       Pembukaan Nyadran
Pembukaan dilakukan atau dipimpin oleh Bapak Bunakir Yudi Siswoyo selaku tokoh masyarakat di Dusun Ngingi, beliau memberi sambutan upacara tradisi nyadran agar dalam pelaksanaan nyadran bisa berjalan lancar tanpa halangan satu apapun.
b.      Kirap Gunungan dan Jodangan
Dalam prosesi upacara tradisi nyadran warga Dusun Nglingi membuat gunungan yang berasal dari hasil bumi seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Dan juga membawa Jodangan yang berisi tiga tambir atau wadah yang masing-masing berisi: yang pertama ayam ingkung, kedua nasi tumoeng dan golong, ketiga nasi, sayur kentang dan krecek, krupuk, rempeyek, kedelai hitam dll. Kirap dimulai dari rumah tokoh masyarakat menuju makam. Gunungan dan Jodangan dipikul oleh delapan orang laki-laki dengan memakai pakaian adat jawa. Saat kirap berlangung warga membaca Sholawat Nabi.
c.       Pengajian   
Pengajian di isi oleh bapak KH. Hamam Udin yang menjelaskan tentang zarah kubur, nyadran dalam agama Islam.
d.      Tahlil
Tahlil ini dipimpin oleh bapak Mukijo selaku tokoh agama di dusun Nglingi, saat tahlil berlangsung diselingi dengan singir yang dibacakan oleh bapak Bunakir. Singir ini berisi tentang perjalanan manusia dari lahir sampai meninggal dunia.

e.       Rebutan gunungan
Dalam rebutan gunungan warga mempercayai sayur dan buah dalam gunungan membawa berkah dan kemakmuran.
f.       Nyekar
Warga masyarakat dusun Nglingi melakukan nyekar (tabur bunga) dan mendoakan leluhur masing-masing yang telah meninggal. Saat nyekar warga menggunakan tiga bunga yaitu mawar, kenanga dan telasih yang masing-masing memiliki filosofi atau makna.   

C. Filosofi uborampe atau perlengkapan dalam nyadran
Terdapat beberapa uborampe atau perlengkapan yang disediakan untuk prosesi nyadran yang dilaksanakan pada tanggal 21 Sya’ban diantaranya :
a.       Gunungan
Gunungan melambangkan kemakmuran dan rasa syukur kepada Tuhan atas semua yang diberikan.
b.      Ayam ingkung 
Ayam ingkung mempunyai makna sebagai simbol permohonan ampun seluruh warga masyarakat dan dijauhkan dari segala dosa dan kesalahan. Manusia bersujud dan berzikir kepada Allah Yang Maha Esa agar segala dosa yang diperbuat oleh manusia diampuni dosa-dosanya.
c.       Nasi tumpeng
Nasi tumpeng mempunyai makna ketika manusia berdoa kepada Tuhan, dengan cara merapatkan kedua tangannya sehingga kedua tangannya berbentuk kerucut seperti halnya bentuk nasi tumpeng. Ini melambangkan keselamatan, kesuburan, kesejahteraan dan menggambarkan kemakmuran yang sejati.
d.      Nasi golong
Nasi Golong berupa nasi putih yang dibentuk bulatan seukuran kepalan tangan dimaksudkan untuk melambangkan kebulatan tekad yang manunggal atau golong gilig. Nasi golong melambangkan persatuan dan kesatuan kekuatan utama dari para warga, diharapkan mampu mempersatukan warga masyarakat untuk bersedia bahu membahu, dan bergotong royong dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta kerja sama yang baik dalam masyarakat.
e.       Bunga mawar
Bunga mawar melambangkan rasa kasih sayang, maka orang yang sudah meninggal tetap kita sayangi dengan cara mendoakan.
f.       Bunga kenanga
Bunga kenanga mempunyai arti kenangannya ada, orang yang sudah meninggal tetap kita kenang kebaikannya semasa hidupnya.
g.      Bunga telasih
Bunga telasih mempunyai arti tilasnya masih, jadi orang yang sudah tidak ada meninggalkan tilas atau peninggalan yang masih ada.

D. Nilai-nilai luhur yang ada pada Nyadran
a.       Nilai religius
Masyarakat Jawa terkenal sebagai masyarakat yang religius. Nilai religius tampak jelas dalam upacara tradisi nyadran. Upacara yang dimaksudkan untuk mendoakan para leluhur. Do’a merupakan unsur penting dalam pelaksanaan tradisi nyadran. Permohonan ampunan dan permohonan surga bagi para leluhur dilakukan dengan tahlil. Masyarakat Jawa menyadari bahwa setiap manusia akan kembali kepada yang Maha Esa.
b.      Nilai syukur
Masyarakat Jawa seperti telah diketahui, merupakan masyarakat pemeluk agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu mempunyai kesadaran akan kewajibannya dalam melakukan pengabdian dan persembahan kepada-Nya. Salah satu bentuk persembahannya yaitu melalui rasa bersyukur. Syukur atas segala karunia yang diberikan Tuhan. Nyadran merupakan perwujudan rasa syukur masyarakat Jawa kepada Tuhan.
c.       Nilai Gotong-royong
Sikap rukun telah menjadi ciri yang dimiliki oleh masyarakat Jawa. Pelaksanaan sikap rukun dalam kehidupan sosial kemasyarakat lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada pribadi, jauh dari rasa permusuhan, saling tolong menolong dalam kebaikan. Seperti halnya tradisi nyadran dirasakan menjadi milik bersama, dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, dijiwai oleh rasa kebersamaan saling tolong menolong tanpa rasa perselisihan, merasa saling mengungguli. Oleh karena itu nyadran merupakan perwujudan dari perilaku rukun masyarakat Jawa.
d.      Nilai Saling Menghormati
Nyadran hakekatnya adalah ziarah kubur. Masyarakat Jawa bersama-sama datang ke makam dalam rangka mendo’akan leluhur. Tidak ada kekhususan bahwa ziarah dilakukan oleh orang Muslim. Nyadran bagi masyarakat Jawa merupakan perwujudan perilaku saling menghormati perbedaan atau pluralisme. Nyadran merupakan kearifan lokal masyarakat Jawa yang syarat nilai dan karakter luhur.
Penutup
            Upacara tradisi nyadran merupakan salah satu upacara adat tahunan dari Yogyakarta yang sampai sekarang masih dilaksanakan. Tradisi ini dilaksanakan setiap tanggal 21 bulan Sya’ban untuk menghormati dan mendoakan para leluhur yang sudah meninggal. Serta terwujudnya masyarakat yang damai, rukun, toleransi tidak membeda-bedakan walaupun beda agama. Upacara tradisional yang dilaksanakan pada umumnya masih mempunyai hubungan dengan kepercayaan akan adanya kekuatan diluar manusia. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan akal dan sistem pengetahuan manusia, sehingga masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan akal mulai dipecahkan secara religi. Pada dasarnya masyarakat Jawa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi maupun agama. Serta sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas semua yang telah dilimpahkan kepada manusia. 






Foto Dokumentasi
IMG_9744                          IMG_9745
Gunungan                                                                   Jodangan
IMG_9751                          IMG_9753
Sambutan nyadran oleh bapak Bunakir                                  Kirap gunungan
IMG_9752                          IMG_9809
Kirap jodangan                                                           Pengajian bersama KH. Hamdan Udin
IMG_9793                          IMG_9815
Prosesi Tahlil                                                               Prosesi Tahlil  
IMG_9827                             IMG_9828    
Isi dalam Jodangan                                                     Ayam ingkung           
IMG_9829                             IMG_9831
Nasi tumpeng dan golong                               nasi, sayur kentang krecek, krupuk rempeyek
IMG_9839                            IMG_9841
Rebutan gunungan                                            warga yang mendapat sayur pada gunungan                                               
IMG_9843                             
warga yang mendapat sayur pada gunungan

BUDAYA “BESIK KUBUR” SEBELUM RAMADAN DI DESA KULWARU WATES KULONPROGO



Oleh : Maulana Syafrudin  (2017015216)
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
ABSTRAK
Tulisan ini merupakan hasil dari pengamatan dan wawancara yang mengungkap prosesi, uborampe, dan nilai budaya dalam konteks budaya besik kubur di Desa Kulwaru Kecamatan Wates, Kabupaten kulonprogo. Lokasi pengamatan dan wawancara di Desa Kulwaru Kecamatan Wates, Kabupaten kulonprogo.kegiatan yang dilakukan dalam budaya besik kubur ini yaitu melepas alaskaki sebelum masuk ke makam, membersihkan makam yang kotor, melakukan prosesi doa untuk nendoakan keluarga yang telah meninggal dan prosesi tabur bunga di atas makam keluarga Hasil dari kegiatan pengamatan dan wawancara ini menunjukan : (1) prosesi yang dilakukan pada kebudayaan besik kubur Desa Kulwaru Kecamatan Wates, Kabupaten kulonprogo yang setiap tahun dilakukan sebelum bulan ramadan berlangsung (2) Makna simbolik dari uborampe yang di gunakan dalam upacara besik kubur yaitu bunga tujuh rupa, (3) Nilai budaya yang dapat dipetik dari upacara besik kubur baik dari segi nilai sosial, kerohanian dan pendidikan      
Kata kunci : Melepas alas kaki, berdoa,  Mebersihkan makam atau kuburan, dan tabur bunga
Pendahuluan
            Kebudayaan merupakan adat atau kebiasaan masyarakat yang dilakukan untuk menunjukan derajat dan martabat seseorang kebudayaan juga dapat menunjukan ciri dari suatu masyarakat yang melakukan budaya tersebut, di dalam budaya terdapat norma dan nilai nilai yang perlu perlu di pahami den di lestarikan oleh masyarakat sekitar.
            Yogyakarta merupakan kota yang di dalamnya memiliki banyak kebudayaan yang perlu di kembangkan dan dilestarikan dari kesenian hingga upacara adatkeduanya merupakan unsur yang mendukung untuk warga yogyakarta untuk menciptakan kerukunan dan toleransi terhadap setiap masyarakatnya, akan tetapiupacara adat miliki daya tarik yang luarbiasa karena mampu merangkum berbagai aspek seni dan strata sosial, salah satu budaya yang masih di pertahankan oleh masyarakat yogyakarta kususnya masyarakat di Desa Kulwaru Kecamatan Wates, Kabupaten kulonprogo adalah budaya besik kubur menjelang bulan ramadan.
            Disebut dengan budaya besik kubur karena kegiatan budaya ini dilakukan dengan meberishkan makam saudara yang sudah meniggal dari namanya sendiri yaitu besik yang artinya bersih dan kubur yang artinya makam atau tempat menguburkan jenazah kegiatan yang dilakukan dalam yaitu datang kemakam atau kuburan melepas alas kaki lalu membersihkan kuburan yanhg kotor karena 1 tahun tidak di besihkan ritual berdoa dan menaburkan bunga atau di dalam bahasa jawa disebut dengan kembang
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengenalkan buaya daerah yaitu besik kubur kepada masyarakat agar dapat di lestarikan dan akan terus turun temurun ke generasi muda sebagai aset bangsa, metode yang di gunaakan dalam kegiatan pembuatan arikel ini yaitu terlibat langsung dalam kegitan budaya besik kubur tersebut, hasil yang di dapat yaitu terdapat 4 prosesi budaya yang dilakukan yaitu melepas alas kaki sebelum masuk makam, melaku pemberishan makam keluarga yang telah meninggal melakukan doa untuk keluarga yang telah meniggal serta melakukan tabur bunga di atas makam
pembahasan 
kegiatan pengamatan ini dilakukan di makam yang ada di sekitar dusun serangrejo desa kulwaru kecamatan wates kabupaten kulon progo, dimana kegiatan pengamatan ini dilakukan dengan ikutserta dalam kegiatan besik kubur tersebut dengan rician kegiatan yaitu megikuti prosesi yang teriri dari : melepas alas kaki, melakukan bersih makam, melakukan prosesi berdoa serta menaburkan bunga ke makam keluarga yang sudah meningal,
1.      Sejarah besik kubur
Adanya keprihatinan masyarakat terhadap makam makam yang kotor dan tidak terawat yang menjadikan masyarakat mengembangkan atau melakukan kebiasaan membersihkan makam tersebut yang sampai sekarang dijaga dan di lestarikan oleh warga masyarakat di Desa kulwaru, kecamatan Wates kabupaten Kulonprogo
Budaya besik kubur ini merupakan kebiasaan yang dilakukan masyarakat di kulon progo tepatnya di dusun serangrejo kulwaru wates. kegiatan dari besik kubur ini yaitu membersihkan makam keluarga yang sudah meninggal, tidak hanya membersihkan makam semua anggota keluarga yang masih hidup datang ke makam, mendoakan keluarga yang sudah meninggal dan menaburkan bunga ke makam keluarganya tersebut. Kegiatan besik kubur ini dilakukan sebelum dan sesudah bulan ramadhan berlangsung dimana setiap anggota keluarga datang ke semua makam yang  di gunakan untuk menguburkan keluarganya, besik kubur ini berfungsi untuk membersihkan makam dan mendoakan keluarga yang sudah meninggal.
Kebiasaan besik kubur ini terkadang dilakukan bersama dengan warga masyarakat sekitar untuk membersihkan makam yang kotor dengan banyak rumput dan juga daun daun yang jatuh karena lama tidak di kunjungi oleh keluarga yang masih hidup, selain prosesi-prosesi di atas ada juga prosesi melepas alas kaki, seperti akan masuk masjid ini dilakukan untuk menghormati orang-orang yang telah meninggal yang ada di makam tersebut alas kaki tersebut di lepas di depan makam sebelum orang yang akan melakukan besik kubur tersebut masuk di makam.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengenalkan buaya daerah yaitu besik kubur kepada masyarakat agar dapat di lestarikan dan akan terus turun temurun ke generasi muda sebagai aset bangsa, metode yang di gunaakan dalam kegiatan pembuatan arikel ini yaitu terlibat langsung dalam kegitan budaya besik kubur tersebut, hasil yang di dapat yaitu terdapat 4 prosesi budaya yang dilakukan yaitu melepas alas kaki sebelum masuk makam, melaku pemberishan makam keluarga yang telah meninggal melakukan doa untuk keluarga yang telah meniggal serta melakukan tabur bunga di atas makam
2.      Prosesi upacara besik kubur di desa kulwaru
a.      Melepas alas kaki sebelum masuk ke makam
Melepas alaskaki ini merupakan kegiatan yang memiliki filosofi bahwa kita juga perlu menghormati orang-orang yang sudah meniggal dimana orang meninggal roh-rohnya masih ada dan perlu dihormati dan dihargai    
b.      Membersihkan makam
Prosesi membersihkan makam ini difungsikan untuk membuat makam menjadi bersih dan usaha untuk memberikan penghormatan kepada keluarga yang sudah meninggal supaya mereka tenang di dan juga menandakan bahwa keluarga masih peduli dan berusaha menghormati leluhurnya yang sudah meninggal
c.       Berdoa untuk roh leluhur
      Kegiatan ini dilakukan dengan duduk di depan nisan atau kalau di ibaratkan manusia yang masih hidup adalah duduk di atas keplanya sembari mendoakan leluhur yang sudah meninggal dengan membaca surat suratan pendek atau sesuai dengankepercayaan yang di anut seseorang yang mengikuti budaya ini.

d.      Upacara tabur bunga
Pada upccara ini keluarga yang masih hidup melakukan tabur bunga di makam
makam keluarga yang telah meninggal filosofi dari kegiatan tabur bunga tersebut yaitu supaya roh nenek moyang yang sudah meninggal dapat harum sampai di sis tuhanya
e.       Mencuci kaki setelah melakukan kegiatan besik kubur
Melakukan cuci kaki setelah melakukan kegiatan besik kubur tersebut memiliki filosofi bahwa setelah kita melakukan interaksi dengan orang yang sudah meninggal kita harus membersihkan diri kita dengan mencuci kaki dimana seseorang yang masih hidup mengiklaskan mereka yang sudah meninggal untuk pergi meenghadap tuhan karena setiap yang hidup pasti akan mati dan akan menemui tuhanya
3.      Nilai Yang Ada Dalam Budaya Besik Kubur
a.       Nilai Ekonomi
Nilai ekonomi yang ada di budaya besik kubur ini adalah banyak penjual bunga 7 rupa yang daganganya dibeli oleh masyarakat desa yang dapat memberikan penghasilan untuk mereka
b.      Nilai sosial
Nilai sosial yang ada dalam kegiatan besik kubur ini adalah masyarakat yang melakukan budaya besik kubur ini akan dapat saling bertemu di makam makam yang mereka kunjungi dapat menyapa, berjabat tangan dan menyapa sehingga terjalin kekerabatan di antara masyarakat. 

Penutup

Simpulan
Upacara adat besik kubur merupakan prosesi tahunan yang dilakukan sebelum bulan ramadan datang ini difungsikan untuk mengantarkan doa kepada leluhur yang sudah meninggal agar arwah leluhur yang sudah meninggal dapat diterima dan tenang di sisi tuhan
Prosesi yang dilakukan pada upacara adat besik kubur yaitu : (1) melepas alas kaki sebelum masuk ke makam leluhur, (2) membersihkan makam yang kotor setelah selama 1 tahun tidak di jenguk keluarganya, (3) memanjatkan doa untuk keluarga atau leluhur yang sudah meninggal agar arwahnya tenang di sisi tuhan (4) prosesi tabur bunga di atas makam leluhur (5) mencuci kaki agar membersihkan diri yang masih hidup sudah merelakan leluhurnya meninggal
Uborampe yang digunakan dalam kegiatan budaya besik kubur ini yaitu hanya membawa bunga tuju rupa yang menandakan bahwa keluarga yang masih hidup memberikan doa dan juga wewangian agar leluhur yang sudah meninggal dapat tenang di sisi tuhan
Saran
Kebudayaan yang ada di daerah perlu di lestariakan dan di jalani agar dapat terus terlaksana sampai generasi muda mendatang. Perlu juga adanya dukungan atau lebel terhadap budaya yang ada agar tidak hilang termakan oleh zaman.


TRADISI NYADRAN DI MAKAM SEWU DIWIJIRWJO PANDAK BANTUL

Oleh : Febriana SiskaWati (2017015260) Febrianasiska123@gmail.com Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa ABSTRAK Tulisan ini m...